Все главы Suami Janda Paling Setia: Глава 31 - Глава 40
106
BAB 31. HUKUMAN
"Benar, Sayang! Ibunya si Sholeh seratus persen benar! Semua yang terjadi pada kita memang berat, tapi kita jadi mengetahui Allah sangat mencintai kita."Kami sama-sama tersenyum, senyumnya begitu lembut penuh cinta. Kucium dahinya lalu kupandang wajah yang yang sangat aku cintai itu. Terimakasih ya Allah telah engkau gariskan jodohku dengannya."Abang berangkat ke Balai Desa dulu ya?" pamitku sambil berdiri.Baru satu langkah, aku berbalik lagi dan mencium perut tipis istriku. "Sayang baik-baik di dalam ya! Ingat jangan bolehkan ibu turun dari ranjang, jika ibu nakal tendang saja, ya!" ucapku pada si Sholeh."Aku belum bisa nendang, Ayah!" jawab Kinanti mewakili si Sholeh.Aku tidak peduli dan terus mengajak si Sholeh ngobrol, "Kalian berdua harus bed rest!" pesanku seolah janin itu bisa mendengar dan merespon yang aku ucapkan."Baik ayah hati-hati di jalan ya," balas istriku kembali menirukan suara anak kecil.Jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh. Aku bergegas menuju becak mot
Читайте больше
BAB 32. HUKUMAN YANG ADIL
Pak RW menjeda ucapannya sejenak karena suara sorakan warga begitu sangat heboh. Entahlah itu sorakan setuju atau hanya untuk meramaikan suasana.Pak Kepala Desa berdiri, walaupun ia tidak bicara sepatah kata pun tapi mampu membuat warga tenang kembali. Pak RW melanjutkan kembali membaca hukuman untuk Bang Panji sekarang."Sedangkan hukuman untuk Panji Trisian. Karena terbukti dialah otak dari rencana fitnah ini dan juga menghasut warga untuk membakar pakaian Alfa dan keluarga, serta membuat warga melawan Pak RW,untuk kesalahan yang ia sengaja, kami memutuskan: Panji Trisian didenda seharga dua ekor sapi kepada korban yaitu Alfa dan keluarga dan dua ekor kambing ke pada kampung setelah anaknya lahir. Ia juga harus pergi dari kampung, tidak boleh menginjakkan kaki di kampung ini seumur hidup! Jika Panji melanggar, warga kampung boleh menghakimi bahkan membunuhnya."Warga kembali bersorak kali ini lebih ramai dan bersemangat, mereka juga bertepuk tangan. Hukuman yang diberikan yaitu me
Читайте больше
BAB 33. ANAK YANG TERKURUNG
"Ngapain tidur di teras?" tanyaku lebih lembut.Dengan wajah mengantuk mereka berdua memandangku. Aku pun menatap mereka menunggu mereka bicara."Kata ibu, pintu Ayah kunci dan kuncinya Ayah bawa. Jadi kami menunggu Ayah sampai tertidur," jelas Mixi. Sedangkan Yura kembali merebahkan badan di lantai, rupanya bocah yang satu ini memang sangat mengantuk.Mendengar penjelasan Mixi, aku langsung mengkhawatirkan istriku."Maafkan Ayah, ya! Ayo kita masuk." Aku melangkah dan membukakan pintu. Ternyata hanya Mixi yang mengikutiku, sementara Yura, ia kembali tidur."Bangunkan Yura!" titahku pada Mixi.Jika aku ayah kandungnya, aku akan menggendongnya saja masuk ke dalam rumah. Tapi balik lagi, aku membatasi kontak fisik dengan mereka.Mixi berbalik dan kembali membangunkan adiknya itu. "Ra!!! Kau bangun tidak? Atau kakak akan menendang mu!" ucapnya dengan keras."Hmm, Kak Mixi, aku tidur di sini saja, sejuk!" balas Yura dengan mata yang masih terpejam. Aku lihat cuaca semakin mendung, angin
Читайте больше
BAB 34. KERONCONGAN
