Todos os capítulos de Terjebak Gairah Sang Cassanova: Capítulo 141 - Capítulo 150

Tubuh Valerie kali ini merespon dengan bebas dan liar, seakan-akan semua belenggu rasa malu dan keraguan telah mencair oleh hawa panas yang memenuhi kamar. Otot-ototnya yang sempat tegang kini melunak, mengikuti alur setiap petunjuk yang diberikan Zane melalui sentuhannya. Nafasnya yang awalnya tertahan kini berubah menjadi desahan-desahan pendek yang keluar tanpa disadari dari bibirnya yang slightly parted.Zane, dengan kesabaran yang seolah tak terbatas, terus melukiskan peta kenikmatan pada kulit Valerie. Ujung jari-jarinya yang hangat dan sedikit kasar akibat pekerjaannya, menjelajah dengan sangat pelan, seperti seorang kolektor yang menghargai setiap inci dari karya seni berharganya. Dia tidak terburu-buru. Sentuhannya dimulai dari pundak Valerie, menelusuri lekuk tulang selangkanya, turun ke lengan, dan kembali naik dengan gerakan memutar yang membuat bulu kuduk Valerie berdiri. Setiap gesekan kulit dengan kulit itu seperti menyalakan sumbu-sumpu api kecil di bawah permukaan kul

Pagi itu mentari seakan tersenyum lebih cerah, menyinari kamar tidur mewah Zane dan Valerie dengan cahaya keemasan yang hangat. Udara segar berhembus pelan dari jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma bunga melati yang mekar di taman bawah. Di balik pintu kamar mandi, suara hair dryer berdengung, menjadi soundtrack pagi mereka.Zane, dengan hanya mengenakan celana pendek yang membuat Valerie harus berusaha keras untuk tidak melirik, dengan penuh konsentrasi memegang hair dryer di satu tangan dan sikat rambut di tangan lainnya. Tapi konsentrasinya terusik oleh kecantikan sang istri yang duduk di depannya. Rambut Valerie yang masih basah terurai seperti sutra hitam yang menyerap cahaya. Setiap beberapa detik, alih-alih fokus mengeringkan, Zane justru memajukan wajahnya untuk mencium pipi Valerie, kiri dan kanan, dengan ciuman cepat dan berisik "smack!"."Zane....!" Protes Valerie, suaranya setengah tertawa setengah kesal. Dia merasakan hembusan angin hair dryer yang sekarang justru

"Kepada seluruh staff, model, designer, dan kepala divisi HD Design Company, diminta hadir sekarang juga ke aula lantai satu."Suara dari speaker itu memecah kesibukan pagi, menimbulkan gelombang keheranan. Kebanyakan karyawan hanya mengangkat bahu dan bergegas mematuhi, tetapi bagi beberapa orang yang lebih peka, ada sesuatu yang aneh dengan pengumuman mendadak ini."Tumben..." seru Moon, matanya menyipit penuh curiga. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di perusahaan ini, dan ini pertama kalinya ia mendengar pengumuman darurat yang rasanya seperti panggilan guru BP di sekolah. "Biasanya meeting dadakan lewat email grup. Ini kok kayak razia.""Natasya, maaf sepertinya kau harus menunggu sebentar," ujar Angela, berusaha tetap sopan meski wajahnya mencerminkan kebingungan. "Aku yakin ini tidak akan lama."Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, suara dari speaker kembali bergema, kali ini dengan penjelasan yang justru membuat suasana semakin misterius."Kami umumkan sekali lagi, acara

Zane terus melanjutkan serangannya. Zane terus menciumi leher Valerie hingga menimbulkan sensasi kesemutan, geli, panas, dan dingin di sana. Setiap sentuhan bibirnya adalah sebuah kontradiksi yang memabukkan, meninggalkan jejak api dan es yang membuat saraf Valerie bergetar. Tidak tahan dengan gelombang kenikmatan yang menerpa, dan Valerie mengerang berkali-kali sambil sesekali menyebut nama Zane. Erangan itu adalah sebuah pengakuan, sebuah doa yang hanya ditujukan untuknya."Ah... Zane!" teriaknya, suaranya parau dan penuh hasrat."Kau suka?" tanya Zane dengan suara yang terdengar sangat sensasional di telinga Valerie. Bisikannya dalam dan bergema, langsung menusuk ke pusat syaraf pendengarannya, membuatnya semakin lemas.Dibuat hampir tidak warisan oleh suara dan sentuhan Zane, "Oh... aku cinta padamu," jawab Valerie dengan ekspresi mendalam. Itu adalah teriakan jiwanya yang paling jujur, keluar dari tempat yang paling dalam, di saat segala pertahanan dan pikiran rasionalnya telah r

Kerutan di dahi Zane semakin dalam saat ia berjalan menyusuri koridor yang sepi. Biasanya pada pukul setengah tiga, kantornya masih ramai dengan aktivitas, namun hari ini sunyi. "Kenapa orang-orang pada pulang?" Zane bertanya-tanya dalam hati saat melihat orang-orang di perusahaannya pada pulang, padahal hari baru menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit. Sebuah keanehan yang langsung menyalakan instingnya bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Zane berjalan sambil melihat jam dan memperhatikan sekitarnya. Langkahnya mulai tergesa, matanya menyapu setiap sudut yang kosong. Perasaan mulai tidak enak. Sebuah firasat buruk menggelitiknya. Zane yakin Belvan pasti sudah melakukan sesuatu untuk membalasnya yang tak kunjung datang padahal sudah berjanji akan segera bergabung di aula setelah meeting dengan pihak perusahaan Italia yang merupakan karangan Zane belaka. Rasa bersalah karena telah berbohong dan menelantarkan rapat besar mulai membayanginya.Dengan tekad yang bulat, Zane yang memp