離婚後、松山昌平は後悔の念でいっぱいだった。 かつての退屈で魅力のない元妻が、どうして突然成功を収めているのか? 豪門の御曹司が彼女の子分で、国民的なアイドルが彼女のファンで、金融界の大物が彼女を先輩と呼んだ...... 篠田初、一体いくつの顔を持っているのか?全部暴いてやった! 松山昌平:「俺の元妻は、優柔不断で自立できない女性だから、君たちは彼女をいじめるなよ」 人々:「怒髪天を突くような彼女が、誰がいじめるって?」 松山昌平:「元妻は良家の出だから、君たちは無駄にアプローチするな」 人々:「ごめんなさい、これほど心を惑わす妖艶な良家の出は見たことがない!」 松山昌平:「こっちよ、初、大人物を紹介するよ」 大人物:「いいえ、とんでもございません。こちらこそ、私の崇高な敬意をお受け取りください!」 こうして、松山昌平は、昼は冷徹な大企業の社長だが、夜は涙を流しながら妻を追い求める道を歩むことになった。
view moreAbi berusaha keras mengendalikan mobil SUV miliknya agar tidak oleng karena jalanan yang dilaluinya sangat berlumpur dan licin. Dia harus berhati-hati dan fokus mengemudikan mobilnya agar tidak terperosok ke dalam jurang yang berada tepat di sampingnya.
"Bukankah ini sangat menyenangkan, Bi?"Abi menggeram kesal. Rasanya dia ingin sekali mengumpat mendengar pertanyaan sang ayah barusan.Bagaimana mungkin ayahnya menganggap kegiatan yang mempertaruhkan nyawa seperti ini menyenangkan? Apa ayahnya sudah kehilangan akal?"Jangan terlalu tegang, Bi." Dewangga mengusap lengan Abi yang sedang fokus mengemudi sambil tersenyum kecil."Ayah lebih baik diam," desis Abi tanpa mengalihkan pandang dari jalanan yang ada di hadapannya. Dia harus fokus jika tidak ingin mati konyol karena mobilnya jatuh ke dalam jurang.Sepanjang jalan yang Abi dan Dewangga lalui penuh dengan lumpur karena hujan turun deras tadi malam. Abi harus ekstra hati-hati mengemudikan mobilnya agar tidak terselip dan terjebak di dalam lumpur.Embusan napas lega sontak lolos dari bibir Abi ketika berhasil melewati jalanan berlumpur tadi. Jika tahu jalanan yang akan dilaluinya berlumpur dan licin, Abi pasti akan memilih diantar sopir dari pada membawa mobil sendiri."Apa rumahnya masih jauh, Yah?""Kalau tidak salah, anak buah ayah kemarin bilang rumah Bik Ijah tidak jauh dari jembatan, seharusnya sebentar lagi kita sampai, Bi."Abi pun mengurangi laju kecepatan mobilnya karena sudah melewati jembatan sambil melihat ke kanan kiri mencari rumah perempuan yang bernama Bik Ijah itu."Bi, stop, Bi!"Abi refleks menginjak rem mobilnya karena ayahnya tiba-tiba menyuruh untuk berhenti."Sepertinya ini rumah Bik Ijah." Dewangga mencocokkan sebuah foto rumah yang ada di tangannya dengan rumah yang berada