Share

Bab 2

Author: Jayden Carter
Begitu mendengar Fellis kembali kritis, Ibrahim langsung berlari masuk ke ruang gawat darurat.

Isyana menatap Arlo. Tadi dia mendengar ucapan Arlo yang tajam dan penuh logika saat membalas Ibrahim. Jelas, tak ada lagi kebodohan yang dulu.

"Kamu benar-benar sudah sembuh?"

Arlo mengangguk. "Ya! Waktu di pos perawat, tiba-tiba saja pikiranku jernih. Aku juga nggak tahu gimana bisa sembuh begitu saja!"

Ucapannya itu setengah benar, setengah bohong.

Tiga tahun lalu, dia secara tak sengaja memperoleh warisan Kitab Surgawi Pengobatan Abadi dari seorang tabib sakti. Kitab itu mencakup semua keahlian sang tabib seumur hidupnya. Dari ilmu pengobatan, ilmu bela diri, ilmu ramalan wajah, ilmu nasib, hingga wawasan luas dari pengalaman berkeliling dunia.

Namun, begitu mendapatkan warisan itu, sebagian besar kesadarannya terkunci oleh pembatas warisan, memaksanya tenggelam dalam proses belajar. Dari luar, dia terlihat seperti orang bodoh dan gila.

Hingga hari ini, setelah Kitab Surgawi Pengobatan Abadi dipelajarinya sampai tingkat ketiga, dia berhasil menembus pembatas itu. Kesadarannya kembali. Kebetulan, dia bertemu Fellis yang dibawa ke kamar mayat. Menyadari masih ada kesempatan untuk menyelamatkan, dia pun turun tangan.

Namun, semua itu tidak bisa dia ceritakan pada Isyana. Kalau diceritakan, bisa-bisa dia dimasukkan ke rumah sakit jiwa.

Isyana bisa menerima penjelasan sederhananya. Dia tahu Arlo mengalami trauma hebat setelah kehilangan kedua orang tuanya. Insiden itu yang membuatnya sakit jiwa. Setelah tiga tahun perawatan, memang ada kemungkinan dia sembuh.

"Lalu di kamar mayat tadi, yang kamu lakukan pada Fellis ...." Isyana teringat adegan tangan Arlo yang menekan dada Fellis. Pipinya pun memerah.

Arlo memanyunkan bibirnya. "Aku memang sadar kalau dia masih bisa diselamatkan!"

"Kamu bukan dokter! Nggak paham ilmu medis! Kok bisa bertindak seenaknya? Kamu seharusnya panggil dokter!" Isyana tak tahan untuk mengomel. Kini akibatnya, masalah besar justru menimpa mereka.

"Aku memang bukan dokter, tapi dulu sering baca buku pengobatan!" Arlo beralasan. Dalam hati, dia yakin di dunia ini hanya dirinya yang mampu menyelamatkan seseorang dari kematian.

Isyana hanya memutar bola matanya. Dalam pandangannya, Arlo hanya kebetulan menemukan Fellis belum benar-benar mati. Daripada disebut pengobatan, tindakannya lebih cocok disebut mencari sensasi.

Namun, mengingat kondisi Arlo, Isyana pun tidak banyak berbicara lagi.

Saat mereka masih berbicara, dari ujung koridor tampak seorang pria paruh baya berwajah tegas, datang dengan langkah penuh wibawa. Di sampingnya adalah seorang pria tua berambut putih dengan beberapa pengawal gagah.

"Pak Rayanza datang! Yang di sampingnya sepertinya adalah dokter terkenal, Dokter Leonard!" Isyana mengernyit dengan cemas.

Melihat wajah Arlo yang tetap santai, dia menambahkan, "Kalau Fellis bisa diselamatkan, kita masih punya jalan keluar. Kalau nggak, habislah kita!"

Isyana sangat memahami Ibrahim. Pria itu sangat licik dan suka menjilat. Pasti akan melemparkan kesalahan padanya.

