Bersama Tanpa Terpaksa

Bersama Tanpa Terpaksa

By:  bubukmerica  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
92Chapters
2.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Hidup Devan berubah drastis semenjak kedatangan Eleanora. Tingkahnya yang unik membuat Devan lama-lama jatuh hati, tanpa sadar membawa hidupnya diujung jurang. Ketika nyaris terbunuh karena Eleanora, akankah Devan tetap menerima Eleanora atau memilih meninggalkan wanita itu?

View More
Bersama Tanpa Terpaksa Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
92 Chapters
Bab 1
"Begitu syulit lupakan Rehan apalagi Rehan baik." Devan asik bernyanyi dengan suara yang dibuat mendayu dayu sembari mengelap rambutnya yang basah. Ia baru selesai mandi dan hanya pakai boxer. "Begitu syulit ...." Tiba-tiba Devan dikejutkan dengan pintu kamarnya yang terbuka. Sontak Devan membalikkan badan. "Wow," girang wanita itu. Devan buru-buru menutup burungnya dengan handuk yang ia pakai mengelap rambut. "Siapa kamu? Ngapain kamu masuk ke kamar orang sembarangan." "Yaaah." Wanita itu kecewa dengan tindakan Devan yang menutup burungnya. Lalu ia mendongak menatap Devan, ingat tujuannya mendobrak pintu. "Yang nyanyi tadi itu kamu?” "Kenapa memangnya?” Wajah Devan memerah menahan amarah, plus malu. Bukannya menjawab gadis itu malah memperhatikan tubuh Devan dari atas sampe bawah lalu kembali lagi ke atas. "Badan berotot, suara ngebass, eh nyanyi lagu Rehan, mendayu pula tuh." Gadis itu menutup pintu dan mendekat membuat Devan melotot. "Mau ngapain kamu? Keluar!" "Sayang, p
Read more
Bab 2
"Kamu niat bikin saya kena kolesterol ya?” "Kok kolesterol, harusnya kan diabetes." Devan memicingkan matanya menatap Eleanora, lalu mengangguk. "Pengetahuanmu agak kurang ya, nanti baca-baca lagi di internet, banyak kok." Eleanora tertawa. "Loh benar kan, harusnya diabetes, kan tiap hari kamu kukasih senyuman manis." Ia menangkup wajahnya, bersikap sok imut. Devan mendengkus lalu berdiri, mengisi magicom dengan air. Sepertinya berniat membuat mi instan. Pakai magicom karena tak punya kompor. "Banyak loh kasus orang benci jadi cinta." Eleanora mengedip-ngedipkan matanya. "Kalo kamu terus-terusan benci, benci, benci sama aku, nanti kamu jadi cinta mati loh sama aku." Bibirnya menarik senyum simpul, geli. Namun yang diajak bicara tidak bereaksi, ia sibuk melihati air yang ia masak di magicom. Sudah lima menit belum mendidih. Eleanora gemas melihatnya. Entah berapa lama lagi Devan menunggu kalau magicomnya tidak ditutup. "Udah sih, makan yang ada aja. Malah yang ini lebih enak."