tepat di samping kirinya.Abi pun ikut melihat foto berukuran 4R yang ada di tangan ayahnya. Ada sebuah pohon rambutan dan jambu air yang tumbuh di halaman rumah yang dindingnya terbuat dari kayu tersebut. Selain itu, di samping kanan rumah tersebut ada kandang ayam. Sama persis dengan yang ada di foto."Rumahnya benar yang ini, Bi. Ayo, turun." Dewangga melepas sabuk pengaman yang sejak tadi melingkari tubuhnya lantas turun dari mobil SUV milik Abi.Seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan terlihat sedang memberi makan ayam-ayam peliharaannya sambil menyenandungkan tembang Jawa lawas. Suaranya terdengar begitu merdu dan lembut di telinga."Dhek jaman berjuang. Njur kelingan anak lanang. Mbiyen tak openi. Ning saiki ono ngendi. Jarene—""Permisi ...."Wanita yang akrab dipanggil Bik Ijah itu sontak berhenti bersenandung karena mendengar suara yang berasal dari belakang tubuhnya. Perempuan yang rambutnya selalu disanggul itu pun sontak berbalik, menatap dua orang lelaki berpakaian rapi yang berdiri tepat di hadapannya."Maaf, apa benar ini rumah Bik Ijah?""Iya, benar," jawab Bik Ijah sambil menatap Abi dan Dewangga bergantian karena wajah ayah dan anak itu terlihat asing di matanya.Dewangga tersenyum lega karena datang ke rumah yang tepat. Akhirnya dia bisa bertemu dengan orang yang sudah merawat putri kandung mendiang sahabat baiknya setelah mencari selama puluhan tahun lamanya."Apa Bibik masih ingat saya?" Bik Ijah menggeleng pelan."Saya Dewangga, sahabat baik Fabian," ucapnya memperkenalkan diri."Dan ini putra saya, Abi," imbuhnya.Abi pun memperkenalkan diri yang disambut ramah oleh Bik Ijah. Wanita itu tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan sahabat baik mantan majikannya ketika bekerja di kota lima belas tahun yang lalu."Kenapa Bapak datang ke rumah saya? Apa Bapak ada urusan dengan saya?" tanya Bik Ijah terdengar was-was.Dewangga menarik napas panjang sebelum bicara. "Saya datang karena ingin menjodohkan anak saya dengan Jena.""Apa?" Tubuh Bik Ijah menegang mendengar ucapan Dewangga barusan. Dia benar-benar terkejut hingga tanpa sadar menjatuhkan tempat makan ayam-ayam peliharaannya yang sejak tadi berada di dalam