"Nggak perlu takut, ayo pulang. Ini nggak ada urusannya sama kita!" Arlo tetap tenang.

Tiga tahun lalu, dia memang hanya mahasiswa biasa. Namun, setelah tiga tahun tenggelam dalam warisan itu, wawasannya berubah.

Pria paruh baya itu langsung masuk ke ruang gawat darurat setelah mendapat konfirmasi dari perawat tentang kondisi putrinya.

Di dalam, Ibrahim dan beberapa dokter sudah kelabakan. Kondisi Fellis terlalu aneh. Sebagian besar tanda vital normal, tetapi jantungnya kadang berdetak, kadang berhenti. Dia juga tidak sadarkan diri.

Melihat kedatangan Rayanza, Ibrahim segera menyapa, "Pak Rayanza."

Rayanza tidak memedulikannya. Dia menoleh pada Leonard. "Maaf kalau aku merepotkanmu, Dokter Leonard."

Leonard mengangguk, lalu maju untuk memeriksa. Para dokter segera mundur sedikit. Mereka semua mengenali nama besarnya.

Sementara itu, Rayanza menatap Ibrahim dengan tatapan penuh amarah. "Pak Ibrahim, putriku masih hidup tapi kalian malah kirim dia ke kamar mayat. Apa penjelasanmu?"

Ibrahim panik, semakin berniat mencari kambing hitam. "Itu semua karena dokter jaganya, Dokter Isyana, salah mendiagnosis. Aku sudah memberhentikannya sementara!"

"Cuma diberhentikan? Kesalahan medis sebesar ini, apa nggak seharusnya dipertanggungjawabkan secara hukum?" Rayanza mendengus dingin, nadanya terdengar tidak puas.

Belum sempat lanjut berbicara, dia menerima telepon. Wajahnya semakin kelam. Dia menampar Ibrahim sekuat tenaga. "Setelah putriku dilecehkan di kamar mayat, kalian baru sadar ada salah diagnosis? Apa-apaan cara kerja rumah sakit kalian ini?"

Ibrahim sampai berkunang-kunang karena tamparan itu. Dia diam-diam mengutuk orang yang membocorkan insiden itu. Namun, dia tidak berani bertanya siapa orang itu, hanya buru-buru melontarkan alasan yang sudah disiapkan, "Itu karena Dokter Isyana membawa suaminya yang sakit jiwa ke rumah sakit. Dia melanggar aturan sehingga terjadi hal ini!"

"Aku akan segera memerintahkan bagian medis dan keamanan untuk menahan Dokter Isyana dan suaminya. Kami akan menunggu keputusan Bapak!"

Rayanza murka. "Keduanya nggak boleh lolos! Akan kubuat mereka menyesal seumur hidup!"

Ibrahim pucat pasi. Dia tahu, di hadapan orang terkaya di Kota Naldern, bahkan kepala dinas kesehatan pun tidak berarti apa-apa.

Dia buru-buru menelepon kepala bagian medis agar segera membawa satpam untuk menangkap orang.

Sementara itu, Rayanza kembali menoleh pada putrinya. Dia hanya memiliki satu anak perempuan. Fellis adalah permatanya.

Fellis sudah lama menderita depresi dan berkali-kali mencoba bunuh diri. Semalam, dia kembali mengiris pergelangan tangannya.

Begitu mendengar kabar putrinya masuk rumah sakit, Rayanza pun pulang dengan tergesa-gesa dan mengundang dokter terkenal.

Namun, di tengah jalan dia diberi tahu bahwa putrinya meninggal. Karena informasi itu, dia hampir saja jatuh sakit. Kemudian, kabar susulan bahwa itu hanyalah kesalahan diagnosis pun membuatnya kembali merasa punya harapan. Kini, dia menatap Leonard dengan penuh harap.

Namun, setelah pemeriksaan, Leonard menggeleng berulang kali. Keningnya berkerut. "Aneh sekali! Benar-benar aneh!"

"Gimana keadaannya, Dokter Leonard?" tanya Rayanza dengan cemas.