Read more
Bab 3
Menjelang akhir tahun pasti pekerjaan setiap kurir pasti banyak. Diskon-diskon berterbaran di mana-mana. Penjualan online naik, paket yang dikirim makin banyak, Kang Paket makin capek, makin lama pulangnya. Devan menipiskan bibir melihat tumpukan paket yang menggunung. Sudah bertahun-tahun dia jadi Mas Kurir, tapi tetap membuatnya merasa heran tiap kali melihat tumpukan paket sebanyak ini. Memang tidak sebanyak saat ramadhan menjelang lebaran, tapi kalau akhir tahun tetap saja banyak. Devan dan teman-temannya bergerak cepat, memilah paket-paket yang harus segera diantar dan mana yang bisa ditunda. Meski begitu Devan tetap berharap bisa mengantar semuanya hari ini, karena bisa dipastikan besok akan menumpuk lagi. Tidak apa. Demi uang, Devan rela berada di bawah teriknya matahari sepanjang hari. Hujan pun sebenarnya ia tak masalah, yang jadi masalah kalau paket yang dia bawa jadi basah. Nanti bukannya dapat bonus malah potong gaji gara-gara customer komplain. Devan menghela napas ke
Read more
Bab 4
Devan mengacak rambutnya yang masih basah. Malas mengeringkan pakai handuk. "Dari tadi pulangnya kah, Sayang?" Eleanora menaruh ember itu di kamar mandi. "Nggak mau bilang." "Kamu dapat embernya di mana?" Bukannya protes soal Eleanora yang lagi-lagi masuk sesuka hati. Devan malah salah fokus ke ember yang Eleanora bawa. Seingatnya ia baru pulang dan embernya tidak pernah ia taruh di luar kamar. "Di bawah jemuran, kan kamu yang simpan di situ. Habis ngejemur nggak dikasih masuk lagi." Devan mengangguk. Ia tak ingat kapan terakhir kali mencuci dan menjemur pakaian. Rasanya tidak mungkin kalau karena saking capeknya ia sampai ngelindur dan melakukan semua itu. Saat ini mereka sedang diam-diaman. Eleanora sibuk dengan ponselnya, sedang Devan tak tahu mau berbuat apa. Tak lama ia ingat sesuatu, ia harus cari kerja sesuai jurusan kuliahnya. Ia tak bisa kaya kalau hanya jadi kurir terus-terusan. Devan mengambil laptop dan mejanya, lalu duduk di lantai, bersandar di tempat tidur. Berhad
Read more
Bab 5
Belum nikah, bukan penyuka one night stand, bukan juga orang sakit. Tiba-tiba pas baru buka mata setelah tidur semalaman ada wajah cewek tepat di hadapan. Devan terkejut bukan main, tidak teriak, tapi refleks kepalanya membuatnya kesakitan karena terbentur tembok. Sudah setengah jam berlalu, ia sudah wudhu, sudah solat subuh. Harusnya panas di dadanya sudah mereda, tapi nyatanya ia makin tersulut setelah gadis itu bangun dengan tanpa rasa bersalah. "Hehe iya, aku udah duplikat kunci kamarmu dari minggu lalu." Sungguh, kalau makhluk di hadapannya bukan perempuan, sudah pasti ia cakar-cakar wajahnya yang sejak tadi senyum terus. Devan bukan lagi butuh energi sampai harus dikasih gula terus menerus. Bukannya diabetes, dia bisa darah tinggi lama-lama. "Maumu itu apa sih?” Devan menahan suaranya agar tidak membentak. Apalagi ini masih pagi, subuh baru lewat, malah mungkin tetangga kosnya ada yang masih tidur. "Mauku itu kamu. Kita nikah, biar bisa sama-sama terus sama bisa n
Read more
Bab 6
Devan terdiam di depan pintu kamar mandi, badannya masih basah, dengan handuk menggantung di pinggang. Dadanya naik turun, ingin mengamuk tapi tidak tahu sama siapa. Matanya nyalang menatap sosok yang sedang berbaring di tempat tidurnya dengan tangan menutup wajah. Pura-pura bermain ponsel tapi masih mengintip di sela-sela jarinya yang sengaja direnggangkan. Devan mengembuskan napasnya dengan kasar, berusaha mengurai emosinya. Bisa-bisa cepat tua dia kalau terus-terusan marah-marah. Ia mengambil bajunya di lemari dan membawanya ke dalam kamar mandi. Tidak bisa pakai di luar, nanti kesenangan Eleanora melihatnya lebih lama. “Maunya pakai di sini saja, Sayang.” Eleanora sudah duduk saat ia keluar kamar mandi. Cengirannya tak pernah lepas. Devan ingin menjauh dari Eleanora, tapi sayangnya sekarang hari minggu, ia libur. Perkara ia mandi pagi karena semalam ia pulang kemalaman dan malas mandi sebab terlalu lelah. Devan melewati Eleanora begitu saja, mengabaikan gadis itu. Ia keluar
Read more
Bab 7