genggaman hingga membuat isinya berhamburan keluar."Maaf kalau ucapan saya mengejutkan, Bibik. Apa kita bisa bicara di dalam, Bik?"Bik Ijah tergagap mendengar pertanyaan Dewangga lantas meminta mereka untuk masuk ke dalam rumahnya.Abi dan Dewangga duduk di kursi kayu yang cat-nya sudah terkelupas. Rumah Bik Ijah berukuran kecil seperti rumah di desa pada umumnya. Lantainya pun masih terbuat dari tanah liat. Meski begitu, Bik Ijah dan Jena tidak pernah mengeluh tinggal di sana."Maaf kalau rumah saya jelek.""Jangan bilang seperti itu, Bik. Rumah Bibik cukup bersih dan nyaman. Iya kan, Bi?" tanya Dewangga seolah-olah meminta persetujuan putra sulungnya.Abi mengangguk meskipun dia ingin sekali pulang sekarang. Bagaimana mungkin ada orang yang betah tinggal di rumah yang kecil seperti ini?Abi pikir tidak ada. Keterbatasan ekonomi yang memaksa Bik Ijah dan Jena untuk mensyukuri apa yang mereka punya."Jena di mana, Bik?" tanya Dewangga karena ingin melihat calon menantunya. Jena pasti tumbuh menjadi gadis yang cantik, pikirnya."Non Jena sedang mencari ikan di sungai, Pak. Maaf, saya tinggal ke belakang sebentar." Bik Ijah beranjak ke dapur karena ingin membuat minum untuk Abi dan Dewangga, tapi Dewangga malah melarang."Tidak perlu repot-repot, Bik.""Saya tidak merasa direpotkan sama sekali, Pak. Mohon tunggu sebentar." Bik Ijah melangkah kembali menuju dapur untuk membuat teh panas. Setelah selesai, dia menyuguhkan minuman tersebut untuk Abi dan Dewangga."Silakan diminum, Pak."Abi dan Dewangga pun menyesap sedikit teh mereka untuk menghargai Bik Ijah. Ayah dan anak itu sama-sama tertegun karena aroma teh tersebut sangat wangi."Teh buatan Bibik enak sekali," komentar Dewangga mewakili Abi. "Kalau boleh saya tahu. Anda membeli teh ini di mana? Saya ingin membeli beberapa untuk dibawa pulang."Bik Ijah tersenyum senang mendengar pujian Dewangga. "Teh itu Non Jena yang membuatnya."Dewangga terenyak mendengar ucapan Bik Ijah barusan, begitu pula dengan Abi. Mereka tidak pernah menyangka gadis yang tinggal di kampung seperti Jena bisa membuat teh seenak ini."Calon istrimu ternyata berbakat, Bi. Ayah jamin kamu pasti tidak akan kecewa dengan pilihan ayah." Dewangga