Semua Bab Dendam Membara Sang Pewaris!: Bab 81 - Bab 90
113 Bab
81. Meminta Pendapat
Misi balas dendam Aldan direncanakan sedetail-detailnya. Sebelum kembali ke Indonesia, Aldan sudah jauh-jauh hari membuat identitas baru dengan meminjam nama dari satu keluarga yang memang sudah meninggal dunia. Tentu ini jasa dari Dhea Diantama untuk mengurus segalanya agar identitas Aldan tidak terbongkar.“Maafkan aku, Rangga,” ucap Aldan sembari melihat Rangga memasuki mobil dan melenggang pergi dari sana.Aldan merasa bersalah, tetapi dia harus berbohong sampai misi balas dendamnya tercapai.“Jika sudah tiba waktunya. Aku akan memberitahu dunia siapa aku.” Aldan kembali masuk ke dalam karena dia mendengar ponselnya berbunyi.Di saat bersamaan, Faizal masuk ke dalam melalui pintu belakang, “Bos.”“Hemmmm.” Aldan hanya berdehem sembari mengambil benda pipih itu di sofa. Perlahan senyuman manis terbit di bibirnya saat melihat nama Adelia terpampang di layar ponsel miliknya.Aldan mengangkat telepon dan langsung menggoda Adelia, “Ciye kangen ya.”“Idddihh gr amat. Aku cuma minta pend
Baca selengkapnya
82. Pernah Datang Ke Tempat Itu
“Bos.” Faizal tiba-tiba muncul menghampiri Aldan dan Adelia di sofa ruang tengah.Aldan reflek menoleh, “Ya?” tanyanya sembari memberi kode dengan gerakan matanya yang dimengerti oleh Faizal.“Titiknya bergerak. Kenceng banget.” Faizal memberitahu dengan bahasa kiasan.“Yaudah service aja. Ganti layar,” kata Aldan santai.“Apanya yang rusak?” tanya Adelia penasaran sembari memasukkan kalung itu kembali ke saku celananya. Aldan pun belum sempat melihat bentuk barang itu.“Laptopku. Kemarin-kemarinnya sih cuma ada sedikit bercak, sekarang malah bergerak menyebar,” kilah Aldan berusaha meyakinkan Adelia. “aku mau ke tukang service dulu ya. Masalah kalung, gampang nanti aku bantu.”“'Kan Faiz bisa sendirian,” ucap Adelia. Malam ini dia ingin Aldan menemani dirinya untuk memecahkan masalah kalung yang membuat dirinya dilanda kegelisahan. Bukan hanya itu, sebenarnya dia ingin berduaan dengan kekasihnya.“Aku sekalian mau beli baju.” Aldan santai memberi alasan agar Adelia tidak curiga. Dia
Baca selengkapnya
83. Dia Masih Hidup
Faizal ikut merasakan aura kemarahan Aldan. Dia menunduk dan bergidik melihat tatapan mata Aldan begitu tajam mengarah pada layar ponsel kloningan. “Tempat ini saksi kebiadapan mereka.” Tatapan mata Aldan masih menyala-nyala. Faizal tidak mengerti maksud ucapan Aldan yang terdengar mengambang. Namun, dia yakin tempat ini berhubungan dengan masa lalu Aldan. “Ada hubungan apa Bos dengan tempat ini?” Faizal memberanikan diri bertanya tanpa menatap pada Aldan yang masih terlihat mengerikan. Aldan memejamkan kedua mata sembari menghembus napas pelan. Lalu dia membuka mata kembali, dan aura pembunuhnya perlahan menghilang. “Di rumah ini.” Aldan menoleh pada Faizal sembari sebelah tangannya menunjuk pada layar remote kontrol. “Iblis-iblis itu menyekap dan menyiksaku. Mereka melemparkanku ke dalam kandang bersama dengan seekor anjing.” Meski sudah 10 tahun berlalu dan banyak perubahan di sekitar tempat ini, Aldan masih mengenalinya. Apalagi rumah tempat penyekapannya dulu tidak banyak
Baca selengkapnya
84. Pertarungan Hendrawan Vs Wahyu
