Semua Bab Pendekar Gunung Tiga Maut: Bab 31 - Bab 40
89 Bab
Kata Maaf Yang Sia-Sia
Tiba-tiba Danu terbangun dari tidurnya, teringat dengan sebuah hal. Dia ingat bahwa Permata tidur sendiri, dia tidak mengunci pintunya, dan tempat itu adalah lokalisasi.“Permata!” seru Danu kepada dirinya sendiri.Dia berjalan setengah berlari menuju kamar nomor 14. Matanya berkunang-kunang sebab baru saja bangun dari tidur, tapi dia sama sekali tidak mengantuk. Bintang-gemintang di atas sana sepertinya menertawakan Danu yang lupa mengunci pintu, sedang rembulan memandangnya prihatin.“Ha...!” Danu mendengar suara teriakan, dan benar itu adalah suara Permata.“Kenapa kamu tidak bersedia melakukannya denganku, cantik? Apakah harga yang aku tawarkan kurang mahal?” Sebuah suara genit berkata.Danu semakin mempercepat langkah. Ketika sampai di depan pintu Danu mencoba membukanya dengan baik, tapi sepertinya pintu itu ditutup dan dikunci dari dalam. Perasaan Danu semakin tidak karuan ketika mendengar suara teriakan P
Baca selengkapnya
Perampok Berpendidikan
Pagi-pagi benar Permata bangun, bangkit dari pangkuan dan dekapan Danu. Sekejap Permata kaget tengah berada di pangkuan Danu, matanya memandangnya beberapa lama, kemudian membangunkan Danu.Matahari belum sepenuhnya muncul, hanya semburat merah yang tampak mengudara di atas awan timur. Danu bangun, mengerjap-erjapkan matanya, matanya memandang Permata dari ujung kepala sampai ujung kaki.“Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Permata yang kebingungan.“Syukurlah, tidak ada yang berkurang darimu!” ucap Danu samar, menghilangkan sisa-sisa kotoran pada sudut mata.“Aku tidak apa-apa!” sahut Permata. Dia bangkit dari duduknya, berjalan menuju kuda, berniat melanjutkan perjalanan.Danu berjalan mengiri di belakangnya. “Kamu benar-benar sudah siap melanjutkan perjalanan, Permata?” tanya Danu, dia masih khawatir dengan keadaan Permata pasca kejadian tadi malam.Permata membalik badan, tersenyum simpul,
Baca selengkapnya
Semakin Masuk Dalam Jebakan
Keduanya melanjutkan perjalanan dengan kuda, tidak terlalu cepat, mereka mengawasi kanan-kiri jalan berbatu itu, semua rumah tampak dipagari dengan bambu kering, tidak ada yang tidak. Anehnya lagi sejauh ini Danu dan Permata tidak melihat ada penduduk yang berada di depan rumah, atau bahkan berjalan-jalan di jalanan depan rumah. Ini mirip dengan keadaan Desa Mati yang membuat mereka masuk penjara beberapa malam.“Ini aneh, Danu!” kata Permata ketika kuda melewati pos ronda yang seluruhnya terbuat dari kayu. Ada papan tulis hitam lebar di sana, namun tidak ada tulisan sama sekali.“Iya, aku teringat dengan Desa Kematian, Permata!” sahut Danu lirih, matanya memandangi pos ronda yang kosong itu.Kuda kembali berjalan, kecepatan yang seperti biasanya. Ayam-ayam tampak berlarian memasuki pagar bambu ketika Danu dan Permata melintas.Dari kejauhan mata Danu memandang pemandangan yang sangat memilukan. Ada seorang wanita dengan anaknya, a
