All Chapters of Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku: Chapter 41 - Chapter 50
133 Chapters
Bab 26A
"Gadis keras kepala. Ayo, pulang!"Pemilik tubuh tinggi tegap di depanku mengulurkan tangan. Aku menengadah, lalu terkejut melihat wajah yang memenuhi ruang pandangku."Di-mas Se-to?"Meski pelan, gumaman itu masih terdengar olehku. Entah kalau sosok di depanku, yang langsung membuatku teringat dengan wajah artis berwajah kalem itu.Bagai dihipnotis, aku menurut saja saat pergelangan tanganku yang terbungkus sweater warna abu diraihnya. Terseok-seok kakiku mengikuti langkah panjang pria berjaket hitam di depanku.Kurasakan tatapan kaum Adam di balik punggung ketika aku bergerak menjauh ke sisi lain ruang tunggu di terminal ini.Di depan sebuah restoran seafood yang sudah tutup, ia menghentikan langkah. Aku sedikit terkejut sebab tak siap. Setidaknya bersyukur kami tidak bertabrakan. Sedikit terengah saat akhirnya aku berdiri tegak, lalu berusaha mengatur napas. Lelaki yang beberapa saat tadi 'menyelamatkan' aku dari tangan usil l
Read more
Bab 26B
"Masa?""Iya. Aku di belakang kamu tadi, masa nggak lihat?"Aku mencoba mengingat penumpang yang memenuhi bus. Kepalaku menggeleng pelan, karena memang tak memperhatikan sekitar.Jadi itu sebabnya ia bisa ada di ruang tunggu yang sama denganku, lalu sigap mengulurkan tangan saat ada tangan jahil hendak meraihku tadi."Nad?""Hem? Kenapa?" Aku bertanya sambil kembali menoleh ke arahnya. Di bawah cahaya lampu, aku dapat melihat raut khawatir di wajah Fajar."Kamu betah di sini?""Di terminal ini? Enggak lah. Aku–.""Nadiraaa … ." Fajar menggeram. Aku menahan tawa melihat reaksi Fajar atas jawabanku. Baru tersadar, belum satu jam duduk bersamanya, aku sudah tertawa berkali-kali.Untuk beberapa saat lamanya, aku terlupa kalau pergi dari rumah dengan rasa kecewa yang teramat besar pada Mas Rudy. Lalu wajah itu kembali membayang, bersamaan dengan momen sebelum aku berangkat ke kota ini."Ap
Read more
Bab 27A
.Taksi yang membawa Fajar kembali melaju meninggalkan gang di depan kos Bu Imas. Aku pun bergegas masuk, dan menemukan Mbak Putri sedang duduk manis di ruang jemur. Ada Mbak Ratna juga. Rupanya mereka tengah bersantai di hari libur ini."Gayamu, naik taxi segala."Celetukan Mbak Putri menyambutku. Rupanya ia melihat aku yang baru turun dari taxi tadi.Aku hanya menjawab dengan senyuman. Kuulurkan almond crispy cheese dan lapis Surabaya pemberian Fajar. Mbak Putri membelalakkan mata sebelum menerima pemberianku."I-ini, kan, mahal. Kok, kuat beli kamu, Ra?"Perempuan yang mengenakan daster selutut tanpa lengan itu terlihat menimang empat kotak cemilan khas kota ini, lalu menatapnya dengan mata berbinar-binar. Tatapannya beralih padaku. Menelisik penampilanku dan bungkus oleh-oleh yang kini berada di tangannya bergantian.Sedikit banyak aku mengerti arti tatapan itu. Penampilan adalah hal pertama yang dilihat oleh senior yang
Read more
Bab 27B
