All Chapters of Bersama Tanpa Terpaksa: Chapter 11 - Chapter 20
92 Chapters
Bab 11
Kata orang putus cinta itu lebih menyakitkan daripada sakit gigi. Namun, banyak yang tidak tahu kalau ditolaknya lamaran kerja oleh HRD lebih menyakitkan daripada dua hal itu.Sakit gigi dan putus cinta rasanya tidak ada apa-apanya dengan melihat email lamaran kerja yang tidak kunjung mendapat balasan atau membaca email penolakan berkali-kali. Rasanya sakit sekali sampai isi dompet meronta-ronta.Saking kesalnya, Devan sampai berguling ke sana kemari di atas tempat tidur, yang berujung jatuh ke lantai. Jatuh dari ketinggian lima puluh centimeter rasanya seperti jatuh dari gedung lantai lima. Sakitnya remuk redam.Devan menggeram, ia butuh udara segar. Dan pilihannya jatuh pada dipan di bawah pohon mangga. Sedikit bodoh memang memilih berada di bawah pohon pada tengah malam. Bukan hanya suasana yang horor, tapi juga akan berdampak pada tubuhnya akibat menghirup banyak gas karbondioksida. Namun sekarang Devan hanya butuh udara dingin malam hari. Berharap bisa menghangatkan hatinya yang
Read more
Bab 12
Eleanora Dei GratiaDia mencintai seseorang apa adanya.Dengan bodoh, dengan tergesa. Melakukan apapun agar seseorang yang dia cintai itu menjadi miliknya. Bahkan ... Ia sampai melakukan sedikit hal-hal licik. Seperti mematikan mcb listrik agar lelakinya tak bisa memasak mi instan dan berakhir menerima makanannya. Selicik itu Eleanora. Dan kalau mau lebih licik lagi, Eleanora bisa, selagi itu bisa membuat Devan, yang dia cintai, menjadi miliknya.Seperti memberikan uang yang banyak kepada Devan. Harapannya laki-laki itu akan semakin terpesona padanya. Mau menerimanya lebih dalam dan menjadikannya seseorang yang spesial.Namun, harapan tinggal harapan. Devan menerima uangnya tapi tidak dengan dirinya. Atau mungkin uangnya juga tidak diterima, hanya belum dikembalikan saja. Perjuangannya tidak berharga di mata Devan."Uang yang kamu kasih itu uang haram, kan?"Pagi-pagi sekali, biasanya Eleanora yang menghampiri Devan, tetapi hari ini Devan yang mendatanginya. Namun bukan dengan raut ba
Read more
Bab 13
"Eleanora yang kasih. Curigaku hasil dari sini.""Anjir, buat apa Eleanora kasih kau sebanyak itu? Bagiii ...."Reflek Devan memukul Rifqi. Bukan itu poin yang ingin dia kasih tahu. "Lihat pi ini berita!" Devan memberikan ponselnya, membiarkan Rifqi membaca berita itu dengan seksama. "Ingat Eleanora habis pergi semingguan kemarin?"Rifqi mengembalikan ponsel Devan. "Jangan suuzan, Van. Mana ada pembunuh cantik?""Ada. Aya Cahaya di novel Kamuflase juga pembunuh bayaran."Balik Rifqi memukul Devan. "Itu novel."Devan berdecak. "Di kehidupan nyata juga banyak pembunuh yang cantik-cantik. Salah satunya ya Eleanora itu." Kemudian Devan menceritakan apa yang ia dan Eleanora obrolkan pada malam itu. Tentang janji Eleanora yang akan menjual organ tubuh orang lain untuk mendapatkan uang yang banyak."Anjir lah." Rifqi menggigit kukunya. "Berarti da kasih uang kau sebanyak itu buat cuci tangan, cuci uang."Devan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung mana istilah yang benar cuci tang
Read more
Bab 14
