Share

6. Sebuah Kesepakatan

Biasan sinar senja secara perlahan mulai menyusup di antara dinding kaca. Menerpa sebagian wajah tampan Ellecio yang tengah menikmati waktu sorenya duduk di kursi kerja.

Matanya sekilas memeta luasan ruangan kerjanya yang baru ia tempati beberapa hari belakangan ini. Memang tidak seluas dan semewah seperti ruangan kerja kantornya yang ada di New York, akan tetapi pemandangan yang disajikan dari lantai lima belas itu seolah mengubur segala kelemahannya.

Lautan lepas yang memantulkan cahaya orange dari matahari yang terbenam, serta bentangan Santley Park yang terlihat menghijau di kejauhan sana seakan mampu memberikan ketenangan tersendiri bagi Ellecio.

Mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja, Ellecio termenung sembari mulutnya terus berhitung mundur. Entah ia sedang melakukan apa. 

“Lima, empat, tiga, dua ….”

BRAK!!!

Senyum kemenangan seketika terukir di bibir Ellecio tatkala mendapati Brianna datang dengan membanting pintu secara kasar. Menatapnya sengit seraya berjalan menghentak-hentakkan kakinya secara sengaja.

“Brengsek! Apa yang sebenarnya kau inginkan, hah?!” Nafas Brianna memburu, seakan ia baru saja berlari naik tangga dari bawah ke lantai atas.

“Apa maksudmu, Bri?  Aku sama sekali tidak mengerti,” jawab Ellecio dengan raut wajah kelewat tenangnya.

“Tidak mengerti?” Brianna mendecih. “Kau pikir aku tidak tahu jika kaulah dalang dibalik kenapa namaku bisa diblacklist oleh semua perusahaan.”

“Oh, yang itu.” Ellecio berujar tanpa menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Menikmati bagaimana Brianna tersiksa akan tingkahnya.

“Jadi kau susah payah datang kemari hanya untuk mengeluh karena namamu telah aku blacklist? Astaga, kau kekanak-kanakan sekali, Bri.”

Brianna menganga. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran yang dimiliki Ellecio.

Apa katanya tadi? Kekanak-kanakan?

“Apa kau pikir ini lucu?” desis Brianna. Cukup muak dengan segala yang telah Ellecio lakukan terhadapnya.

“Kau sudah menghancurkan karir yang telah aku bangun susah payah dan kini kau mengatakan aku kekanak-kanakan?”

“Bukankah harusnya julukan itu pantas disematkan untukmu? Yang kekanak-kanakan itu justru dirimu, El. Hanya karena ambisimu, tega-teganya kau melakukan itu padaku. Apa kau sadar jika caramu itu sama saja dengan membunuhku secara perlahan.”

“Jika memang itu yang aku inginkan, apakah kau keberatan, Bri?" Sudut bibir Ellecio terangkat.

"Ingatlah, Bri. Nyawa harus dibayar dengan nyawa, jadi nikmatilah hidupmu selagi aku berbaik hati untuk tidak membunuhmu saat ini juga.”

Brianna seketika terdiam. Merasa jika tidak akan ada gunanya untuk menjelaskan semuanya sekarang. Toh Ellecio juga sudah terlanjur membencinya, terlanjur mencap dirinya sebagai sosok yang telah merusak kehidupan masa lalunya. 

“Oh, jadi begitu?” Brianna membuang nafas lelahnya. Mengangguk-anggukan kepala, mengerti akan tujuan utama Ellecio untuk mendekatinya.

“Baiklah, jika itu yang ingin kau lakukan, maka lakukanlah. Kau ingin menghancurkanku? Maka hancurkanlah aku. Hancurkanlah sampai kau benar-benar merasa puas!”

Brianna mengangkat dagunya. Tidak akan membiarkan dirinya terlihat lemah di mata Ellecio. Meski pada kenyataannya ia hanyalah setangkai bunga dandelion yang akan hancur bila diterpa oleh hembusan angin. 

Untuk beberapa saat Ellecio merasa tubuhnya membeku. Keteguhan hati Brianna berhasil menggelitik dadanya. 

Tatapan itu, meski terlihat tanpa gentar, tapi Ellecio dengan jelas melihat sepercik ketakutan yang tidak bisa Brianna sembunyikan. Ketakukan yang selama ini didambakan oleh Ellecio terjadi dalam kehidupan sang wanita. 

Menarik!

Entah kenapa ia mulai menyukai ritme permainan ini. 

“Menghancurkanmu hanya akan membuatku cepat bosan, Bri. Kau tahu persis kalau aku adalah tipe orang yang suka bermain-main.”

Ellecio melempar sebuah map cokelat ke atas meja kerjanya. “Bacalah, mungkin saja di dalam sana hal yang menguntungkan untukmu.”

Brianna sejenak meragu. Akan tetapi pada akhirnya ia berhasil menuntun jemarinya untuk membalik lembar demi lembar isi dari map cokelat itu yang ternyata adalah sebuah surat perjanjian.