"Alesan aja, kamu! Bukannya habis pulang kampung?""Iya, Bu. Maaf, ya. Nanti saya ambil dulu uangnya."Bu Imas menghembuskan napas kasar, lalu menatapku tak suka. Beliau selalu seperti ini, masih kurang seminggu pun kadang sudah naik dan menadahkan tangan.Seringnya dilakukan pada teman lain. Padaku, baru kali ini beliau meminta. Hem, apa mungkin isi dompetnya sudah menipis. Lalu aku teringat masih menyimpan satu kotak lapis talas. Tadinya mau buat Mbak Yuli. Tapi, baiknya kukasih ibu kos dulu, mungkin bisa melunakkan hati ibu baik di depanku.Gegas aku masuk dan mengambilnya dari atas lemari, lantas mengulurkan pada beliau yang masih menunggu di depan pintu."Ini buat ibu?" tanya beliau dengan pupil mata membesar."Iya, Bu," jawabku. Bibirku melengkungkan senyum melihat wajah beliau yang terlihat riang "Wah, ini kesukaan ibu. Terima kasih, ya, Nadira," ujar beliau dengan semringah, lalu melangkah turun. Eh, si Ibu
Read more
Bab 28A
.Bulan mulai berganti, aku telah pindah ke tempat yang lebih nyaman. Aku mencintai diriku, tak mau hidup dan tinggal di lingkungan toxic lebih lama lagi. Sekarang hidupku lebih damai. Kini, aku menempati lantai dua sebuah rumah besar seorang diri, dan tak lagi berebut kamar mandi. Ada banyak kamar di sini, sebab memang diniatkan untuk kos-kosan. Beberapa kali ada yang menyewa kamar lain, tapi, paling lama dua bulan, sebab pekerjaan mereka yang mengharuskan berpindah kota. Jadilah aku lagi-lagi seorang diri menempati rumah besar ini.Ada dapur kecil di samping kamar mandi, membuatku bisa memasak lauk meski hanya telur orak-arik. Pun sekarang bisa membuat mi instan jika tengah malam lapar dan tak bisa keluar. Rumah yang kutinggali hanya berjarak tiga rumah dari masjid, maka aku lebih sering berjamaah di sana jika telah kembali ke kos. Sekarang lebih punya banyak waktu untuk merenung dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Read more
Bab 28B
Hari Minggu pagi yang sedikit mendung, Yumna datang ke kosan. Meski tak tinggal di kos yang sama, kami berdua masih saling mengunjungi sesekali. Seringnya aku ke sana mengantarkan pesanan rajutan, lalu mengobrol sebentar dan pamit pulang."Mbak, jadi jalan-jalan kita?" tanyanya, begitu kubukakan pintu gerbang."Manut, kamu gimana? Tapi mendung ini."Gadis seumur Salma itu menengadah menatap langit, nampak berpikir sebentar, lalu menghembuskan napas."Jadi, yuk. Aku bosan kalau libur cuma di kamar," ujarnya dengan wajah merajuk."Ya udah, ayo jalan. Ke atas dulu, ya?" ajakku, lalu melangkah ke kamar. Dia mengekor di belakang."Coba aku pindah ke sini, ya."Kudengar ia bergumam di belakangku. Aku menoleh, hingga tatapan kami bersirobok."Jadi, gimana?" tanyaku ingin tau. Ini bukan kali pertama ia mengajukan argumen yang sama. Tapi masih saja menjadi wacana hingga sekarang. Sebenarnya aku lebih senang kos
Read more
Bab 29A
.Aku terhenyak mendengar pertanyaan Fajar. Dulu … dulu sekali, aku pernah mendapat pertanyaan serupa dari seseorang yang tak mau kusebut lagi namanya. Pun dengan kisah yang pernah kami lukis bersama. Aku memang telah menutup rapat pintu hati sejak hari itu. Hari di mana pengkhianatan calon suami dan sepupuku terbongkar di depan mata. Sedikit banyak kejadian tersebut menyisakan trauma. Meskipun demikian, aku bersyukur mengetahui semuanya sejak awal. Entah bagaimana jadinya jika aku terlambat tau, mestinya rasa kecewa dan terluka akan semakin besar saja. Sibuk menghibur diri dengan bekerja, membuat aku lupa dengan romansa.Baru lah tersadar kalau aku telah melampaui waktu selama itu, hampir dua tahun kata Fajar. Benarkah? Untuk beberapa saat lamanya, aku hanya terdiam, sibuk dengan pikiranku sendiri. Kudengar Fajar berdehem, menginterupsi lamunanku. Mungkin dilihatnya aku yang terbengong setelah ia mengajukan tanya."Membu
