Semua Bab Dikhianati Mantan, Dinikahi Penguasa Tak Terkalahkan: Bab 211 - Bab 220

Perayaan ulang tahun Clara berlangsung satu hari. Dekorasi dan makanan yang disiapkan Vina hanya untuk sarapan di rumah. Sementara untuk perayaan di sekolah, Vina menyiapkan sesuatu yang berbeda.Karena pusing dengan segala printilan pesta anak-anak, Dylan memilih duduk di pojok dan bermain ponsel. Ia memantau proses mixing atau pencampuran suara-suara dalam rekaman lagu Clara dan Reino.Melalui headphone, Dylan mendengar suara detak jantung bayi-bayinya diiringi suara Clara dan Reino yang berbincang dengan nada. Ia tersenyum sambil menikmati lagu tersebut.“Sayang.” Vina datang lalu mengelus kepala Dylan.Dylan segera mendongak dan tersenyum. “Ya?”“Kami ke sekolah Clara dulu, ya. Sekolah hanya memberi waktu di jam istirahat untuk merayakan ulang tahun Clara.”“Kami? Siapa?”“Aku, Rere dan Rendra. Oh, Rachel juga ikut.” Vina menunjuk keluarganya yang sudah siap berangkat. “Kamu di rumah saja. Takut heboh kalau kamu ikut datang.”Vina lalu bersiap. Clara menghampiri sang daddy dan mem

Vina terdiam mendengar penjelasan dokter. Tangannya dan tangan Dylan saling bertautan erat. Sesekali, Vina tersenyum prihatin pada sang suami yang hanya menghela napas panjang.Sakit tiba-tiba yang sering dirasakan Dylan ternyata bukan gejala kehamilan simpatik seperti yang mereka duga. Dylan akhirnya mengaku sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini kala kegiatannya sangat padat.Namun dengan berbagai suntik vitamin, Dylan dapat menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia pikir hanya kelelahan dan kram otot saja. Setelahnya selalu mendorong dirinya untuk melawan rasa sakit.Tuhan ternyata berkata lain. Tiga hari setelah hari kelahirannya ternyata dokter memvonisnya dengan penyakit serius.“Autoimun yang menyerang persendian ini bisa kita kontrol. Seperti Tuan Dylan bilang, semua gejala yang dirasakan reda oleh vitamin dan olahraga. Itu artinya, tubuh Tuan Dylan masih berusaha memperbaiki sistem tubuh.”Dylan mengangguk mendengar penjelasan dokter. Sedikit banyak ia sudah cukup banyak me

“Sungguh, aku sebenarnya nggak tega melihat raut wajahmu saat aku hanya sibuk mengurusi pesta Clara.”Dylan merengut. “Memangnya wajahku kala itu kaya gimana?”Vina tidak menjawab. Ia menepuk-nepuk rahang Dylan lalu mencium bibirnya. Dylan menyambut dengan suka cita.Vina yang lebih dulu mengurai pagutan mereka. Perutnya yang menempel pada tubuh Dylan bergejolak menimbulkan tonjolan besar.“Sikembar juga mau mengucapkan selamat ulang tahun untuk daddy mereka.” Vina terkekeh sambil menatap perutnya.Telapan tangan Dylan mengelus tonjolan keras tersebut. Ia mengusapnya beberapa kali dan mengerutkan kening saat Vina meringis sambil mengaur napas.Bukannya mereda. Tonjolan lain timbul di samping perut Vina. Kali ini Vina sampai membungkukkan tubuhnya sedikit untuk menahan rasa sakit.“Mau duduk dulu, Chagiya?”“Tidak apa. Mereka memang sangat aktif hari ini. Mau ikut pesta, mungkin.”Dylan menggeleng. Ia berdiri di belakang Vina lalu mengangkat perut besar sang istri dari belakang. Vina b

“Ru—Rumah sakit?” Dylan malah termangu.“Argghh.” Vina mengerang lebih keras membuat semua menoleh padanya.Rere yang paling cepat datang. Ia mengamati keadaan sang kakak lalu membelalakkan mata melihat genangan air di bawah tubuh Vina.“Air ketubannya sudah pecah,” teriak Rere. “Cepat ke rumah sakit!”Wanita yang berkumpul saat ini adalah wanita-wanita yang sudah pernah melahirkan. Mereka mengerti arti teriakan Rere. Dengan sigap semua membagi tugas.Tamara dan Rere langsung membimbing Vina berjalan. Sementara Dylan masih saja terpaku di tempat.“Ayo, ke rumah sakit. Jangan bengong di sini.” Linda menarik tangan adik iparnya.“Ke—Ketuban pecah itu gimana, Kak?” Sambil menyeret langkah, Dylan bertanya pada Linda.“Mau lahiran.”“Hah? Sekarang?” Jantung Dylan berdegup kencang dengan mata membelalak pada Linda.“Lhaa... iya. Makanya Vina minta ke rumah sakit.”Dylan kembali terpaku. Ia merasa belum siap si kembar lahir sekarang. Kenapa tiba-tiba sekali?“Dylaan!!”Teriakan Vina membuyar

Dylan menatap dua mahluk mungil di lengan kiri dan kanannya. Sampai detik ini ia tidak bisa membedakan keduanya. Kepalanya menggeleng-geleng saat Vina menjelaskan si kembar memiliki ciri khas masing-masing.“Yang di tangan kananmu itu yang lahir lebih dulu. Dia sangat aktif. Nyusunya juga sangat kuat. Yang di kiri, lebih kalem, tapi kalau marah lebih menyeramkan dari yang kanan.”Kepala Dylan menoleh ke kanan dan kiri. Saat ini si kembar sedang tidur, jadi bagaimana ia tau mana yang lebih aktif mana yang kalem?“Bagaimana kamu bisa membedakan mereka jika tidur begini, Chagiya?”“Terkadang mereka bergerak kalau tidur, kok. Yang lebih sering bergerak itu yang pertama. Dia juga biasanya yang bangun lebih dulu karena lapar.”Dylan mengembuskan napas panjang. Meski berkali-kali sudah diberi petunjuk, tetap saja ia pusing mengingatnya.Satu-satunya yang bisa membantu hanyalah gelang di tangan si kembar. Yang satu bertuliskan, bayi Nyonya Vina 1 dan bayi Nyonya Vina 2.Dylan jadi memiliki id