menepuk punggung Abi sambil tersenyum kecil. Sepertinya keputusannya untuk menikahkan Abi dan Jena sudah tepat.Dewangga yakin sekali Abi pasti akan hidup bahagia bersama Jena."Ayah, please. Kita saja belum tahu calon istri Abi seperti apa," ucap Abi jengah karena Dewangga selalu mengelu-elukan Jena.Jika bukan karena perjodohan sialan yang diatur oleh kedua orang tuanya dan orang tua Jena, Abi pasti akan memilih melajang seumur hidup karena dia belum bisa melupakan mantan kekasihnya.Dewangga berdeham pelan. "Maaf kalau saya banyak bicara." "Tidak apa-apa, Pak. Apa Anda serius ingin menjodohkan Non Jena dengan putra, Bapak?"Dewangga mengangguk. Tidak ada keraguan yang terpancar dari kedua sorot mata lelaki berusia lima puluh enam tahun itu. Dewangga memang serius ingin menjodohkan Abi dan Jena karena putranya yang lain tidak mau dijodohkan dengan gadis itu."Iya, Bik. Saya dan almarhum Fabian sudah berjanji akan menikahkan anak kami jika mereka sudah dewasa. Karena itu saya datang jauh-jauh dari kota untuk meminta Jena sebagai istri Abi. Sebagai wali Jena, apa Bik Ijah menyetujuinya?"Bik Ijah meremas kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin. Dia tidak bisa memutuskan karena semua keputusan ada di tangan Jena."Maaf, Pak. Saya tidak mempunyai hak untuk memutuskan karena semua keputusan ada di tangan Non Jena."Dewangga menghela napas panjang. Padahal dia ingin mendengar jawaban 'Iya' dari Bik Ijah. Namun, wanita yang sudah merawat Jena sejak sahabatnya meninggal itu malah menyerahkan semua keputusan pada Jena. Semoga saja Jena mau menerima perjodohan ini."Baiklah, saya akan menunggu jawaban Jena. Kapan dia kembali?”"Mungkin sebentar lagi, Pak."Abi dan Dewangga pun menunggu Jena datang sambil menikmati teh hangat dan sepiring singkong rebus yang Bik Ijah suguhkan. Makanan itu sangat sederhana, tapi entah kenapa terasa sangat lezat di lidah mereka. Abi bahkan meminta dibuatkan teh lagi ketika teh-nya sudah habis."Bibik lihat! Jena dapat ikan banyak sekali! Hari ini kita makan enak!" Abi sontak menoleh, menatap gadis berambut cokelat yang berdiri di depan pintu sambil membawa seember penuh ikan. Pakaian gadis bermata hezel itu penuh dengan lumpur dan bau amis di mana-mana.Apakah benar gadis yang mirip orang-orangan sawah itu adalah calon istrinya?[Bersambung]