Baca selengkapnya
Jangan Percaya Dengan Orang Baik
“Uangku hilang, Ibu!” kata seorang gadis itu keluar kamar, mengadu kepada ibunya.“Memangnya kamu menaruh uang itu di mana?” tanya ibu.“Di bawah kasur!” jawab anak gadis.“Ah, masak ada pencuri yang datang kemari. Barangkali kamu lupa menaruhnya?”“Tidak mungkin, Ibu. Aku benar-benar yakin bahwa aku menaruhnya di bawah kasur!”Permata mendengarkan semua percakapan itu, batinnya mulai tidak enak. Pasalnya sejak tadi hanya Permata dan gadis itu yang ada di dalam kamar, sesekali lelaki yang sepertinya adalah kalanya menengok sebentar. Permata takut kalau ibu itu menuduh dirinya sebagai pencuri.Pelan-pelan Permata keluar kamar, menghampiri Danu. Di luar sana hujan deras masih mengguyur.“Danu, aku takut!” kata Permata merajuk kepada Danu.“Ada apa, Permata!” tanya Danu mengelus rambu Permata tanpa ragu. Akhir-akhir ini ia lebih dekat dengan Permat
Baca selengkapnya
Malam Penuh Kegelapan
Kuda berjalan cepat pada keremangan malam yang menemani. Burung-burung hantu mulai menyuarakan pilunya diri yang keluar tiap malam. Suara derap kuda menggema pada seluruh penjuru desa. Sayup-sayup Danu mendengar teriakan minta tolong dari kejauhan.“Tolong, tolong, anakku di gigit ular!”Suara teriakan membuat Danu menghentikan kudanya. “Apakah kamu mendengar itu, Permata?”“iya, aku mendengarnya!” sahut Permata.Suara teriakan meminta tolong terdengar lagi beberapa kali. “Ayo kita ke sana, Permata!” ajak Danu, kudanya berjalan santai pada keremangan malam menuju asal suara.“Danu, aku takut kalau itu adalah jebakan!” ujar Permata beberapa saat kemudian, di depan sana tampak seorang ibu memegangi kaki anaknya yang tergigit ular. Entah benar-benar digigit ular atau tidak.“Kamu merasakan begitu? Aku juga. Tapi hari kecilku mengatakan bahwa kita harus menolongnya. Bagaimanapun d
Baca selengkapnya
Dua Naga
Malam yang gelap telah tergantikan dengan sinar matahari yang menerangi. Hawa hangat berangsur-angsur kembali menemani setiap tarikan nafas manusia.Malam yang larut itu dilalui Danu dan Permata dengan bersembunyi di balik bongkahan batu besar, semak-semak mengelilinginya. Desa yang mereka berdua lewati tidak menyediakan penginapan, semua pintu telah tertutup ketika mereka mengamati dengan mengendarai kudanya. Tidak ada pintu yang terbuka, mereka berdua memilih untuk bermalam pada tempat yang aman. Batu akan melindungi dari hujan jika sewaktu-waktu turun kembali, semak-semak melindungi dari gangguan hewan ataupun manusia.“Kita lanjutkan perjalanan, Permata!” kata Danu.Perjalanan siang itu sepertinya tidak banyak halangan dan rintangan yang mereka alami. Perjalanan berlangsung lancar, dan nanti sore mereka akan sampai pada sebuah tempat yang menjadi tujuan mereka. Seseorang yang diharapkan bisa membantu melawan pasukan yang telah menawan Diana.
