Sabtu malam yang cerah, layaknya kota-kota besar lainnya, California yang megah tampak sibuk. Dipenuhi para pejalan kaki yang hilir mudik dan kendaraan yang memenuhi jalanan, seolah-olah mereka tidak ingin kehilangan waktu bersenang-senang selama akhir pekan. Entah itu untuk piknik ke luar kota atau hanya sekadar bersantai di klub-klub tempat biasa mereka berkumpul.
Di salah satu sudut kota, sebuah stadion yang biasa digunakan untuk kompetisi tinju, kickboxing, dan MMA baik secara profesional maupun amatir, telah ramai oleh para pengunjung. Pertandingan sebentar lagi dimulai, aku sendiri sudah duduk manis di bangku terdepan bersama Eli, Erin Limp di sebelah Eli, dan Joey di sebelahku.
Antusiasme para penonton di sekitarku benar-benar membuatku terkejut, tidak mengira jika acara seperti ini begitu populer di kalangan pecinta olah raga.
“Kapan lagi kau bisa menyoraki orang berbaku hantam secara legal,” teriak Elian sambil tertawa di teli
Pertandingan kemarin baru permulaan, masih banyak yang harus Tobias perjuangkan jika dia benar-benar ingin sukses sebagai atlet UFC. Termasuk persiapan untuk kompetisi-kompetisi berikutnya. Sebagai kekasih yang mendukungnya, aku tentu bisa memahami jika kemudian waktunya untukku banyak yang tersita. Kewajiban membagi waktu antara pekerjaan dan jadwal latihan yang padat saja sudah cukup membuatnya repot. Sementara itu jadwal kegiatanku sendiri mulai penuh, tekad untuk menemukan berita yang akan bisa menaikkan lagi popularitas OSOM TV mengharuskanku bekerja keras dan lebih sering berada di kantor daripada apartemen. Jadi saat ini kami benar-benar kekurangan waktu bersama.Meskipun begitu hal tersebut sama sekali tidak memengaruhi kemesraan kami. Sedikit kesempatan yang kami punya justru menjadikan pertemuan kami terasa berkualitas. Kami benar-benar memanfaatkan waktu yang kami miliki dengan sebaik-baiknya, bahkan jika itu hanya beberapa menit di jam makan siang.Seperti
Sejak kejadian aku memergoki Andrew menelepon seseorang sambil berbisik-bisik, aku jadi sering memperhatikan gerak-geriknya. Entah kenapa firasatku mengatakan ada yang tidak beres dengan dia. Andrew merupakan karyawan senior di OSOM TV, dia masuk beberapa bulan sebelum aku, dan bekerja pada bagian Tim Pendukung. Di dunia Broadcasting, Tim Pendukung bukan termasuk jenis pekerjaan yang populer, kebanyakan mereka yang berada di sana hanya memanfaatkannya sebagai batu loncatan. Tapi tidak dengan Andrew, dia mampu bertahan selama bertahun-tahun. Dan itu terlihat tidak biasa bagiku.Andrew tipe pria yang mudah bergaul, semua karyawan OSOM TV dari berbagai divisi mengenalnya, tak jarang aku melihat dia nongkrong bersama mereka, entah itu di club atau pada pesta-pesta yang diadakan teman-teman satu kantor.Aku baru saja kembali dari makan siang ketika melihatnya sedang berbicara dengan salah satu teman dari Tim Kreatif, Saat melihatku datang dia langsung perg
Aku pernah mengatakan pada Baxter kalau aku memiliki berita bagus yang bakal menaikkan popularitas OSOM TV, itu benar. Beberapa hari yang lalu saat aku duduk di kursi penonton menemani Tobias yang sedang bertanding, aku mendengar percakapan dua pria yang duduk di sebelahku. Mereka membahas pertarungan ilegal yang diadakan di sebuah basemen salah satu gedung pencakar langit di Los Angeles. Mereka menyebut kompetisi itu dengan nama “LIVE OR DIE”, dan bahwa sampai saat ini identitas penanggung jawab kompetisi tersebut tidak diketahui orang karena selalu bekerja dari balik layar. Hanya satu informasi yang mereka ketahui tentang si Tuan Misterius itu, dia adalah salah satu pengusaha yang memiliki beberapa jenis perusahaan di California. Bukankah itu sangat menarik?Mungkin awalnya aku hanya mengira akan mendapatkan berita yang menarik, itu saja. Akan tetapi begitu mencari tahu tentang kompetisi-kompetisi “LIVE OR DIE”, aku dikejutkan dengan ba