「ありえない、ありえない、絶対に信じないから!」白川景雄はあまりのショックに、重心が崩れてその場に座り込んでしまった。その後、看護師が手術台を押しながら手術室から出てきた。そこには、大きな男性の体が白い布で覆われて横たわっていた。「ご遺族の方、最期ですが、もう一度見ますか?」医者が顔色の悪い白川景雄に言った。「もし見ないのであれば、遺体を霊安室に運びますので、葬儀の手配を早急にお願いします」「俺は......」白川景雄は喉を一度鳴らし、立ち上がろうとしたが、この現実を受け入れる準備ができていないことに気づいた。「結構だ」彼は手を振り、絶望的にうつむいた。それから看護師は手術台を彼の前を通り過ぎ、霊安室に向かった。松山昌平が死んだ!松山昌平が死んだ!松山昌平が死んだ!この情報は呪文のように白川景雄の頭の中で繰り返され、彼の神経を圧迫し、眠れぬ夜を過ごさせた。あれほど強く、あれほどの風雲児が、こんな形で命を落とすなんて!ライバルとして戦っていた自分さえもこの現実を受け入れられないのに、ましてや篠田初は......白川景雄は指をぎゅっと握りしめた。駄目だ。絶対に篠田初にはこのことを知らせてはならない。少なくとも彼女が回復するまでは、絶対に知られないようにしなければ!翌日にて。白川景雄は、精魂込めて作った朝食を持って、最初に病室に向かった。「景雄か」篠田初はすでに目を覚まし、熱心に本を読んでいた。「どうだった?まだ痛いか?」白川景雄は小さなテーブルを出し、色とりどりの朝食を並べながら心配そうに尋ねた。「もう痛くないよ。看護師さんが止めなければ、ベッドから降りて歩きたいくらい!」篠田初は元気に言った。彼女はテーブルの上に並べられた美味しそうな朝食を見て、すぐにでも食べたくてたまらなかった。朝食を食べながら、篠田初は待ちきれない様子で松山昌平のことを尋ねた。「彼はどうだったの?手術は終わったの?さっき看護師に聞いたけど、誰も教えてくれなかった」「彼は......」白川景雄は深く息を吸い込み、顔を変えずに言った。「彼はもう大丈夫だよ。専門家もいるし、彼は松山家の若様だから、誰だって全力で彼を救おうとするさ」「そうだよね。それなら安心した」篠田初はほっとして、
実際、松山昌平の状況は、彼が言ったよりもさらに深刻で、脚の壊死した組織があまりにも多かった。そのため、切断の危険だけでなく、命にかかわる危険もあった。「ご馳走様。もう腹いっぱいだわ!」篠田初はお腹を押さえて、満足げな表情を浮かべながら白川景雄に尋ねた。「先生は言ってた?私のギプスはいつ外せるの?退院はいつできる?」「それは姉御の体質と協力の程度によるね。早ければ二週間、遅ければ数ヶ月かかるよ」「じゃあ、しっかりと療養しないとね。回復して退院できる日には、ちゃんとお礼を言うよ」白川景雄はその言葉を聞いて、慌てて答えた。「お礼なんて言う必要ないよ。彼は前に君に対してひどかったんだから、今回のことは償いだよ。お礼なんて大丈夫よ」白川景雄は、もし松山昌平が本当に死んでしまったら、篠田初がそれを受け止めきれないだろうと心配していた。それなら、松山昌平のことはもう二度と会わない方がいいと考えていた。「あなたって、本当に心が狭いね。もしかして私とあの人が再び恋に落ちるのが怖いの?」篠田初は白川景雄の肩を軽く叩きながら、まるで三歳の子どもをあやすように言った。「大丈夫よ、景雄。たとえ世界中の男が全部死んでも、私とあの人には何の可能性もないから、安心しなさい。嫉妬しないでね?」篠田初はそう言いながら、白川景雄の素敵な頬を突っついた。「ほら、怒ってるこの顔、可愛すぎ!」「わかったよ!」白川景雄は合わせて頷き、仕方なさそうにため息をついた。おそらく海都中で、篠田初だけが、伝説の「魔王」だった彼を「子供」だと思っているのだろう!今は、松山昌平の生命力が本当に強くて、この難関を乗り越えてくれることを祈るばかりだった。白川景雄は篠田初が寝ついた後、松山昌平がいる手術室に状況を尋ねに行った。松山昌平が篠田初の最愛の男で、二人の子供たちの父親であることを考えると、彼は松山昌平が無事でいてほしかった。白川景雄は、篠田初を深く愛していて、彼女のためなら何でもできると誓っていたが、もし松山昌平と彼女が再び恋に落ちたときは、静かに身を引く覚悟もできていた。手術室のドアは閉ざされており、「手術中」と表示されていた。深夜になり、手術室の外は静まり返り、白川景雄一人だけがそこにいた。彼は手術室の赤いランプが点滅するのを見つめ、どんどん不