Baca selengkapnya
Kosala Sang Pendekar
“Lihatlah itu, Danu. Bukankah itu adalah dua patung naga yang terbuat dari kayu?” Permata menunjuk sebuah pintu yang di atasnya ada dua buah patung naga cokelat, yang hampir saja tidak terlihat karena keadaan benar-benar gelap, hanya ada penerangan dari lampu minyak tanah.“Iya, sepertinya itu adalah rumah Kosala,” sahut Danu, senyum mengembang dari kedua bibirnya, metanya memandang lekat-lekat dua patung nada besar itu.Dua patung naga itu terlihat indah sekali. Lekuk demi lekuk yang tercipta merupakan buah tangan yang sangat indah, hasil dari perpaduan jiwa dan hati yang berotak seni. Itu adalah sebuah karya yang terlihat biasa, namun di mata manusia yang mempunya jiwa seni, maka itu adalah dua patung naga yang mempunyai estetika tinggi. Danu mengaguminya, tapi Permata terlihat biasa-biasa saja. Di mata Danu, dua patung naga itu bagaikan makhluk hidup, mata naga itu mengatakan sesuatu kepada Danu tapi ia tidak bisa mengartikannya.&ldqu
Baca selengkapnya
Dua Naga Bernyawa
“Sebelum menceritakan bantuan apa yang kami inginkan lebih jauh, perkenalkan namaku Danu dan ini adalah temanku, Permata namanya!” Danu memperkenalkan diri setelah menyatakan ia memerlukan bantuan.Permata tersenyum hormat kepada Kosala.Kosala berkata, “Tidak usah memperkenalkan diri lagi, orang bodoh, aku masih ingat siapa namamu. Bukankah belasan tahun yang lalu kau pernah berkunjung ke tempat ini?”Danu hampir saja tersedak mendengar penuturan itu, lalu dia tersenyum bangga. “Aku kagum dengan ingatanmu, Kosala! Bahkan aku yang lebih muda darimu hampir saja lupa dengan rumahmu.”“Muda bukan berarti lebih tajam ingatannya dari pada yang tua,” sahut Kosala geram, merasa Danu merendahkannya. Tapi semua itu hanya candaan, Kosala tidak benar-benar marah.“Maaf, aku tidak bermaksud untuk menghinamu!” kata Danu beberapa saat setelah terdiam. “Tujuan kami kemari adalah meminta bantuan!&rd
Baca selengkapnya
Pusaka Mata Naga
Sampai matahari menyingsing Danu tetap memandangi dua naga itu, berharap bisa mengartikan dan menerjemahkan apa yang dikatakan oleh dua naga itu. Namun ternyata semua sia-sia, Danu sama sekali tidak bisa mengartikannya. Akhirnya sampai ayam-ayam kampung berkejaran mencari mangsa, ketika burung-burung pagi bernyanyi ria, tiada makna yang Danu temukan dalam pandangan naga.“Danu, sejak kapan kamu berada di situ?” tanya Permata yang mengetahui Danu berdiri di teras rumah, tidak jauh dari patung dua naga berada.“Sejak fajar belum menyingsing!” sahut Danu sembari memalingkan pandangan kepada Permata. Wajah Permata tampak basah, ia baru saja selesai membasuh wajah setelah bangun tidur.“Baiklah, Danu, aku akan membantu istri orang itu menyiapkan sarapan pagi!” kata Permata, ia berjalan meninggalkan Danu yang kembali memandangi dua naga.“Ah, bagaimana lagi aku harus mengartikan kata yang terucap lewat mata naga itu?&rd
Baca selengkapnya
Malam Penuh Hikmah
“Permata, aku harus segera menemukan bagaimana cara menangkap perkataan dua naga itu!” kata Danu kepada Permata ketika siang hari, matanya memandang Permata lekat-lekat.“Apakah itu adalah bantuan yang akan diberikan oleh Kosala?” Permata menebak-nebak, dan tebakannya benar.“Benar sekali Permata. Jika aku bisa menerjemahkan apa yang dikatakan dua naga itu, maka kita akan mendapatkan bantuan yang sangat besar!” kata Danu sungguh bersemangat.Permata diam sejenak, diam antara senang sebab mendapatkan bantuan, bingung sebab belum mengetahui bagaimana cara berbicara dengan dua naga. “Berarti apa sekarang yang bisa aku lakukan untukmu, Danu?” tanya Permata dengan senyum mengembang di kedua pipinya, alis terangkat.“Aku juga belum mengerti apa yang harus aku lakukan, Permata. Intinya beberapa hari ini kita akan di sini terlebih dahulu sampai akhirnya aku bisa berbicara dengan dua naga itu!” kata Danu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status