"Ternyata alasan Siska memfitnahmu, itu karena ide dari Bang Panji. Siska hamil anaknya dan Bang Panji berjanji akan menikahinya, jika ia bersedia memfitnahmu," aku memulai ceritaku."Siska hamil?" kaget isteriku. "Lalu kenapa harus memfitnahku? Nikah ya tinggal nikah aja 'kan?"Iya kalau di pikir nggak ada hubungannya kehamilan Siska dengan memfitnah kami. Tapi itu terjadi, ahhh namanya juga manusia. Ada banyak hal di luar nalar yang kadang kita lakukan."Bang Panji ingin mengusir kita, karena ia cemburu. Kau lebih memilih aku dari pada dia," terangku.Sebenarnya aku tahu siapa saja sainganku waktu itu mendapatkan hati janda cantik ini, ada beberapa selain Bang Panji. Tapi yang lain berhenti saat Kinanti menolak.Sesuap nasi lolos begitu saja, aku melanjutkan cerita dan menambah sesuap lagi ke mulutnya. Belum ada tanda-tanda isteriku menolak atau merasa mual. Ceritaku terus berlanjut tentang hukuman yang harus diterima Siska dan Bang Panji.Tanpa sadar istriku makan lebih banyak kare
Читайте больше
BAB 35. PANJI KABUR
Seminggu setelah pengakuan Siska, sekarang mereka akan dinikahkan. Pernikahannya akan dilaksanakan di rumah Siska.Pagi-pagi sekali Pak RW sudah datang ke rumahku. Kami berpapasan di pagar, kebetulan aku sedang ingin mengantar anak-anak ke sekolah. "Mas Al! Acara nikahan Siska nanti pukul sepuluh. Hadir ya!"Entah mengapa ia harus mengundangku, aku rasa aku tidak berkepentingan untuk hadir, tapi bagaimana menolaknya ya?"Hmmm ... gimana ya, Pak?" aku mencoba menolak undangan Pak RW."Sudah hadir sajalah! Saya tunggu!" ucap Pak RW, ia berlalu dengan motornya begitu saja. Rupanya beliau tidak menerimanya penolakan.Karena tidak enak menolak Pak RW, aku pun datang, tidak banyak warga yang hadir, hanya Pak RW, keluarga dekat dan tetangga dekat Siska saja. Warga yang lain tidak ada sama sekali.Aku duduk lesehan bersama bapak-bapak yang lain. Kulihat Siska sangat murung, ia duduk sendiri di meja yang akan menjadi tempat ijab kabul. Sementara Bang Panji belum juga datang.Tidak ada jamuan a
Читайте больше
BAB 36. KELUARGA BANG PANJI
"Kita bawa Bu Nel ke dalam dulu." Kami berempat membantu mengangkat tubuh lemah Bu Nel masuk kembali ke dalam rumahnya.Hasan bergegas membersihkan bangku yang dipenuhi barang berserakan untuk tempat membaringkan tubuh ibunya."Bagaimana awal mulanya tadi, San?" tanya seorang warga.Tetangga yang lain mulai ramai melihat keadaan Bu Nel. Bocah remaja itu menangis."Tadi subuh Bang Panji membuka celenganku, Pak! Ibu memergokinya, mereka berdua ribut hingga Bang Panji memecahkan piring dan gelas, mereka terus berantam. Aku hanya mendengarkan dari dalam kamar. Tak lama setelahnya, aku mendengar Bang Panji membentak ibu,aku ke luar dan Bang Panji mengarahkan parang padaku sambil berkata, aku akan bunuh anak kesayangan ibu!"Bocah itu terlihat kembali menangis, sungguh berat apa yang ia tanggung tadi pagi. Tidak aku sangka Bang Panji sejahat itu pada ibu dan adiknya sendiri.Tetangga yang lain hanya menyimak, lalu Pak Adji menyuruh mereka pergi. "Maaf ibu-ibu sepertinya rumah menjadi panas
Читайте больше
BAB 37. BUKAN PUASA BIASA
Sebulan telah berlalu, akhirnya aku memilih resign dari bengkel Mang Ardhan. Karena aku lebih memilih mengurus istri dan rumah serta anak-anak.Kuputuskan kembali untuk membuka laundry, beruntung warga pun sangat antusias menyerahkan pakaiannya untuk aku setrika. Sekarang aku sendiri yang mengerjakannya tanpa karyawan.Kinanti masih bed rest kubahagiakan pikirannya, kupenuhi semua kebutuhannya. Hari ini jadwal periksa ke dokter, aku dan istriku berangkat setelah anak-anak kuantar ke sekolah.Sampai di rumah sakit, aku pun mendaftarkan namanya. Setelah menunggu cukup lama, terdengar panggilan dari seorang perawat, "Ibu, Syafnita Kinanti!"Kami berjalan ke ruangan dokter, aku memapahnya. Langkahnya pelan sekali, aku dengan sabar berjalan di sisinya.Kami masuk ke ruangan serba putih dan duduk di depan meja perawat yang ada di situ, "Ada keluhan apa, Bu!""Kami ingin periksa keadaan janin kami, terakhir ia sangat lemah, dokter sebel
