Sekar kembali masuk ke mobil itu dengan kesal. Bahkan, saat aku turun dari tangga dan berniat mengejarnya, mobil itu sudah terlanjur jalan menjauh dariku. Aku hanya dapat menatap kepergiannya hingga mobil itu keluar dari pelataran gedung kantor. “Sekar kenapa, Lang? Dia marah padaku?” tanya Sakina tanpa rasa bersalah. Dia masih berdiri di tempatnya semula saat aku menaiki tangga menuju lobi gedung kantorku itu. Kalau dulu, jelas aku tak akan marah pada Sakina. Tapi kini, aku jadi kesal pada perempuan cantik di depanku ini. Bagaimana bisa dia tidak punya rasa sensitif sama sekali terhadap Sekar. Padahal beberapa hari lalu, Sekar sudah memperingatinya, hingga menunjukkan telunjuk ke hidungnya. “Ada apa kamu ke sini?” tanyaku tanpa basa-basi. Aku sudah merasa tak nyaman lagi dengan kehadirannya. Selain dia datang pada waktu yang tidak tepat, aku pun sudah tak mengharapkan kehadirannya lagi, sejak aku menyadari komitmenku dengan Sekar. Aku laki-laki. Dan aku imam bagi rumah tanggaku
Baca selengkapnya