Share

Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam
Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam
Author: Jayden Carter

Bab 1

Author: Jayden Carter
Di kamar mayat Rumah Sakit Sentosa Kota Naldern.

Arlo Antasari meletakkan kedua tangannya di dada jenazah seorang perempuan, melakukan gerakan memijat.

"Untung kamu belum benar-benar mati dan kebetulan bertemu aku yang hari ini memperoleh warisan ilmu. Kesadaranmu akan terbuka kembali!"

"Dari tiga jiwamu, sudah lenyap dua. Dari tujuh rohmu, sudah lenyap empat. Ini sama seperti aku sedang merebut orang dari tangan Dewa Kematian. Di dunia ini, selain aku, nggak ada lagi yang bisa menyelamatkanmu!"

Arlo tampak berusia 20-an tahun, berwajah tegas dengan alis tebal dan mata besar. Kelihatannya dia adalah orang sangat andal. Namun, saat ini mulutnya komat-kamit, sementara kedua tangannya bekerja dengan cara yang tidak wajar, membuat suasana terasa menyeramkan.

Seiring gerakannya, jenazah perempuan itu tiba-tiba duduk tegak, lalu terbaring lagi. Dua perawat yang mengantar jenazah melihat pemandangan ini. Mereka langsung ketakutan setengah mati dan menjerit, lalu berlari keluar.

"Tolong!"

"Satpam ... Pak Ibrahim ... ada mayat bangkit di kamar jenazah!"

"Dokter Isyana, suamimu yang gila sedang menodai mayat!"

Arlo tidak peduli. Kedua tangannya bergerak cepat menekan titik akupunktur di kepala jenazah dengan teknik yang aneh. Kemudian, dia kembali menekan dada jenazah itu.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa di pintu kamar mayat. Direktur rumah sakit, Ibrahim, datang bersama beberapa dokter dan satpam. Wajahnya tampak panik.

"Kurang ajar, apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan dia!" teriak Ibrahim dengan marah.

Arlo menoleh, tetapi tangannya tak berhenti. "Aku sedang mengobatinya!"

Banyak dokter di rumah sakit yang mengenali pria ini. Arlo! Suami bodoh Isyana Hanafi, dokter tercantik di rumah sakit ini.

Orang-orang sering kali merasa kasihan pada Isyana. Bagaimana bisa seorang wanita cantik menikah dengan seorang pria yang sakit jiwa? Saat ini, rasa kasihan itu pun mencapai puncaknya.

Karena jenazah itu adalah putri tunggal Keluarga Soraya, Fellis. Keluarga Soraya adalah keluarga terkaya di Kota Naldern. Pagi ini, Fellis tiba-tiba meninggal di rumah sakit. Keluarga Soraya sudah ingin mencari masalah dengan rumah sakit, sekarang jenazahnya malah dilecehkan. Bukankah ini akan membuat masalah jadi semakin besar?

Mata Isyana berkunang-kunang. Dia hampir pingsan. Si bodoh ini benar-benar membuat bencana besar hari ini!

Sejak menikah, Arlo yang sakit jiwa selalu dijaga orang tuanya. Hari ini, orang tuanya ada urusan mendadak sehingga menitipkan Arlo padanya di rumah sakit.

Baru saja ada pasien gawat darurat sehingga Isyana pun meninggalkan Arlo di pos perawat. Siapa sangka, dia malah masuk ke kamar mayat dan melakukan hal seperti ini.

"Berhenti sekarang juga!" pekik Ibrahim, lalu berusaha menarik Arlo.

Arlo mengerutkan kening, mendorong Ibrahim. "Kalau aku berhenti, dia benar-benar akan mati!"

Ibrahim terdorong hingga jatuh terduduk di lantai. 'Bodoh! Gila! Sakit jiwa! Dia sungguh mengira dirinya dokter? Jelas-jelas hanya orang gila!'

Ibrahim menatap Isyana dengan galak. "Kenapa nggak suruh suamimu berhenti? Apa kamu benar-benar mau menunggu sampai Keluarga Soraya menuntut kita semua?"

Isyana tersadar, buru-buru berseru. "Arlo!"

Dia bergegas maju, hendak menyingkirkan tangan Arlo dari dada Fellis. Namun, begitu telapak tangannya menyentuh dada Fellis, kulit kepalanya meremang, jantungnya berdebar. Dia merasakan denyut jantung putri Keluarga Soraya itu.

"Dia masih punya detak jantung!" Isyana memeriksa dengan teliti di area jantung, matanya melebar karena kaget.

Ibrahim tercengang, lalu segera menurunkan stetoskop dari lehernya. Setelah mendengar detak jantung itu, dia pun panik dan berteriak, "Cepat dorong dia kembali ke ruang gawat darurat untuk diselamatkan!"

"Aku belum selesai mengobatinya, kalian nggak boleh bawa dia pergi!" Arlo kembali menghalangi.

"Obati kepalamu!" Ibrahim sama sekali tidak percaya orang gila bisa mengobati. Dia hanya mengira ini adalah kesalahan diagnosis. Menganggap orang hidup sebagai mayat dan membawanya ke kamar mayat, ini jelas adalah kesalahan medis besar!