Читайте больше
BAB 38. BUKA PUASA
Empat bulan telah berlalu, usaha laundry sudah stabil. Aku masih memakai setrika uap, karena menurutku hasilnya lebih rapi dan licinnya juga cepat. Hanya saja harus di tunggu dingin dulu baru aku kemas dalam plastik. Tempat laundryku masih di tengah rumah, hingga sering kali rumah kami terlihat berantakan.Kinanti sudah lebih sehat, sekarang ia kuat berjalan-jalan di tengah rumah dengan perutnya yang mulai terlihat buncit.Aku mendengar suara pintu di tutup disusul langkah kaki isteriku yang mendekat ke arah ku. Ia pasti dari kamar anak-anak, sebelum anak-anak tidur isteriku selalu menemani mereka. Sekarang anak-anak pasti sudah tidur.Aku pun menoleh, lalu memanggilnya, "Sini, Sayang!"Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku masih menyelesaikan setrikaan yang tinggal sedikit lagi."Abang, mau aku buatkan kopi?" tanyanya sambil berjalan pelan ke arahku.Aku masih belum mengizinkannya menyentuh pekerjaan apapun. Memasak, mengepel, mencuci dan lain-lain masih aku kerjakan sendiri
Читайте больше
BAB 39. SIAPA PRIA INI?
Suara Kinanti yang terdengar cemas membuat aku juga ikutan cemas. "Iya, Abang segera pulang!" jawabku di telepon."Bang! Beliin obat penurun panas aja dulu!" ucapnya lagi di seberang sana.Oh ... iya, pertolongan pertama. Aku pun pamit pada Mang Ardhan dan Ongki untuk pulang, aku berteriak pamit juga Teh Yusri, "Teh, aku pulang dulu!"Langsung saja aku gas becak motorku cukup kencang. Aku singgah di toko obat dan membeli sirup penurun panas untuk anak-anak.Sampai di rumah, aku langsung disambut Kinanti. "Obatnya ada, Bang?""Ada! Nih!" Aku menyerahkan obat dalam kantong kresek padanya.Ia pun bergegas, setengah berlari menuju kamar Mixi. "Jangan berlari!!!" teriakku menegurnya.Kinanti langsung terhenti di tempat, lalu berjalan pelan. "Ya ... ampun mentang-mentang sudah merasa kuat, seenaknya saja berlari," desisku yang mungkin tidak terdengar lagi olehnya. Aku tidak akan biarkan si Sholeh kenapa-napa lagi.Seharian ini kubiarkan Kinanti merawat Mixi. Karena sudah sore, aku sendiri m
Читайте больше
BAB 40. THOMAS
Tatapannya yang aneh itu lama dan panjang sekali kepadaku, aku pun melakukan hal yang sama. Setelah cukup lama kami bertatapan dan hanya membisu, ia kembali mengetuk pintu dan mengucapkan salam, "Assalamualaikum!""Apa-apaan pria ini? Kenapa terus mengetuk pintu dan mengucapkan salam, padahal aku di depannya," batinku.Aku kembali menegurnya, "Cari siapa, Bang?""Cari isteriku!" jawabnya singkat. Ia melihat ke becakku yang berisi beberapa kantong pakaian besar. "Kau mau jemput pakaian, ya?"Ternyata dia mengira aku mau jemput pakaian ke rumah ini, pantas saja ia terus-menerus mengetuk pintu dan tidak menghiraukanku.Aku tersenyum menanggapinya, "Maaf! Apa isteri Abang main di rumah saya?" tanyaku, kurasa ia menjemput isterinya, barang kali tadi saat aku di luar ada tamu Kinanti yang datang.Pria itu terlihat semakin mengerutkan dahinya, mungkin ia bingung dengan pertanyaanku. Kami kembali saling pandang, aku mulai curiga sepertinya ada yang salah."Apa Abang salah rumah?""Nggak!" jaw
Читайте больше
Предыдущий
123456
...
11
DMCA.com Protection Status