Semua Bab Embun/Desire - Mencintaimu Tanpa Syarat : Bab 21 - Bab 30
307 Bab
Part 21 Saya Jatuh Cinta
"Munafik kalau saya tak ingin punya anak. Tapi saya tidak memaksa istri saya harus melahirkan anak buat saya. Saya bisa mengadopsi anak dengan kesepakatan bersama. Toh pada akhirnya kelak pun, kita hanya akan menghabiskan masa tua dengan pasangan. Anak-anak akan memiliki kehidupannya sendiri-sendiri."Pembicaraan kami terjeda ketika bapak penjual nasi goreng mengantarkan pesanan kami. Andrean menyuruhku makan. Namun rasa lapar dan nafsu makanku tiba-tiba saja hilang. Apa yang diucapkannya adalah kejutan luar biasa di malam ulang tahunku."Orang seperti Mas Andre ini bisa saja mencari gadis model kayak apapun. Sedangkan saya hanya seorang janda yang belum tentu bisa memberikan Anda keturunan.""Saya jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali melihatmu di rumah papa."Ucapannya membuat sendok yang penuh nasi dan hampir menyentuh mulutku terjatuh ke lantai. Gemeletaknya membuat tiga orang yang baru datang menatap ke arahku.Buru-buru kuambil benda itu dan mengelapnya memakai tisu. Jantungk
Baca selengkapnya
Part 22 Tentang Andrean
"Kamu nggak suka Hendriko?" Pertanyaan Bu Salwa membuatku bingung harus menjawab bagaimana. Apakah dia sudah tahu kalau aku ini seorang janda tanpa anak?"Kami berteman, Bu.""Semenjak dia bekerja di luar perusahaan keluarga, saya jarang sekali bertemu. Saya pulang dari butik, Hendri belum sampai rumah. Nanti saya dah mengantuk lantas ketiduran, dia baru nyampe. Terkadang pagi-pagi sudah berangkat ke luar kota sebelum saya bangun."Dari cerita Bu Salwa aku bisa menyimpulkan kalau perjodohan ini adalah inisiatif ibunya. Aku yakin Hendri tidak tahu. Bahkan dalam kalimatnya ketika mengirim pesan, tidak menyinggung hal begini. "Embun, kamu baik, lembut. Ibu yakin cocok dengan Hendriko yang keras kepala dan kaku."Bagaimana aku harus menjawabnya. Wanita ini harus tahu kalau aku hanya seorang janda tanpa anak. Tentunya beliau juga ingin meneruskan keturunannya, terlebih Hendriko adalah satu-satunya putra mereka.Aku menarik napas dalam-dalam. Menata hati untuk menceritakan kondisiku yang s
Baca selengkapnya
Part 23
Dari pintu muncul seorang laki-laki bertubuh tambun. Dia tersenyum melihat Andrean. Sudah sejak beberapa hari yang lalu, dia ingin mengajak Andrean bicara."Sudah lama nunggu?" tanya Om Tino duduk di sebelah istrinya."Belum, Om.""Om sebenarnya ingin membahas project dunia fantasi itu. Kata papamu kamu menolak menjadi project manager di sana. Kenapa? Ini projek yang menjanjikan, Andrean.""Saya tahu. Tapi project itu sebenarnya di berikan pada Hendriko, Om.""Tapi adikmu itu kan sudah keluar dari perusahaan. Hak kamu dong untuk menghendelnya. Sudah bagus dia keluar.""Saya tak ingin membahas hal ini lagi, Om. Itu hak papa mau membuat keputusan yang seperti apa. Saya hanya bertanggung jawab dengan proyek yang saya pegang sekarang," bantah Andrean. Dikarenakan proyek itu hubungannya dengan Hendriko makin buruk. Perselisihan yang hampir mengancam nyawa adiknya. Dia ingat kejadian malam itu. Ketika Hendriko berselisih paham dengan Om Tino dan Tante Verra di ruangan lelaki itu. Andrean y
Baca selengkapnya
Part 24 Dilema 1
Author's POV"Memangnya Mama sudah bicara dengan Hendriko?" tanya Pak Darmawan."Mama belum bicara sama dia. Mama yakin kalau Hendriko pasti mau. Dia juga kenal dengan perempuan itu. Mereka juga berteman baik, Pa.""Siapa sih, Ma? Miranda?""Bukan Miranda, tapi Embun, Pa."Andrean yang masih berdiri di tempatnya tercekat. Nama yang disebutkan Bu Salwa terdengar jelas di telinganya. Nama perempuan yang sama, yang telah membuatnya kembali jatuh cinta. Harapannya perlahan pupus sebelum mendapatkan jawaban dari Embun. Andrean menunggu mereka selesai bicara. Namun yang terdengar kemudian sang papa menerima telepon dan ada suara langkah kaki yang menjauh. Bu Salwa masuk ke dalam.Pria itu lantas masuk dan bertemu dengan papanya di ruang keluarga. Ia menunggu papanya selesai bicara di telepon. Karena sedang di tunggu sang putra, Pak Darmawan segera menyudahi percakapannya dengan asisten pribadinya.Jika bertemu begini, mereka hanya akan bicara tentang bisnis. Pak Darmawan sendiri tidak perna