Sekelompok orang buru-buru mendorong Fellis pergi. Kini, tersisa Isyana dan Arlo.

"Kenapa kamu bisa sampai ke sini?" Isyana marah besar, hampir melampiaskan semua kekesalannya pada pria yang selalu membuatnya malu ini.

"Aku datang untuk mengobati orang itu!" Arlo tampak serius, membuat Isyana hampir pingsan saking kesalnya.

Isyana menggertakkan gigi, tetapi kemudian merasa dirinya terlalu keras. Apa gunanya marah pada orang gila? Bagaimanapun, salahnya juga karena dia tidak menjaga Arlo dengan baik.

Dia menarik napas panjang. "Sudahlah, kita lihat dulu kondisi Fellis. Setelah itu, aku akan izin cuti untuk mengantarmu pulang."

Arlo berdeham. "Aku sudah sembuh. Aku bisa pulang sendiri."

Mata Isyana membelalak, sulit percaya. "Kamu ... sembuh?"

Arlo mengangguk. "Barusan kepalaku tiba-tiba jernih, semua ingatanku kembali!"

"Kalau sudah sembuh, kenapa kamu malah ke kamar mayat?" Isyana curiga. Memang ada kemungkinan Arlo membaik karena terus minum obat.

"Sudah kubilang tiga kali, aku datang untuk mengobatinya!" jawab Arlo.

Wajah Isyana membeku. Dia merasa dirinya yang bodoh. Bagaimana bisa dia percaya kata-kata orang gila? Orang waras mana yang masuk kamar mayat untuk mengobati orang? Lagi pula, sebelum sakit jiwa, Arlo juga bukan dokter.

Ketika berbicara, Arlo menatap Isyana. Cantik sekali! Wajah menawan, mata jernih berkilau penuh kecerdasan. Jas putih bahkan tak mampu menutupi tubuh indahnya. Kalau wanita secantik ini menjadi istrinya, rasanya tidak rugi juga.

Isyana hanya bisa menghela napas. Dia malas berdebat, jadi menarik Arlo menuju ruang gawat darurat.

Baru saja sampai di depan pintu, tampak Ibrahim yang keluar dengan wajah penuh senyuman dan memberi instruksi kepada perawat.

Namun, begitu melihat Isyana, senyuman itu langsung hilang. Dia memasang wajah tegas sebagai direktur, lalu berkata, "Kamu diberhentikan sementara!"

Isyana sontak mengernyit sambil menatap Ibrahim.

"Fellis salah didiagnosis. Karena dikira sudah meninggal, dia dibawa ke kamar mayat. Ini kesalahan medis besar! Harus ada yang bertanggung jawab! Dokter jaga pagi ini adalah kamu!" jelas Ibrahim.

Wajah Isyana merah padam karena marah. "Sejak Fellis masuk, yang menanganinya langsung adalah Bapak sendiri. Surat kematian juga Bapak yang keluarkan. Apa hubungannya denganku?"

Ibrahim mendengus, lalu menunjuk Arlo. "Kalau begitu, akan kuberi tahu Keluarga Soraya kalau dia menodai mayat Fellis!"

Isyana seketika memucat. Keluarga Soraya adalah keluarga terkaya di kota, sementara Fellis adalah putri tunggal Rayanza Soraya yang sangat disayang. Arlo pasti akan dituntut akibat perbuatannya!

"Kamu tahu betul apa yang akan terjadi kalau Keluarga Soraya tahu Fellis dinodai!" kata Ibrahim dengan nada penuh ancaman.

"Fellis masih hidup, 'kan?" Isyana diam sejenak, lalu bertanya demikian.

"Tentu saja. Kalau nggak, menurutmu Arlo bisa keluar dari rumah sakit ini dengan selamat?"

Tubuh Isyana gemetar karena marah. Kali ini bukan hanya dia, bahkan Arlo pun benar-benar paham apa yang terjadi.

Fellis salah didiagnosis, lalu dikirim ke kamar mayat. Hal ini sudah diberitahukan kepada Keluarga Soraya, jadi tidak mungkin ditutupi. Harus ada kambing hitam! Isyana-lah yang dijadikan kambing hitamnya!

Sementara Ibrahim, si pelaku utama, justru akan menjadi pahlawan bagi Keluarga Soraya!

Arlo tertawa, bertepuk tangan. "Kalau nggak tahu malu itu adalah sebuah keterampilan dan ada lombanya, kamu pasti juara satu!"

Ibrahim melirik sinis, malas menanggapi. Dia adalah direktur, mana sudi peduli pada orang gila?

"Kamu yakin bisa menyelamatkan Fellis?" Arlo tersenyum meremehkan.

"Maksudmu apa?" Ibrahim menjadi kesal. Orang gila ini kok semakin lama semakin mirip orang waras?

Arlo mendengus. "Ya itu maksudku! Dengan kemampuanmu, mau menjadikan istriku kambing hitam? Masih terlalu jauh!"

Ibrahim marah besar, hendak mengamuk. Namun, tiba-tiba dari ruang gawat darurat terdengar keributan. Seorang perawat keluar dengan wajah panik.

"Pak Ibrahim, gawat! Kondisi Fellis kembali kritis ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status