Aku selalu berpikir, ada tiga tempat di dunia yang menjadi benteng pertahananku. Pertama, rumah mungil orang tuaku di desa, dengan aroma tanah basah setelah hujan. Kedua, kamarku yang sempit di rumah kos, tempat aku bisa menjadi diriku sendiri. Dan ketiga, sudut paling terpencil di lantai tiga perpustakaan pusat, di antara rak-rak Sastra Klasik yang berdebu. Tempat yang sunyi, sakral, dan yang terpenting, anonim. Hari itu, benteng ketiga ku runtuh. “Ssst,” desis ku, menyikut lengan Rina tanpa mengalihkan pandangan dari buku teks di hadapanku. “Apaan sih, Tar? Aku lagi fokus,” balasnya, suaranya berbisik namun terdengar kesal. “Jangan lihat sekarang, tapi di barisan rak Sejarah Eropa, dekat jendela.” Aku bisa merasakan Rina memutar bola matanya. “Tara, kalau kamu mau ngajak main tebak-tebakan, mending kita ke kantin saja. Di sini orang mau belajar.” “Aku serius, Rin. Ada yang aneh.” Hening sejenak, hanya diisi suara halaman buku yang dibalik dan dengung samar pendingin rua
Last Updated : 2021-05-22 Read more