Eleanora senyum-senyum di belakang Devan yang mondar mandir sejak tadi. Beberapa jam berlalu, tapi kesal di wajah Devan tak juga hilang. Malah makin menjadi. Eleanora tidak yakin kalau Devan cemburu. Mungkin kesal karena ia datang mengacau kesenangannya. Eleanora mengedikkan bahu. Ia memegang pundak Devan dari belakang. "Capek, Sayang. Jangan mondar mandir terus," keluhnya. "Kamu kenapa sih?” Eleanora mendorong Devan agar duduk di tepi tempat tidur. Tak paham dengan Devan. Tidak biasanya lelaki incarannya seperti itu. "Kamu kenapa siiih?" Eleanora bertanya lagi, kini wajahnya dihadapkan begitu dekat dengan wajah Devan. Tapi Devan tetap tidak mau melihat dirinya. Gemas, Eleanora mencubit kedua pipi Devan. Yang akhirnya ditepis Devan. "Saya jengkel." Devan berdiri. Eleanora ikut berdiri. "Jengkel kenapa?” "Jengkel karena saya jengkel." "Hah?” Eleanora yang bingung jadi makin bingung mendengar jawaban Devan. "Ya udah main game lagi gih. Aku balik ke kamarku." Eleanora
Read more
Bab 8
"Sayaaaang." Eleanora muncul dengan melongokkan kepalanya dari balik pintu. Devan yang baru selesai solat menengok sekilas lagi lanjut zikir. Sejak makan malam yang dibiayai Devan waktu itu, Eleanora jadi lebih sering datang dan muncul di hadapannya. Pulang lebih malam, datang lebih cepat. Itu Eleanora sekarang kalau di kamar Devan. Devan mulai biasa saja, tidak lagi takut atau menghindari Eleanora. Devan lanjut dengan ibadahnya, Eleanora sibuk dengan ponselnya di tempat tidur Devan sambil rebahan. Katanya Eleanora sedang datang bulan, untuk sementara tidak bisa jadi makmum Devan. Dan Devan sendiri tidak ke masjid karena kesiangan.Devan melanjutkan dengan membaca Alquran, Eleanora mendengarkan, tak tahu Devan membaca surah apa. Eleanora bukan gadis alim yang paham agama. Bahkan solat pun karena ikut-ikut Devan. Hampir jam enam Devan baru berdiri. Ia sudah mandi jadi sengaja lama-lama. Canggung juga kalau masih subuh Eleanora sudah di kamarnya. "Keluar dulu, Saya mau ganti baju.
Read more
Bab 9
inggu lalu bikin mereka rugi banyak. Gajinya juga tidak dipotong, malah ia diberikan pesangon lumayan. Devan bingung, tapi senang juga. Devan pulang malam kali ini, menyelesaikan tugas untuk terakhir kalinya pakai motor Rifqi. Ia tidak berani memakai motornya sendiri yang tiba-tiba muncul secara misterius. Ia takut ada apa-apa dengan motor itu.Saat menaiki anak tangga, ponselnya berbunyi. Salah satu teman kampusnya menelepon, gadis yang pernah ia taksir dulu. Agak lama Devan membiarkan panggilan itu, ia perlu mengatur detak jantungnya lebih dulu. Ia grogi meski merasa sudah tak punya rasa apa-apa.Devan menarik napas sebelum menyapa. “Assalamu’alaikum, Ra. Ada apa?”“Wa’alaikumsalam, Van sibuk kah?”Devan tidak langsung menjawab, bingung harus bilang sibuk atau tidak. Harusnya sih tidak, karena ia pengangguran sekarang, tapi kalau ditanya capek atau tidak ya pasti capek. “Tidak, cuma ini baru pulang kerja. Kenapa?”Ia penasaran, kenapa wanita secantik Nara yang dulu jarang mengajakn
Read more
Bab 10
Devan terbangun ketika samar samar mendengar suara azan asar yang berasal dari ponselnya. Ia bergegas bangun meski beberapa kali menguap dan menutup mata.Devan berdiri dan bergegas masuk ke kamar mandi lalu mencuci wajahnya dengan brutal. Jika tidak begitu, ia takut akan tertidur lagi. Ia sangat mengantuk saat ini, dan tidur siang adalah rutinitas yang sangat jarang ia dapatkan.Usai mandi dan solat asar, Devan mengaktifkan ponselnya yang sengaja dinonaktifkan sebelum tidur tadi. Selang dua-tiga menit, notifikasi beruntun masuk. Ada beberapa mantan customer yang menanyakan paket pesanan mereka, entah itu pertanyaan kapan sampai, kenapa lama, kapan di antar, ataupun pemberitahuan jangan dulu diantar atau harus di mana di taruh paket itu.Ia membalas satu persatu, mengatakan bahwa ia sudah resmi berhenti jadi tukang paket. Balasnya satu persatu, tapi isi balasannya sama semua hasil copy paste.Tak lama, terdengar suara Rifqi yang memanggil. Devan pura-pura budek karena rencana ia berni
Read more
DMCA.com Protection Status