Read more
Bab 29B
Teringat dengan ceritanya kalau memiliki kakak yang sangat protektif. Apa perubahan wajah gadis berumur sembilan belas tahun itu ada kaitan dengan perginya dari kos ke sini bersamaku? Mengingat selama ini kami berdua belum pernah keluar bersama di hari libur. Seringnya Yumna mampir ke kos pas pulang kerja. Namun, bukankah tadi ia cerita kalau kakaknya sedang kemping bersama teman-temannya, hingga Yumna kemudian merasa bebas dari pengawasan sang kakak?"Kenapa?" tanyaku mengikis rasa penasaran."Emm … kakakku nyariin ke kos," jawabnya dengan wajah murung.Hem, seperti yang kuduga. Eh, cepat juga yang sedang kemping, sepagi ini sudah sampai di kos sang adik."Jadi, gimana? Minta ke sini saja, biar gabung sama kita," tanya dan usulku. "Nggak apa-apa, kan, Jar?" Fajar langsung mengangguk tanda setuju."Iya, Mbak. Sebentar lagi dia nyusul. Dia bakal marah nggak, ya, nggak nemuin aku waktu sampai di kos tadi?"Wajah
Read more
Bab 30A
.Ponsel di genggaman kembali menjerit tak sabar, menyentakku dari lamunan. Detik kemudian, aku tersadar kalau ujung nomer yang tertera di layar, adalah nomer yang sebelumnya digunakan Lila berkirim pesan beberapa saat tadi. Ada apa lagi, ya?"Dasar ganjen kamu, Nadira!" sembur Lila begitu panggilan telepon seluler terhubung."Sudah tau suami orang masih diganggu juga! Mau bales dendam, kamu?!" Aku menjauhkan ponsel, menghindari lengkingan suara dari seberang telepon."Gara-gara kamu, aku ditinggalkan! Jahat ya, kamu, bikin orang terpuruk. Peternakan Mas Damar sekarang bangkrut!" cicitnya lagi.Lucu sekali Lila ini. Mereka yang sedang bermasalah, tapi menyeret orang lain untuk masuk ke dalam masalah mereka. Tidak habis pikir.Tau gitu tadi langsung blokir saja. Ah, sudahlah, setelah ini tak akan menunda lagi memblokir nomernya."Aku nggak ganjen, dia aja yang te
Read more
Bab 30B
"Sayang sekali nggak ada teman ngobrol."Hem, belum tau saja dia, kalau ibu kos yang baik itu sering sekali naik, ngecek ini itu, ngajak ngobrol abcd. Jadi meski sendirian, aku nggak kesepian lah. Malah seneng, punya privasi."Padahal tadi ibu bilang kamarnya ada lima, ya?""Iya, jadi kayak balon, ada lima, rupa-rupa warnanya."Berdua kami terkekeh. Aku kenapa, ya. Jadi eror begini."Terus kalau nggak kerja, ngapain, dong? Di sini sendirian, pisah sama yang punya rumah. Nggak takut kamu sendirian di atas sini, Nad?"Eh, takut? Kenapa nggak kepikiran ke sana, ya?"Enggak lah. Takut apa emangnya?"Sosok yang duduk di sampingku itu menaikkan kedua bahunya."Kalau pulang kerja kan aku ngerajut, jadi nggak bosen juga, Jar. Ya, aku manfaatkan waktu semaksimal mungkin, jangan sampe terbuang sia-sia waktunya.""Hebat, nggak salah aku milih calon istri."Ish, dia merayu lagi. Sudah merah ini pa
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status