Lahat ng Kabanata ng Ketika Istri Tua Suamiku Hamil: Kabanata 41 - Kabanata 50
86 Kabanata
Part41
"Kamu mendengar semuanya?" Mbak Silvi memanjangkan leher, melihat ke arah belakang Mas Deni."Ya. Kenapa? Kamu juga berharap suami dan mertua kamu juga mendengar hal ini?" balas Mas Deni, sikapnya begitu terlihat berwibawa."Tidak, Den. Tolong jangan beritahu mereka. Aku bersalah. Aku khilaf. Aku tidak benar-benar ingin melakukan itu." Mbak Silvi tampak begitu ketakutan. Dan itu terasa sungguh memuakkan.Aku tak tahu lagi seperti apa sikap Mbak Silvi yang sebenarnya. Terkadang membuatku merasa iba, namun tak ayal sering juga membuatku merasa takut. Dia bahkan sampai mengancamku agar semua keinginannya dapat terpenuhi."Kamu sudah sangat keterlaluan, Silvi. Berani-beraninya kamu menggunakan kelemahan Delima untuk memuluskan semua niat buruk kamu. Tak henti-hentinya kamu memanfaatkan keadaan Delima hanya untuk kepentingan pribadi kamu," ucap Mas Deni tegas."Tidak, Den. Bukan seperti itu." Mbak Silvi semakin terpojok. " Delima, tolong katakan pada Deni, bahwa Mbak tidak seperti itu. Tol
Magbasa pa
Part42
Pagi harinya aku terbangun karena suara Bik Inah memanggil. Aku bergegas membuka pintu kamar yang sengaja aku kunci. Trauma akan kedatangan Mas Raka yang tiba-tiba tempo hari. Kepalaku benar-benar terasa pusing.Entah memang pusing karena tidak enak badan, ataukah karena memikirkan semua persoalan yang menimpaku saat ini. Yang jelas, ucapanku tentang tidak enak badan itu hanyalah sebuah alasan, karena tak ingin berlama-lama lagi tinggal di sana.Andai tak memikirkan kebaikan Mama selama ini, pasti sudah kutinggalkan saja rumah ini. Bingung bagaimana cara menghadapi semua orang, yang inginnya menang sendiri."Mbak Delima masih sakit?" tanya Bik Inah. "Sarapan yuk, Mbak. Bibik sudah buatin susu hangat buat Mbak Delima.""Iya, Bik. Delima baik-baik aja. Makasih ya, Bik.""Iya, Mbak. Ada Mas Deni juga di bawah. Lagi sarapan. Katanya mau balik ke rumah sakit nganterin baju ganti buat Ibuk.""Mas Deni ada di bawah, Bik?" Aku cukup terkejut. Tiba-tiba jadi merasa tidak enak. Teringat saat t
Magbasa pa
Part43
"Boleh, Mbak. Tanya aja. Kalau Bibik tau, Bibik akan jawab.""Anu, Bik. Begini. Sebenarnya... Mas Raka itu, kerjanya apa? Kok uangnya banyak banget. Pake mau beliin Delima rumah segala. Rumah di kota kan mahal-mahal, Bik," tanyaku ragu."Oh, Mas Raka itu kerja di perusahaan asing, Mbak. Tapi Bibik nggak ngerti jabatannya apa. Pake bahasa Inggris. Susah nyebutinnya. Gajinya gede.""Oh, pantes.""Tapi itu belum seberapa, Mbak. Lain lagi dengan bagian Mas Raka di perusahaan Almarhum Papanya. Sebagai anak laki-laki, dia punya bagian yang paling banyak. Nah, sekarang perusahaan itu dikelola sama Mbak Dian, dan suaminya. Jadi setiap bulan, Mas Raka, Mbak Lara, dan juga Ibuk, hanya tinggal menerima bagiannya aja. Setau Bibik sih gitu. Makanya Mbak Silvi nggak mungkin mau ngelepasin Mas Raka gitu aja. Rugi dong, kehilangan laki-laki tajir kayak Mas Raka."Aku mengangguk-angguk tanda mengerti. Pantas saja, uang bukanlah masalah bagi mereka. Hanya saja, aku masih belum tahu, apa sebenarnya maks