Baca selengkapnya
Part 25 Dilema 2
"Perasaan takut itu harus kamu lawan. Mau sampai kapan seperti ini. Kelak kamu menua bersama siapa? Iyalah, Roy baik. Tapi bagaimana jika dia mendapatkan istri yang nggak bisa diajak care sama kamu. Dia juga hanya saudara tiri. Terus Rini? Kalian juga nggak deket kan? Menikahlah, Embun. Aku dukung kamu untuk menikah lagi. Percayalah kalau kamu akan bahagia."Setelah itu kami terdiam. Memandang luruhnya hujan yang kian deras. Entah sampai kapan kami akan terjebak di sini.Pada saat itu kami melihat sebuah mobil berhenti di depan IGD yang berjarak lima puluh meter dari tempat kami duduk."Ada pasien baru," kata Yani."Iya." Kami memandang beberapa perawat laki-laki sibuk memindahkan pasien dari dalam mobil warna putih ke ranjang dorong."Embun, itu kan mantan madu kamu?" tunjuk Yani pada seorang wanita yang turun setelah pasien dipindahkan.Benar, itu Karina. Terus siapa yang sakit itu? Aku tidak melihat dengan jelas karena pasien terhalang oleh beberapa perawat yang menolongnya."Siap
Baca selengkapnya
Part 26 Perempuan Kesepian
Embun's POVPercayalah, tak mudah bagi seorang ibu merelakan anaknya menikahi perempuan yang jelas-jelas tidak bisa memberikan keturunan. Terlebih Hendriko adalah anak satu-satunya. Pasti Bu Salwa mulai bimbang setelah tahu tentang diriku yang sebenarnya.Hening menjadi jeda pembicaraan kami cukup lama, hingga aku berinisiatif untuk menyapanya kembali. "Bu," panggilku."Ya, besok malam Ibu tunggu jam tujuh untuk makan malam bersama kami. Jangan lupa, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam." Panggilan di akhiri.Aku termenung menatap langit-langit kamar. Gemuruh di dadaku seperti gerimis di luar yang telah berubah menjadi hujan. Sebenarnya banyak yang hendak kubahas dengan Bu Salwa di telepon tadi. Tapi beliau keburu menyudahi pembicaraan. Dengan sikapnya yang tergesa-gesa mengakhiri pembicaraan, aku tahu kalau Bu Salwa mulai bimbang dengan kenyataan yang ada padaku. Namun beliau tetap saja mengundangku untuk makan malam.๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚Kubuka pintu kamar setelah rapi berseragam. Udara segar men
Baca selengkapnya
Part 27 Embun's POV
Embun's POV"Bagaimana jika mereka melamarmu? Padahal ada pria lain yang juga menunggu jawabanmu?""Aku akan bilang terus terang nanti. Lagian aku nggak yakin kalau Hendriko menyukaiku meski kami berteman. Bu Salwa juga belum tentu mau dengan perempuan mandul sepertiku. Beliau hanya sudah terlanjur mengundangku untuk makan malam, jadi nggak mungkin akan membatalkan."Yani mengandeng lenganku untuk diajaknya duduk di bangku semen yang ada di parkiran. Dia tahu aku butuh teman bicara."Kamu nggak mempertimbangkan pria bernama Andrean itu?" "Rasanya aku masih malas membuka diri. Memulai lagi proses perkenalan, penjajakan, saling menimbang, lantas membuat keputusan. Membayangkan itu aku capek, Yan.""Tapi apa kamu nggak capek menghadapi stigma negatif masyarakat yang menganggap kalau janda itu identik dengan perempuan kesepian, penggoda, haus kasih sayang, bahkan dilecehkan. Bahkan dianggap sebagai warga kelas dua yang tak layak di utamakan. Kamu butuh pelindung. Dan dengan pria bernama
Baca selengkapnya
Part 28 Restui saya, Pa.