Yang mana isi perjanjiannya adalah mewajibkan Brianna untuk mau melakukan apa saja perintah Ellecio selama tiga bulan. Dengan imbalan sebuah kebebasan di mana Brianna akan bisa kembali berkarir sebagai model lagi.

“Hanya tiga bulan?” tanya Brianna memastikan.

“Ya, hanya tiga bulan, dan selama itu kau harus mau melakukan apa saja yang aku perintahkan,” jawab Ellecio.

“Apakah ada jaminan selama tiga bulan itu kau tidak akan memintaku untuk mengiris nadiku sendiri? Kau tidak berniat untuk menjebakku, bukan?” Alis Ellecio terlihat mengkerut sebelum sebuah tawa keluar begitu saja dari bibir tipisnya.

“Hahaha, tentu saja tidak. Aku tidaklah seburuk itu, Bri.” Ellecio mengusap sudut matanya yang berair.

“Bahkan selain mengembalikan karirmu di dunia model, aku juga akan memberikanmu uang sejumlah lima juta dollar jika kau menyetujuinya. Bagaimana? Itu jauh lebih banyak dari yang dulu pernah gremo itu tawarkan kepadamu bukan?”

“Li-lima juta dollar?” Mata Brianna membulat kala mendengar nominal angka sebanyak itu. Gila! Sekaya apa sebenarnya pria itu? 

“Kenapa? Apa nominalnya terlalu kecil?”

"Ti-tidak, tidak sama sekali."

Brianna menggeleng cepat lantas tanpa menunggu lebih banyak lagi, ia segera meraih pena di hadapannya dan tanpa ragu-ragu membubuhkan tanda tangannya di sana.

“Jadi mulai kapan aku bisa melakukan tugasku?” tanya Brianna seraya melipat map cokelat itu dan menyerahkannya kembali kepada Ellecio.

Ellecio tertegun. Tanpa sadar ia mengeratkan rahangnya, cukup tidak menyangka dengan perubahan sikap yang Brianna tunjukkan. Hanya karena uang ia mau merendahkan dirinya seperti itu?

Dasar wanita mata duitan. Tidak heran jika dulu wanita itu dijuluki buaya betina pencinta dollar. Brianna benar-benar seorang jalang rendahan. Bisa-bisanya ia berubah menjadi jinak hanya karena uang. 

Ellecio menghela nafas. “Kau bisa memulainya dari besok, temui saja aku dikantor jam sembilan pagi,” jawab Ellecio yang diiringi anggukan Brianna. 

“Baiklah, kalau begitu aku akan menemuimu di sini esok pagi,” balas Brianna dengan sorot mata yang berbinar. Hal itu sangat jelas dirasakan oleh Ellecio hingga membuatnya merasa begitu muak, meski sebisa mungkin ia tahan dengan raut wajah datarnya.

Ellecio benci Brianna, ia benci melihat wajah bahagia yang ditunjukkan oleh wanita itu. Ia ingin Brianna menderita dan ingin melihat wanita itu merapuh di dalam genggamannya.

Aku menunggumu,” ujar Ellecio seraya mempersilahkan Brianna meninggalkan ruang kerjanya.

Dalam diam, ia sempat memerhatikan Brianna yang menghentikan langkahnya di ambang pintu, memutar kepalanya ke samping sebelum kemudian menghilang di balik pintu. Menyisakan Ellecio yang tengah mengukir senyum licik.

“Ini baru permulaan, Bri. Jangan kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja.” gumamnya sembari melempar tatapan ke arah sang surya yang sudah sepenuhnya masuk ke dalam perut laut.

Berkali-kali Ellecio terlihat menarik nafas gusar. Meski tahu jika posisinya kini tengah berada di atas angin, akan tetapi tetap saja ia merasa begitu hampa.

Sebab, apapun yang tengah Ellecio lakukan hari ini, tetap tidak akan berhasil mengubah keadaan. Dia yang telah pergi, tidak akan mungkin bisa datang kembali. 

“Kau tenang saja, Kak. Selagi aku masih bisa bernafas, selama itu pula aku tidak akan membiarkan wanita itu hidup tenang. Dia harus membayar semuanya."

Sementara di balik pintu ruangan itu, Brianna terdiam seorang diri. Setengah mati berusaha untuk tidak membuat tubuhnya merosot jatuh. Sorot mata berbinar yang tadi ia tampilkan di depan Ellecio seketika menghilang.

Tergantikan oleh pancaran kesedihan yang tidak bisa ia jelaskan. Matanya mengerjap, berusaha sekeras mungkin tidak membuat aliran anak sungai di pipinya.

Brianna jelas bukan orang bodoh yang tidak mengerti maskud tersembunyi yang dilancarkan oleh Ellecio. Ia tahu betul jika pria itu tidak akan melepaskan dirinya begitu mudah. Akan tetapi bukannya berhenti, Brianna justru makin membawa dirinya terjerat semakin dalam.

Yang mana itu akan membuat dirinya hancur lebih dari yang bisa ia bayangkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status