Di seberang sana, dada bidang Aldan kembang kempis mendengar ucapan Hendrawan. Tatapan matanya membulat pada layar ponsel kloningan.“Gak mungkin. Gak mungkin. Mustahil.” Aldan menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.“Apa mungkin selama ini Hendrawan sudah tau identitas Bos? Apa dia mematai-matai Bos?” Faizal juga terkejut.“Jika Hendrawan diam-diam sudah tau identitasku, maka gak ada pilihan lain selain membunuhnya malam ini juga.” Aldan berkata sangat serius dengan tatapan tajam. Aldan dan Faizal tak mengalihkan pandangan ke arah layar remote kontrol, mereka menunggu ucapan Hendrawan berikutnya.Sementara itu, Wahyu juga sempat terkejut. Namun, di detik berikutnya dia malah tertawa.“Omong kosong macam apa yang kamu katakan?” Wahyu yakin Hendrawan berbohong. Mustahil anak Chandra masih hidup. Wahyu masih terkekeh, lalu dia bertepuk tangan dengan sorot mata mengejek pada Hendrawan, “Bakatmu memang gak perlu diragukan lagi. Kamu pantas meraih penghargaan nobel.” Hendrawan ikut
Baca selengkapnya
85. Hendrawan Menyiksa Wahyu
“Lepaskan aku!” Wahyu berteriak sekencang mungkin ketika rambutnya dijambak Hendrawan. “Akhhhhhh ... Hentikan, bangsat!” Wahyu berteriak kesakitan ketika jambakan itu semakin keras. Namun, iblis di dalam diri Hendrawan justru semakin semangat untuk menyiksa mangsanya. Bahkan dia mencabut paksa beberapa rambut dari kulit kepala Wahyu. “Akkhhhh ...” Sakit yang dirasakan Wahyu benar-benar tak tertahan. Wajahnya memerah dan mata berair, kulit kepalanya ada bercak darah yang timbul. “Ini baru permulaan, Wahyu.” Hendrawan menyeringai tajam. “tapi aku bisa berbaik hati jika kamu berterus terang. Ada dimana rekamannya?” Wahyu benar-benar terdesak. Dia tidak ingin memberikan rekaman itu, tetapi dia juga tak mau mendapat penyiksaan dari Hendrawan. Dia sangat mengenal karakter sang kepala polisi itu, siksaannya pasti jauh lebih mengerikan dari kematian. “Kamu harus membayar semua penghinaanmu padaku. Kemarin anak buahmu memotong asal rambutku. Jadi sekarang gantian, aku akan membalasmu
Baca selengkapnya
86. Memakan Kotoran Manusia
Beberapa menit kemudian.“Bangunkan dia,” titah Hendrawan dengan senyuman seringai di bibir. Dia sudah tidak sabar menunggu untuk menyiksa Wahyu.“Asssiiaaapppppp.” kedua anak buah Hendrawan kegirangan karena juga tak sabar segera mempermainkan Wahyu.Kedua anak buah Hendrawan mulai bekerja sama membangunkan paksa Wahyu. Satunya mengoleskan lagi sedikit kotoran manusia ke hidung Wahyu, satunya lagi menekan jempol kaki Wahyu dengan sangat kuat.Usaha mereka membuahkan hasil, hidung Wahyu mulai mendengus-dengus. “Gurih 'kan rasanya? Sampek kamu bangun dari tidurmu,” ejek Hendrawan tertawa, kedua anak buahnya pun ikut tertawa.Pengaruh bau kotoran manusia di hidungnya sangat kuat, Wahyu merasa kunang-kunang sambil terus perlahan membuka kedua matanya. Hidungnya masih mendengus-dengus bau yang menyengat, bibirnya juga merasakan ada sesuatu yang aneh. Lidahnya tak sadar menjulur ke luar, dan tiba-tiba saja dia muntah ke depan.“Gimana rasanya, Wahyu? Enak, bukan?” Hendrawan tertawa terbah
Baca selengkapnya
87. Welcome To My Skenario
Dua menit lamanya, lakban yang membekap mulut Wahyu baru di lepas. Dia pun langsung memuntahkan semua kotoran manusia barusan dia makan. Sementara Hendrawan dan anak buahnya menjauh untuk menghindari muntahan itu.Setelah merasa cukup menunggu, anak buah Hendrawan menggunakan air kran yang ada di sana untuk menyemprot tubuh Wahyu.Hendrawan tersenyum penuh kemenangan. Wajahnya begitu semringah melihat Wahyu begitu tersiksa.“Ada apa denganmu, Wahyu? Mana kesombonganmu? Katanya mau membunuhku?” sorak Hendrawan dengan tatapan mengejek sembari mendekat dengan jarak 2 meter dari Wahyu. Lalu dia membusungkan dan menepuk dadanya. “Apakah kamu lupa berhadapan dengan siapa?”“Maafkan aku, Hendrawan. Aku menyesal sudah menantangmu. Tolong lepaskan aku. Aku janji akan melakukan semua perintahmu, termasuk memberikan rekaman itu padamu.” Wahyu terpaksa memohon semelas-melasnya agar Hendrawan punya belas kasihan sedikit saja. Meskipun dibilang mustahil, yang penting berusaha dulu.Hendrawan tersen