"Pak Rayanza, kondisi putrimu sangat aneh. Lima puluh tahun aku mengobati, belum pernah melihat kasus seperti ini. Takutnya ... sulit untuk ditolong."

"Jadi, nggak ada harapan sama sekali?" Rayanza menahan kepiluannya.

Leonard terdiam sejenak, lalu berkata, "Gejalanya mirip yang disebut dalam kitab kuno, yaitu sindrom jiwa terlepas. Jantung dan ginjal sama-sama melemah ...."

Kalimatnya terputus. Tiba-tiba, matanya berbinar. "Tunggu! Gimana mungkin dokter di rumah sakit ini salah menentukan hidup mati pasien, sementara alat monitor jelas menunjukkan tanda vital?"

Rayanza mendengus. Ibrahim mulai gelisah. Dia masih ingat jelas, waktu Fellis turun dari ambulans, napasnya sudah hampir tak ada. Tak lama setelah masuk UGD, dia pun meninggal.

Namun, semalam dia terlalu bersenang-senang dengan perawat. Pagi harinya, tubuhnya lemah dan kepalanya pusing. Ditambah Fellis tiba-tiba hidup kembali, dia sendiri menjadi ragu apakah dirinya salah menilai.

Ibrahim terpaksa menyahut dengan muka tebal, "Itu karena kelalaian dokter. Aku pasti akan melakukan pembenahan besar."

"Bukan begitu! Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga tanda vital Fellis bisa kembali!" Leonard menggeleng dengan yakin.

Rayanza yang sangat cerdas langsung menangkap maksudnya. "Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi di kamar mayat. Kalau nggak, kalian semua akan kumasukkan ke penjara!"

Tatapan tajam Rayanza menyapu seluruh dokter. Tekanan besar itu membuat semua orang menunduk. Jantung mereka berdegup kencang.

Tak lama kemudian, ada dokter yang tak tahan, lalu menceritakan seluruh kejadian di kamar mayat.

Mendengar itu, api amarah Rayanza semakin berkobar. Sebaliknya, Leonard justru bertepuk tangan. "Benar! Itu kuncinya! Cepat panggil pemuda itu kembali. Mungkin masih ada secercah harapan!"

"Dia cuma orang gila! Mana bisa disuruh mengobati!" Ibrahim terkejut.

"Panggil dulu! Cepat!" desak Leonard.

Rayanza langsung menarik kerah Ibrahim dan menyeretnya keluar. "Cepat bawa aku ke tempatnya!"

....

Saat Arlo dan Isyana melangkah menuju pintu rumah sakit, ponsel Isyana tiba-tiba berdering.

"Ibu, aku mau antar dia pulang dulu .... Kalau aku pulang dulu baru ke sana, pasti nggak sempat rayain ulang tahun Paman!"

Terdengar suara ibu mertuanya, Renata, di seberang. Arlo yang mendengar suara itu pun kembali teringat kebingungan lamanya.

Setelah musibah menimpa keluarganya, dia mendapat warisan itu, lalu seperti kehilangan akal. Ayah mertuanya berkata Keluarga Antasari pernah sangat berjasa, makanya dia diterima di Keluarga Hanafi, bahkan dinikahkan dengan putri mereka.

Padahal saat itu semua orang tidak tahu apakah dia bisa sembuh. Kalaupun sembuh, dia hanyalah anak yatim piatu biasa. Ada banyak cara membalas budi, tetapi mengorbankan hidup putri sendiri terasa tidak masuk akal. Tampaknya, sudah waktunya berbicara serius dengan ayah mertuanya.

Isyana menutup telepon. Baru saja sampai di gerbang rumah sakit dan berbelok, tiba-tiba sebuah Porsche 718 meluncur kencang dari depan.

"Ah!" Isyana berteriak kaget dan buru-buru menginjak rem, tetapi mobil lawan sama sekali tidak mengurangi kecepatan. Kedua mobil itu pun bertabrakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status