Sisa hari itu aku gunakan untuk berdiskusi dengan Rick si kameramen. Pekerjaan kali ini akan lebih sulit karena kita harus menggunakan kamera tersembunyi. Rick menyetujui, dia berjanji akan mengatur semua dengan baik.Aku pulang dalam keadaan letih, memutuskan untuk memanjakan diri dengan berendam air hangat selama beberapa menit. Menghirup segarnya aromatherapy yang membangkitkan semangat, hingga tubuhku menjadi rileks dan segar kembali.Ketika sedang menyiapkan makan malam untuk diriku sendiri, Tobias menelepon.“Hai, Bird!” sapanya dari seberang.“Hai, kau masih di LA?”“Ya, sepertinya masih agak lama.”“Sabtu kau masih di sana?” tanyaku.“Sepertinya ya, kenapa?”Aku termenung sebentar, menimbang-nimbang hendak mengatakan pada Tobias atau tidak jika aku juga akan ke LA hari Sabtu besok.“Aku akan berada di sana juga Sabtu besok, mungkin aku bisa menemui
“Kekasih Anda pasti mempunyai alasan kenapa tidak berkata jujur pada Anda,” kata Sam menghiburku.Aku tersenyum masam.“Aku punya sesuatu yang mungkin akan sedikit mengobati rasa kecewamu, Miss.” Sam keluar dari balik meja bar dan menuju meja kerjanya, lalu mengambil sesuatu dari laci. Setelah itu dia langsung kembali.Dia mendorong selembar tiket yang ia letakkan di atas meja ke hadapanku. “Malam ini pacar Anda bertarung. Saya membeli tiket karena ingin menonton dia, tapi mendadak istri dan putri saya pergi ke rumah orangtua istri saya, jadi saya harus menunggu pub. Bayar seharga saya beli saja, 247 dolar. Tolong uang kes.”Tanpa banyak bicara aku mengeluarkan dompetku dan menguras isinya, meletakkan 12 lembar uang kertas 20 dolar dan satu lembar 10 dolar ke atas meja. Untungnya aku baru mengambil uang tunai di ATM tadi.Aku meraih tiket dan langsung pergi meninggalkan pub.Langkahku gontai saat menyusuri
Entah berapa lama aku menangis dalam pelukannya, selama itu Tobias terus mendekapku dengan lembut, membelai rambutku, dan sesekali mengecup puncak kepalaku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Tobias, dia hanya melakukan hal tersebut, terus menerus, sampai akhirnya tanpa sadar aku tertidur.Saat terbangun, aku masih berada dalam pelukan Tobias. Akan tetapi dengkuran halus yang kudengar memberitahuku jika pria itu sudah terlelap. Kulepaskan dekapan tangannya dengan hati-hati, lalu beranjak turun dari tempat tidur.Kupandangi wajah pria yang beberapa bulan terakhir mengisi kehidupanku, yang sudah memoles ruang abu-abuku dengan keceriaan aneka warna, mengajarkanku tentang pengorbanan dan cinta tanpa batasan.Dadaku terasa sesak, meski kebersamaan kami hanya semusim, tapi begitu banyak yang telah kami lewati. Setiap detik yang kulalui bersamanya adalah waktu yang paling berharga, yang tidak akan pernah aku lupakan.Aku membereskan barang-barangku tanpa
Begitu yakin dengan kehamilanku, aku mengambil keputusan yang sama sekali tidak pernah aku rencanakan. Resign.Ya, aku memutuskan akan meninggalkan California, pergi ke pinggiran kota dan menetap di sana selama beberapa waktu. Kurasa tabunganku sudah cukup untuk hidup berdua dengan anakku sampai beberapa tahun, setelah itu aku bisa kembali bekerja.“Coba pikirkan sekali lagi, Em.” Baxter terlihat enggan melepasku. “Ambillah cuti, pergi berlibur dan kemudian kembali ke sini, aku membutuhkanmu.”“Terima kasih, Bob. Tapi aku hanya ingin resign,” sahutku mantap.Baxter menghela napas. “Kalau kau punya masalah, ceritakan padaku. Kau tahu aku selalu bisa diandalkan, bukan?”“Aku tahu, kau salah satu yang terbaik, Bobbie,” aku berkata tulus.“Bagaimana dengan liputanmu? Kau berjanji akan memberiku berita spektakuler.”Aku terdiam, ucapan Baxter menginga
Tanganku yang memegang roda kemudi tidak bisa berhenti gemetar, air mata yang terus mengalir kuusap berkali-kali agar tidak mengaburkan pandangan. Aku berusaha tenang, menarik napas panjang dan mengeluarkannya dengan teratur. Namun suara Elian terus menggema dalam otakku.Tobias tertembak, Emily. Tobias tertembak!Ya, Tuhan … bagaimana dia bisa tertembak?! Itu pertandingan MMA, bukan kompetisi menembak!Mobilku meluncur kencang membelah jalan raya, melewati entah berapa mobil, aku hanya ingin cepat sampai rumah sakit tempat Tobias ditangani. Menemuinya; mengetahui dia baik-baik saja. Namun apakah dia baik-baik saja?Pertanyaan itu sungguh mengganggu, sayangnya saat menelepon tadi, Elian tidak menceritakan apa-apa, dia hanya memintaku cepat ke sana. Aku hanya bisa berharap tidak ada hal buruk yang terjadi padanya, oh Tuhan ... aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.Saat harus berhenti ka