Devan membungkus Eleanora dengan selimut. Sebenarnya Eleanora bisa melawan, tapi ia diam saja, keenakan dipegang-pegang Devan.Tepat setelah Devan selesai menutup rapat tubuh Eleanora dengan selimut yang hanya menyisakan kepala dan kaki, pintu diketuk.Tukang nasi pecel yang mengantar itu adalah Keenan. Melihat Devan yang membukakan pintu, ia berlagak kehilangan keseimbangan sehingga bisa membuka pintu lebih lebar. Terlihat Eleanora duduk di atas ranjang, mengangguk dan memberikan senyum tipis. Kode kalau Eleanora baik-baik saja. Keenan pun segera pergi setelah menerima uang dari Devan.Sementara itu Devan langsung kembali menutup pintu."Pintunya nggak mau dibuka aja? Kayaknya kamu seneng banget sekarang berduaan sama aku di ruangan tertutup." Eleanora mengulum senyum sambil memainkan matanya, berkedip-kedip menggoda Devan.Devan terdiam, ia baru ingat akan hal itu. Biasanya kalau ada Eleanora di kamarnya, pintu kamar akan selalu ia buka, soalnya takut ada fitnah. Meski baru beberapa
Read more
Bab 15
Devan menatap Eleanora dari ujung kepala sampai ujung kaki. Persiapan Eleanora memang kurang dari satu jam, tapi ia tidak menyangka Eleanora akan keluar dengan penampilan seperti ini. Ia pikir Eleanora akan terlihat feminim dengan dress selutut dan rambut terurai dijepit sederhana seperti cewek cewek kebanyakan saat diajak jalan. Tidak ada yang salah dengan penampilan Eleanora, ia saja yang berekspektasi lebih. Kurang dari sejam lalu Eleanora baru kembali dari kamar Devan. Devan pikir ia akan menunggu lama dan berakhir pergi lebih sore. Namun ternyata Eleanora keluar kamar tepat jam empat sore. Eleanora memakai celana jeans pensil hitam dan kaus putih dipadukan dengan jaket jeans denim, sepatunya sneaker bersol tinggi dan rambutnya diikat asal agak berantakan."Kenapa?”Devan tersenyum lalu menggeleng. Eleanora benar-benar tidak peduli dengan penampilannya bahkan saat ingin menarik perhatian laki-laki. Karena Eleanora sama sekali tidak memakai riasan
Read more
Bab 16
"Aku memang terlanjur mencintaimuDan tak pernah kusesali ituSeluruh jiwa telah kuserahkan ...."Eleanora mencuci pakaian sembari menyanyikan salah satu lagu grup musik Kerispatih dengan judul Bila Rasaku Ini Rasamu. Ia berusaha mendalami perannya yang ditinggal tanpa kepastiaan setelah dilambungkan setinggi langit.Kalau dipikir-pikir, semakin ke sini Devan memang pantai membuatnya naik turun seolah ada di rollercoaster. Membuatnya senang, takut, deg-degan, campur aduk.Sudah lima belas hari kamar Devan kosong, dan Eleanora memilih menempati kamar itu. Berharap Devan segera datang. Namun, hari demi hari kosong itu kian terasa.Pandangan beberapa orang-orang kos, masih tidak menyenangkan tapi Eleanora tidak peduli. Setidaknya orang-orang yang ia anggap teman di kosan itu kini sudah mau dekat dengannya lagi. Eleanora tidak tahu siapa yang meluruskan gosip yang tersebar itu, atau mungkin mereka lihat berita dan tersadar
Read more
Bab 17
17.Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian. Dan setiap kuburan yang Devan lihat pasti langsung mengingatnya soal itu. Devan tidak menyangka, dalam perjalanannya pulang ke rumah malah singgah di pemakaman.Tadinya Devan akan mengajak Eleanora ke rumah orang tuanya. Ipar-iparnya datang, pasti bisa jadi teman Eleanora, setidaknya Eleanora tidak merayakan kemenangan seorang diri.Namun, Eleanora malah minta melewati jalan yang lebih jauh, Devan pikir itu modus Eleanora agar bisa lebih lama memeluknya, rupanya Eleanora minta berhenti di depan pemakaman umum di sebuah desa yang mereka lewati."Sampai di sini saja, ini desa tempat tinggal orang tuaku, rumahnya juga ada di sini." Eleanora turun dari motor dan tersenyum. "Makasih sudah mau kasih tumpangan." Tanpa menunggu balasan Devan, Eleanora masuk ke area pemakaman, masuk lebih dalam melewati banyak makam.Devan tidak langsung pergi, ia mengamati gadis itu dari pinggir jalan. Matanya menangkap kuburan baru yang tanahnya belum ker