白川景雄は篠田初があまりにも心配しすぎているのを見て、こう言った。「焦らないで、まずはおとなしく寝て体を休めて。すぐに先生に詳しい状況を聞いてくるから。松山昌平の奴はしぶといから、きっと大丈夫だよ」「そうね、あいつはしぶといから、どんなことがあっても大丈夫だ。ただ転んだだけで、きっとなんとかなるわ!」篠田初はやっと落ち着き、白川景雄に急かして言った。「ここで時間を無駄にしないで、早く先生に最新の情報を聞いてきて。もし行かないなら、私が行くしかないわ!」「動かないで、すぐに行ってくる!」白川景雄は立ち上がって去ろうとしたが、少し心配そうな表情を浮かべ、持ってきた食事を指さして言った。「戻る前に、姉御がちゃんと食事を済ませてほしい。体は自分のものなんだから、もし体を壊したら、二人の子供たちはどうするんだ?」白川景雄が去った後、篠田初は依然として心配でたまらず、食事をする気にはなれなかった。松山昌平がもしこのことで死んでしまったり、足を失ってしまったら、残りの人生をどう責任を感じながら過ごすことになるのか、想像もできなかった。すぐに、白川景雄が病室に戻ってきた。顔は真剣で、深刻な表情をしていた。「どうだった?先生は何て言っていた?」篠田初は急いで尋ねた。もし今、体が病床に固定されていなければ、きっと彼女はすぐにでも駆け寄っていただろう。白川景雄は答えず、代わりに食べていない食事を見て、責めるように言った。「どうして食べないんだ?先に食べるって言ったでしょ。こんなに長い間空腹で、手術も受けたばかりよ。何も食べないなんて、本当に命を捨てる気か?」「景雄、怒らないで。心配してくれるのは分かっているけど、少しは私の気持ちも理解して。こんな大きな出来事があって、松山昌平の安否もわからない。しかも彼が足を失うかもしれないよ。こんな状況で、食事する気になれるわけないでしょ?」篠田初は目を潤ませ、声が詰まった。「もうじらさないで、早く教えてよ。最終的な治療法は何だ?」白川景雄は少し迷った後、こう答えた。「さっき専門医が来て、彼の状況はそれほど深刻ではないと言っていた。切断するほどの状況ではないし、保守的な治療を選べば、手術後に十分に回復するそうだ」「本当?」篠田初は半信半疑だった。さっきはそんなに深刻だと言って、命の危険
「彼が自分の足が怪我しているのに、それでも傷を堪えて、私を坂の下から道路まで背負った。もし彼の足に障害が残ったら、この恩は一生かけても返せないと思うんだ。彼との関係が一生解けないものになることが怖いからこそ、彼が今どうなっているのかをあなたに聞いたんだ。わかるか?」篠田初は白川景雄に詳細に説明した。「何だって?彼が......君を助けたのか?」白川景雄は振り返り、信じられないという表情を浮かべた。「嘘だ。彼の足のケガがあんなにひどくて、まともに歩けないのに、君を助けたなんて信じられない!」「私も信じられないよ。彼は冷酷無情で、自分勝手だけど、現実はそうなんだ。もし彼がいなかったら、私は今も坂の下で横たわっていて、死んでいたかもよ......」篠田初は松山昌平が暗闇の中、一歩一歩彼女を背負って坂を上がるその光景を思い出し、夢を見ているように不思議な感覚に襲われた。その痛みは、親族でも耐えられないかもしれない。ましてや彼女を殺したいほど憎んでいる松山昌平が耐えられるわけがなかった。「ありえない。彼の足はあんな風になっているのに、絶対にありえない!」白川景雄は何度も首を振り、その事実をどうしても受け入れられなかった。彼は篠田初よりも松山昌平の足の怪我がどれほど深刻かを知っているからこそ、その状況を信じられなかった。そのひどい傷は、普通の人間には到底耐えられないものだった「だから、教えてくれる?彼の状況はどうなんだ?足はどうなった?」篠田初は再度尋ねた。白川景雄の反応を見て、篠田初は何か不吉な予感がした。「まだわからない!」白川景雄は深く息を吸い、ついに打ち明けた。「まだ手術中だ。先生は彼の状況が非常に複雑だと言った。すでに専門のチームを組んでいるんだ。保守的な治療をするか、それともリスクを冒して治療をするか、まだ決まっていないんだ」篠田初の表情が急に曇り、すぐに質問を続けた。「その二つの治療法にはどんな違いがあるのか?」「保守的な治療は、まず障害が残らないように対処した後、治療法を考えるものだけど、彼の状況はとても深刻だ。足の神経が多く切れていて、組織の一部が壊死して血流が滞っている。もし切断を遅らせると、全身に感染が広がり、命に関わる可能性もあるんだ......」「な、何だって?」篠田初は頭が真
「はぁ、一言では言い尽くせないけど、とりあえず彼を病院に連れて行って!」篠田初は松山昌平の重傷を見て、白川景雄に説明することすら顧みなかった。「わかった!」白川景雄は頷きながらも心の中で不満を抱きつつ、昏倒している松山昌平を車に乗せた。彼はアクセルを踏み込んで車を進め、すぐに近くの病院に到着した。篠田初を抱えて車から降りると、救急センターに向かって焦って叫んだ。「先生、助けて!」篠田初は車に残る松山昌平を振り返り、白川景雄の腕を掴んで言った。「私のことは気にしないで、彼の方がもっとひどいの、まず彼を助けて!」白川景雄は普段なら篠田初の言うことに従うが、今回は彼女の言うことを無視し、ほぼ全力で救急センターに駆け込んだ。彼は篠田初の顔を見下ろし、囁くように言った。「姉御、俺は君を愛している。でも忘れないで、俺も男だ。俺は姉御が思っているほど寛大じゃない。彼を病院に運んだ時点でもう十分だ。それ以上はできない」結局、篠田初はすぐに手術室に運ばれ、緊急手術が行われた。