Magbasa pa
Part44
Pagi ini aku pergi bersama Mas Deni atas izin Mama. Tak kupedulikan lagi peringatan Mas Raka dulu, sebagai seorang istri aku tak boleh pergi dengan laki-laki lain tanpa seizinnya.Namun apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku sudah tak lagi menganggapnya sebagai suami. Perasaanku waktu itu hanyalah sebatas rasa kagum akan fisiknya yang rupawan. Wanita mana pun pasti akan jatuh hati melihat pria tampan dan juga selalu terlihat berwibawa sepertinya. Apa lagi kesan yang dia tunjukkan jauh dari pria nakal.Namun, hanya sesaat saja hal itu kurasakan. Sikap dan perlakuannya yang tak pernah menganggapku sebagai istri, juga pikiran plin plannya yang sebentar ingin bercerai, sebentar tidak, membuatku jadi menarik kembali hati ini.Satu hal yang kupelajari dari jalan hidupku saat bersamanya. Apa pun alasannya, mencintai suami orang adalah sebuah kesalahan besar. Di mana pun dan dalam situasi apa pun, kita tetap akan jadi gunjingan orang dan selalu di salahkan."Kok melamun, Delima?" Ucapan Mas Deni
Magbasa pa
Part45
Aku jadi bingung menjawab pertanyaan Mas Deni."Ketemu aja nggak pernah, Mas. Gimana mau ngasi jawaban." Hanya itu yang bisa aku ucapkan."Nah, makanya itu. Nggak usah mau. Kamu kan punya hak untuk memilih laki-laki mana yang kamu inginkan."Maksud omongan Mas Deni ini apa? Apa maksudnya aku disuruh nolak tawaran Mama? Kenapa? Bukankah itu sama sekali bukan urusannya? "Maksud Mas Deni, Delima harus nolak, gitu?""Iya, tolak aja. Bilang aja kamu mau balikan sama mantan, yang kamu tinggal nikah.""Tapi Delima nggak punya pacar, Mas. Kan Delima udah bilang waktu itu.""Pura-pura aja. Yang penting kamu nggak dijodohin lagi sama Bulek." Dia terlihat gusar, sambil mengacak-acak rambutnya."Pura-pura itu capek lho, Mas." Lagi-lagi aku berusaha bersikap jujur.Berpura-pura kuat dengan tinggal serumah dengan Mbak Silvi dan Mas Raka pun rasanya aku sudah lelah. Apa lagi harus berpura-pura mencintai laki-laki yang tak pernah ada. "Maaf Mas Deni. Mungkin udah nasib Delima begini. Orang lemah se
Magbasa pa
Part46
Aku dan Mas Raka sama-sama tercengang mendengar ucapan Mama. Tak lupa aku melirik Mas Deni yang baru saja bangun sembari mengusap darah di sudut bibirnya. Tak sampai hati aku melihatnya. Ingin rasanya aku berlari dan membantunya. Namun, hal itu urung kulakukan. Aku harus tetap menjaga sikapku saat ini.Ditambah lagi tangan Mas Raka yang masih setia mencekal lenganku. Entah dia sadar atau tidak, tapi cengkramannya sedikit menyakitiku. Mungkin pun kini lenganku sudah berbekas kemerahan akibat ulahnya."Apa yang Mama katakan, Ma?" Mas Raka bertanya heran. "Mana mungkin Raka menceraikan Silvi. Dan dia pun sama sekali tidak keberatan dengan kehadiran Delima.""Silvi tidak keberatan, tapi Delima yang keberatan," sanggah Mama dengan tegas."Kalau Delima tidak mau menjadi istri Raka, pernikahan ini tidak mungkin terjadi, Ma. Iya kan, Dek?" Mas Raka menatapku dengan hiba. "Kamu hanya marah karena ucapan Mbakmu yang ingin kita bercerai, kan? Mbakmu hanya khilaf, Dek. Kamu nggak perlu khawatir."