Read more
Bab 18
"Menghitung beras, itu menyenangkan, hilang bosanku, hilang waktuku, jadi sia-sia.""Goblok."Devan mendengkus, ia melirik Laki, atau lengkapnya Laksamana Kiran, kakak pertamanya. Orangnya memang sangat laki, postur dan bentuk tubuh, suara, pemikiran, semuanya, tapi takut istri, padahal perbedaan umur mereka empat belas tahun. Kakak ipar Devan lebih muda tiga tahun darinya. Mereka menikah dua tahun lalu, dan sekarang sudah dikaruniai dua anak, satu dari istri pertama, satu lagi berumur setahun dari kakak ipar Devan yang sekarang. Mereka punya cerita yang sulit sebelum akhirnya bisa bersama.Laki mengambil beras yang dimainkan Devan lalu mencucinya. Mereka harus bergerak cepat, tapi Devan malah santai-santai memainkan beras dan bernyanyi. Tak lama Laki kembali dengan berasnya yang sudah di cuci, siap untuk membuat ketupat dan lontong. Mereka menyisihkan dua liter untuk dibuat burasa, lontong bersantan, atas permintaan Nyonya Azalea yang tengah hamil sebulan, sungguh mengagumkan.Sesek
Read more
Bab 19
"Mamaaa! Neneeek!" Eleanora berlari masuk ke dalam rumah dengan beberapa buku tulis tipis di tangannya. Senyum di wajahnya khas ceria anak-anak saat mendapat sesuatu yang besar. "Kamu dari mana, El, siang begini baru pulang?" Mama datang, ikut duduk di karpet, di samping Eleanora. Eleanora melihat jam dinding yang mengantung di atas tv tabung, sudah pukul dua siang. "Hehehe, ikut mereka masiara, dapat ini." Eleanora menunjukkan buku yang ia dapat, lebih dari selusin. Mereka yang dimaksud adalah teman-teman sebayanya. "Kamu ndak perlu sampai segitunya, Nak." Nenek muncul dengan sepiring berisi beberapa potong lontong dan daging ayam, ia memberikannya ke Eleanora. "Makan dulu."Eleanora mengangguk dan memakannya dengan lahap. "Bukunya lumayan, Nek, bisa dipakai sekolah nanti." Eleanora tertawa kecil, lalu melanjutkan makannya. Setiap lebaran Eleanora selalu berusaha keliling dari rumah ke rumah bersama teman-temannya untuk mencari buku. Selain karena menyenangkan dilakukan bersama
Read more
Bab 20
Paling asik dilakukan saat di desa adalah jalan subuh. Menyusuri jalan desa dengan berjalan kaki sembari menunggu matahari terbit. Menikmati sejuknya udara, merasakan derasnya embun yang datang. Walaupun tidak semenyenangkan yang dibayangkan, tapi Eleanora tetap menikmati. Semua itu karena nyeri di perut bawahnya sedikit mengganggu. Saat akan berbelok ke jalan menuju persawahan, Eleanora bertemu Devan yang ternyata juga tengah menikmati pagi. Eleanora tersenyum. "Mau ke mana?" tanyanya semangat.Devan diam tidak membalas, ia melanjutkan jalan ke arah persawahan. Eleanora segera berlari kecil, menyusul, lalu menggandeng tangan Devan yang langsung dilepaskan oleh yang punya. Eleanora tertawa saja, dan tetap ikut berjalan bersisian.Matahari mulai tampak, sinarnya menelisik lewat sela-sela pohon-pohon yang berdiri jauh di sisi kanan jalan. Beberapa orang desa lewat, ada yang berlawanan arah dengan Eleanora dan Devan. Mungkin hanya untuk memeriksa tanaman mereka, sebab masih hari kedua
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status