彼女は頭に軽い外傷を負い、右足は粉砕骨折していた。命に別状はなかったが、24時間の医療監視が必要で、他のリスクを排除するための対応が求められた。そのため、篠田初は一日後に観察室から一般病室に移され、外部との連絡が取れるようになった。彼女の足はギプスで固定され、体全体がベッドに縛り付けられているから、動くことができなかった。白川景雄は栄養価の高い食事を持ちながら、心配そうに篠田初の元に向かってきた。「姉御、どうだい、お腹が空いてるんじゃない?一日中食べてないだろ。何か食べて」篠田初はお腹が空いていて、まさに腹がぺこぺこだったが、今は食べる気になれず、白川景雄の腕を掴んで緊張した様子で言った。「松山昌平はどう?彼の足は大丈夫だったの?」白川景雄の顔色が沈み、その話題を避けた。彼はお粥を一口すくい、優しく冷ましてから、まるで子どもをあやすように言った。「姉御、このお粥は栄養満点だよ。傷の回復にも効果的だから、少しでも飲んで」篠田初はそれを押しのけ、松山昌平の状態を知りたくて強い口調で言った。「まず彼がどうなっているのか教えて。彼が無事だと確認できたら、安心して食べられるから」「4年経っても、まだ彼を手放せないのか?」白川景雄は冷たくお粥のスプーンを
「おお!」篠田初はその数字がどこで見たことがあるのかすぐに思い出せなかったが、考える暇もなく、すぐに番号をダイヤルした。電話はすぐに接続された。「景雄、私よ、今空いてる?○○墓地まで来て」電話の向こうで、白川景雄は篠田初を探して焦っていた。松山家に行くところだったが、篠田初からの電話を受けて、嬉しくてたまらなかった。二人は電話で話しながら盛り上がっていたが、松山昌平はもう我慢できず、スマホを奪い取って、電話の向こうに向かって叫んだ。「無駄口を叩くな!すぐ来い!彼女が怪我してるんだ!」その時、篠田初は松山昌平の手が血だらけになっているのに気づいた。彼女は一気に緊張して、駆け寄り尋ねた。「松山昌平、あなた......血が出てるよ。あなたも怪我したの?」「大丈夫だ」松山昌平は急いで手を引っ込めた。「大丈夫なんて言わないで、こんなに血だらけじゃない!どこが怪我してるの、早く教えて!」篠田初はスマホのライトを点け、男の体を確認した。そこで、彼女は彼の左足がすでに血で濡れており、骨が外れて、傷がはっきり見えることに気づいた......「あなたの足!」篠田初は驚いて口を覆い、目を疑った。その光景はあまりにも衝撃的で、彼女は彼がこんな足の状態で自分を背負って、一歩一歩登ってきたことが信じられなかった。彼が一歩踏み出すたびに、どれほどの痛みを耐えたのか、想像もつかなかった。「だから言っただろ、何でもないって、見ないで!」松山昌平は再びスマホを奪い取った。彼はずっと隠していた。こんな惨めな姿を見せたくなかったが、結局は見られてしまった。恥ずかしくてたまらなかった。「あなたの足、捻挫じゃなくて、骨折かもしれない。今すぐ固定しないと、障害が残ってしまう......まず固定しなきゃ!」篠田初はこれ以上話さず、すぐに自分の服を脱ぎ、松山昌平の足を簡単に処置しようとした。「うっ!」しかし、彼女は自分も怪我をしていて、動けないことを忘れていた。「君の足こそ、ちゃんと処置しなきゃ!」松山昌平はふらふらしながら、女性の怪我した足を手で支え、その服を使って簡単に手当てした。「私のことは気にしなくていい。あなたの方がもっとひどいんだから、あなた......」「黙れ!」松山昌平は篠田初が動かないように命じ
「え?」篠田初は暗い月明かりの下、男の広い背中を見ながら、ためらいの表情で言った。「これ、ちょっとまずいんじゃない?」「ぐずぐずしてないで、早く乗らないと、もう知らないからな」松山昌平は冷たい顔で急かした。実際、彼は自分のケガした足がすでに限界だと分かっていて、これ以上ぐずぐずしていると、どんなに頑張っても力が出ないことを自覚していた。「ええ、わかったよ。あなたが面倒じゃないなら、私も全然構わないわ」篠田初は言い終わると、細く長い腕で男の頸をしっかりと抱え、体を彼の背中にぴったりとくっつけた。「しっかり抱きついて」松山昌平は低い声で注意し、力を込めて立ち上がった。背丈の大きな体は、その重みを支えるためにわずかに揺れた。篠田初は息を殺して、動くことができず、低い声で聞いた。「あの、大丈夫?何だか、すごく苦しそうに見えるけど、もうすぐ倒れちゃいそうじゃない?」「俺は......大丈夫だ!」松山昌平は歯を食いしばり、苦しそうに言った。左足の骨がまるで切れたかのように痛み、歩くたびに骨と肉が鋭い刃で裂かれたような激痛が走った。彼の額から背中、手のひらには冷や汗が流れ続けていた。しかし、彼は止まることができなかったし、篠田初に気づかれないようにしなければならなかった。その一歩一歩、まるで拷問を受けているかのように苦痛で、道路に向かって登っていった。「松山昌平、本当に大丈夫?あなた、震えてるように見えるけど?」篠田初は男の背中にはいつくばりながら、息をこらえ、翼々と尋ねた。彼女は何となく男の様子がおかしいことに気づいたが、あまり詮索しなかった。なぜなら、彼に彼女が過剰に心配していると思われたくなかったから。「俺は大丈夫だ。君みたいに弱くないさ」松山昌平は全力を振り絞って、冷静なふりをして言った。さらに冗談を言うように続けた。「言い忘れたけど。君はこんなに重いのに、柔弱と言うより、鈍重だ!」「ふざけんないで。私、100キロもないのよ!あなたこそ、こんなに大きな体してるのに、女の子を背負って汗だくになるなんて、弱すぎでしょ!」怒った篠田初は松山昌平を叩いた。やっぱり、彼女が余計な心配をしていたことを思い知った。松山昌平みたいな自己中心的な人間は、もし自分に問題があったら、他人のことなんて考え