Magbasa pa
Part47
Malam ini Mama mengintrogasiku akibat ucapan Mas Deni yang entah keceplosan atau memang disengaja. Usai kepulangan Mas Raka tadi siang, Mama kembali syok dan tak lagi mau bicara. Langkahnya kembali gontai sembari berbalik menuju ke arah kamar.Sama persis seperti saat pertama kali membawaku ke rumah ini. Dia pasti membutuhkan sedikit waktu untuk menyendiri, menenangkan diri. Aku yang sudah mulai paham sifat dan kebiasaannya, tak lagi bertanya. Dia akan kembali bicara setelah tenang dan bisa mengendalikan diri lagi.Seperti malam ini. Dia keluar saat makan malam tiba. Dan tentu saja meja makan ini kembali menjadi saksi apa yang terjadi kali ini."Berapa uang yang Silvi berikan untuk kamu sebelum menikah dengan Raka?" Mama masih berbicara dengan tenang sembari mengunyah makanannya."Anu, Ma. Banyak." Aku menelan ludah. Merasa gugup. Bahkan lebih gugup dari saat bertemu dengan pengacara yang mengurus perceraianku tadi pagi.Aku menjelaskan uang mahar yang dia tawarkan. Dan itu pun aku gu
Magbasa pa
Part48
Keponakan? Memangnya keponakan laki-laki Mama ada berapa banyak? Atau jangan-jangan, yang Mama maksud itu adalah Mas Deni? Ingin sekali aku bertanya. Tapi, takut kalau jawaban Mama nanti malah akan membuatku malu sendiri.Tapi, kalau tidak ditanya, malah akan membuatku tak bisa tidur. Tanya, tidak, tanya, tidak. Tiba-tiba saja Mama menyudahi makan malam dan bergerak kembali menuju kamarnya. Aku yang masih dilanda rasa penasaran ikut bangkit dan mengikuti langkah Mama dari belakang.“Ma....”“Mama ngantuk, Delima,” potong Mama yang menyadari keberadaanku. Padahal aku sama sekali belum menanyakan apa pun. Aku pun beringsut menjauh, dan membiarkan Mama berjalan sendiri dengan memandang punggungnya dengan perasaan kecewa.*Usai membantu Bik Inah membereskan sisa makan malam, aku kembali ke kamar. Malam ini aku kembali melakukan video call ke ponsel Sidik untuk mengobrol bersama mereka. Membicarakan perbincangan sehari-hari yang biasa kami lakukan. Menanyakan bagaimana perkembangan keseh
Magbasa pa
Part49
Setidaknya malam ini aku sudah bisa tidur dengan nyenyak. Walau belum tentu Mas Deni mau menerimaku, tapi setidaknya Mama sama sekali tak menganggap rendah diriku. Dan tentu saja dia masih menginginkanku menjadi menantunya, meski hanya dari keponakan. Di mana lagi bisa kucari mertua sebaik mertuaku saat ini.*Siang ini, aku membuka aplikasi google. Mencari tahu tentang proses perceraian. Lama sekali ternyata. Belum lagi harus menjalani masa iddah selama tiga bulan. Apakah selama hampir setahun, aku harus hidup begini-begini saja?Kecuali ada sesuatu yang membuat Mas Raka menjatuhkan talak padaku. Aku akan bisa bebas lebih cepat dari dirinya. Soal akte cerai bisa diurus kapan-kapan. Andai ada sebuah keajaiban, atau mukjizat yang membuat Mas Raka harus rela menceraikan aku.Apa sebaiknya, aku minta izin pada Mama saja untuk bekerja. Mungkin dengan begitu, waktu tidak akan terasa lama saat kujalani. Lagi pula, mengingat soal perjodohan itu, aku jadi malu sendiri bertemu dengan Mas Deni.
Magbasa pa
Part50
"Ada apa, Delima?" tanya Mas Deni kemudian. Aku kembali melirik Mama yang senyum-senyum sendiri. Sepertinya Mama memang sengaja ingin mengerjaiku."Itu, Mas. Anu." "Anu lagi?" Mama menahan tawa mendengar ucapan Mas Deni.Sudah kebiasaan bagiku dan juga sebagian orang mengucapkan kata itu disaat gugup. Mungkin terdengar lucu dan aneh bagi mereka. Tapi yang namanya kebiasaan, memang sulit untuk dihilangkan."Itu, Mas. Delima mau nanya, Pak pengacara ada ngubungin Mas, belum?" Aku sengaja mengalihkan pembicaraanku dengan Mama tadi."Dih, yang udah nggak sabar pengen cerai." Mama lagi-lagi meledekku. Padahal yang mau bercerai itu anaknya sendiri. Bukannya merasa prihatin, malah kelihatan senang sekali."Atau, jangan-jangan Delima pengen ngebatalin, Bulek." Mas Deni ikut-ikutan."Eh, enggak kok, Mas. Delima masih tetap mau lanjut kok." Aku merasa salah tingkah."Beneran?""Iya. Malah kalau bisa lebih cepat.""Bisa kok.""Nggak bisa, Mas. Delima udah periksa google tadi. Banyak sekali pros
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status