Baca selengkapnya
88. Bertemu Nisa
Hendrawan menghentikan langkahnya dan kembali mundur ke belakang, membuat wajah wahyu semringah.“Kamu gak bisa membunuhku, Hendrawan. Kartua As-mu berada di tanganku.” seru Wahyu, tetapi dia tak berani tertawa karena takut Hendrawan menyiksanya lagi.“Mari berdamai, Hendrawan. Mari bekerja sama seperti biasanya. Kita partner, sahabat, saudara. Kita harus saling menjaga. Ingatlah persahabatan kita sudah puluhan tahun,” susul Wahyu kemudian. Dia berusaha menyadarkan Hendrawan, meski tujuan utamanya adalah menyelamatkan diri dari kematian.Hendrawan mendadak tertawa renyah, dan berganti dengan tatapan sorot mata merendahkan, “Siapa bilang aku gak akan membunuhmu? Gertakanmu gak berarti. Aku barusan mundur karena aku jijik melihat tubuhmu tercampur dengan berak.”Wahyu kembali panik, apalagi Hendrawan memberi isyarat pada kedua anak buahnya untuk melakukan sesuatu yang mengerikan.“Jangan bunuh aku! Rekaman itu hanya aku dan seseorang yang tau ada dimana. Jika dia tau aku mati, rekamanny
Baca selengkapnya
89. Penyimpanan Rekaman Itu
Aldan dan Faizal bersitatap dengan tatapan penuh arti. Lalu mereka turun dari mobil untuk menghadapi seseorang yang diduga anak buah Hendrawan.“Ya, Pak? Ada apa menyuruh kami turun?” tanya Aldan berpura-pura penasaran.“Kalian mau kemana?” tanya orang itu penuh selidik.“Kami mau ke Menteng, Pak. Memangnya ada apa ya, Pak?” Aldan merespon dengan ramah.“Baiklah, pergilah. Hati-hati di jalan. Aku petugas keamanan hanya mau memastikan gak ada penjahat yang lewat sini,” kata orang itu.Alasan yang diberikan orang itu terlalu mengada-ngada, membuat Aldan dan Faizal terkekeh geli dalam hati.“Ya, Pak. Terima kasih. Selamat bertugas,” ucap Aldan.“Mari, pak. Kami pergi dulu,” sambung Faizal.“Ya, silahkan.” Aldan dan Faizal kembali naik mobil. Faizal segera melajukan mobilnya sebelum orang itu berubah pikiran dan memeriksa lebih dalam. Setelah menjauh, pasukan white master itu tertawa terbahak-bahak.“Bodoh sekali! Petugas keamanan katanya,” kekeh Faizal.“Huhhh beruntung sekali dia gak m
Baca selengkapnya
90. Itu Janjiku! Meneror Hari-Hari Mereka
“Akhhhh ....” Wahyu menjerit kesakitan ketika sebuah peluru menyapa telapak tangan kirinya hingga berlubang, darah segar pun mengalir deras.Wahyu merasa hidupnya benar-benar sudah tamat. Hendrawan pasti akan membunuhnya setelah flashdisk berisi rekaman pembunuhan itu sudah diserahkan.Sementara Hendrawan begitu lihai memainkan pistol di tangan dengan tatapan mata berkilat iblis. Baginya, Senjata adalah mainan. Sudah banyak korban berjatuhan di tangannya.“Malam ini adalah malam yang spesial bagiku, karena orang yang aku bunuh adalah sahabatku sendiri,” seru Hendrawan sembari mengarahkan pistol ke arah Wahyu. Namun, di detik berikutnya dia menurunkan pistol itu lagi, perlahan senyuman licik terbit di bibirnya. “Tapi aku mau kasih kesempatan hidup untukmu. Jarang-jarang loh aku berbaik hati pada musuhku. Aku akan membiarkanmu tetap hidup asal kamu mengatakan siapa yang menyuruhmu? Siapa orang yang menginginkan kematianku?”Wahyu terengah dengan wajah memerah, giginya bergemelatuk menah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status