Embun's POV"Kita jangan bicara di sini, Mas," kataku sambil memandang orang-orang yang duduk di depan sana. Andrean pun ikut memandang ke arah mereka."Oke, kita bicara di mana?""Di mana saja, tapi jangan di sini."Andrean membuka pintu mobilnya. "Masuklah!"Kupandang jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jam setengah sembilan. Sudah malam sebenarnya. "Mas, sebentar saja ya. Ini sudah malam.""Iya."Aku masuk ke mobilnya. Dia mengajakku makan di sebuah restoran, tapi aku menolaknya. Akhirnya kami bicara di dalam mobil yang ia hentikan di pinggir jalan."Saya tadi di undang makan malam sama Bu Salwa." Aku mulai cerita."Dalam rangka apa?""Karena saya telah merawat putranya saat sakit waktu itu.""Itu saja?"Aku mengangguk. Sebab hanya itu maksud tujuannya mengundangku untuk dinner bersama. Tujuan terakhir setelah beliau tahu aku hanyalah seorang janda tanpa anak.Andrean menatap ke depan, pada lalu lintas malam yang mulai lengang. Pria ini diam cukup lama, membuatku menerka-nerk
Baca selengkapnya
Part 29 Kenapa harus Embun?
Mbak Sri memberiku semangat dengan antusias. "Nggak usah bimbang. Kamu nggak seperti aku yang harus memikirkan bagaimana perasaan anak-anak jika ingin memulai hubungan baru. Lagian dia bisa menerima kondisi kamu. Move on dan lanjutkan hidup kamu. Buang trauma, rasa benci, bikinlah hatimu sendiri merasakan kedamaian."Malam itu perasaanku longgar setelah cerita dengan Mbak Sri. Aku mulai memiliki keyakinan dan kemantapan hati untuk menerima Andrean. Dalam sujud-sujudku aku memohon petunjuk untuk langkahku selanjutnya. Aku memohon diberikan kemudahan dan tidak salah menentukan pilihan.* * *Ini hari terakhir aku masuk kerja, besok aku sudah cuti dua hari. Yani tak henti-hentinya menggodaku setelah aku cerita perhal semalam. Aku juga menceritakan pertemuanku dengan keluarga Pak Darmawan. "Benar kan dugaanku. Kalau Bu Salwa nggak akan bisa begitu saja menerima kondisimu," kata Yani siang itu sehabis Salat Zhuhur."Iya, aku juga nggak apa-apa. Aku paham, seorang Ibu pasti menginginkan yan
Baca selengkapnya
Part 30 Lamaran 1
Author's POVMeskipun dengan berat hati, Pak Darmawan menyambut tangan sang putra dan menggenggamnya erat. Kemudian merangkul Andrean sambil menahan sebak di dada yang membuat netranya terasa memanas."Terima kasih, Pa," ucap Andrean sambil tersenyum kemudian permisi pergi.Pak Darmawan menatap punggung kokoh putranya yang hilang dibalik pintu. Anak yang tumbuh di bawah asuhan sang nenek. Sosok ibu mertua yang sangat baik padanya. Yang merangkulnya seperti putranya sendiri. Walaupun mungkin dirinya bukan menantu yang baik.Sekarang beliau harus membiarkan Andrean menentukan pilihannya sendiri. Meski rasanya tak rela jika anaknya tidak akan memiliki keturunan. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena untuk menentang pun tak bisa. Hubungan mereka tidak seakrab hubungan antara papa dan anak. Sementara Andrean kembali masuk ke dalam ruangannya diikuti oleh Rozak. Keduanya lantas duduk berhadapan di meja kerja Andrean."Bagaimana tanggapan papamu?" tanya Rozak penasaran. Sebelum menemu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
31
DMCA.com Protection Status