松山昌平は左足の骨がずれているのを手で押さえながら、明らかに冷や汗が出るほど痛みを感じているが、依然として冷静で高慢な態度を崩さなかった。「それなら良かった」篠田初はやっと少し安心した。男性はやはり丈夫なので、数メートルの高さから落ちても全く問題がないとは、本当に打たれ強い!「君はどうだ?」松山昌平は痛みに耐えながら、夜の闇の中で手探りで篠田初の元へ近づいていった。「私は最悪よ。頭を打ったし、脚を骨折したし、疲れてるし、寒いし、お腹はぺこぺこで、死にそう!」篠田初は何度も起き上がろうとしたが、足が全く動かず、ただ無力に穴の底で横たわるしかなかった。お腹がすいて目の前が暗くなり、彼女はもうすぐ死ぬかもしれないと考えた。「歩くことすらできないなんて、本当に馬鹿だな。電話で助けを呼べなかったのか?」松山昌平は心配しすぎて、思わず篠田初を叱りたい気分になった。この女は、四年経っても全く進歩がなく、自分の面倒を全く見れない。「スマホが壊れたんだから、どうしようもないでしょ?」篠田初は反論した。「あなただって転んだじゃない。ただ運が良くて、ケガしなかっただけ!」「俺が転んだのは......」松山昌平は急に言葉を止め、沈黙した。「何?」篠田初は松山昌平が何も言わないのを見て、笑いながらからかった。「認めたくないのか?でも、あなたこそあの馬鹿なんだから。私が注意したのに、それでも突っ込んで来るなんて、後ろから鬼でも追いかけてたの?」「そうだ。この俺、松山昌平は確かに世界一の馬鹿だ。じゃなきゃ、真夜中に馬鹿な君を助けに来ることなんてしないだろ!」松山昌平は冷たく言った。この馬鹿女はどうしてわからないんだろう?もし彼が彼女を心配していなければ、こんな惨めな思いをすることはなかったのに!「別に、私があなたを呼んだわけじゃない。ただ喉が痒くて、咳をしただけ。あなた自身が誤解して突っ込んできたから、私のせいじゃないよ」篠田初は松山昌平に借りを作りたくなかった。二人はやっとお互いに借り貸しがなくなったのに、彼女はもう二度と関わりたくないと思っていた。「スマホを貸して。友達に電話して、助けに来させるわ」松山昌平は左足の痛みがますますひどくなっているのを感じ、恐らくひどく転んだせいで、もう歩けないだ
松山昌平は車を運転し、最速で墓地の森に向かった。さっきの食事の席で、柳琴美が何気なく言った話が彼に思い出させた。墓地の森は場所が偏僻で、地形が複雑だ。さらに瘴気が充満しているため、篠田初がそのネット配信者のように迷子になってしまうのではないかと、彼は心配した。この可能性は極めて低く、1%にも満たないが、それでも彼は自分で探しに行かないと安心できない。車は夜の中を滑るように走り、ヘッドライトが前方の道を照らした。松山昌平は両手でハンドルをしっかり握り、目を鋭く周囲を観察しながら、篠田初の名前を呼び続けた。「篠田初!」夜間、静かで陰気な墓地の林はとても広大で、突如として響く声が特に鋭かった。驚いた鳥たちが飛び立ち、声の反響があたりに響き渡った。すぐに、彼は昼間篠田初と別れた場所まで車を走らせた後、車のドアを開けて外に出た。「篠田初、どこにいる?返事をして!」松山昌平はさらに大きな声で叫んだが、喉がかすれるほどだった。しかし、返事はただのカラスの鳴き声と無限の静けさだけだった。呼びながら、松山昌平は自分が少し馬鹿げていると感じ始めた。今、篠田初はおそらく家に帰り、温かいベッドでぐっすりと眠っているのだろう。彼はそのわずかな可能性のために、深夜にこの陰気で不気味な場所で、馬鹿のように、何度も叫び続けている......自分がまるで憑依されたような気分になっていた。松山昌平はそっと指を握り締め、最後に三回だけ叫ぶことを決めた。もしそれでも誰も返事がなければ、この愚かな行為を止めると心に誓った。「篠田初、もしまだ返事しないなら、俺は行くぞ!」松山昌平は腹立たしさを込めて叫んだ。坂の下にいる篠田初は、意識を失いかけており、体も痛くて、もう力尽きていた。しかも、お腹がすきすぎて意識を失ってしまっていた。ぼんやりと誰かが自分の名前を呼んでいるのを聞こえた。それが松山昌平だと気づくと、少し興奮し、ようやく助けが来るかと思った。しかしその後、彼女は思った。もしこの男に救われたら、ただでさえ借りを作るだけでなく、さらに恥をかくことになるのではないか!そこで、彼女は意地になって、わざと返事をしないことに決めた。松山昌平が「もしまだ返事しないなら、俺は行くぞ」と言ったとき、彼女は少しだけ危機感を感じ、やむを得
Mga Comments