“Iya, Mas.” Hanya itu yang bisa Elok katakan.“Jangan bikin malu saya. Paham?” Damar mulai bersuara mengancam.“Iya,” angguk Elok pelan.Setelah Damar pergi, Elok memilih untuk menyandarkan punggung ke bantal. Ditatapnya plafon putih kamar itu. Dia seolah ingin meledak kapan saja tetapi dia berusaha untuk menahannya. Hari itu yang dia lakukan hanya duduk melamun saja. Dia tidak berrniat untuk menghubungi Gilang sama sekali. Dia tidak mau pria itu murka. Saat sore menjelang, Arya dan Rima datang menjenguknya. Mereka hanya berdiri di pinggir ranjang tanpa duduk padahal ada dua kursi yang disiapkan di situ.“Jaga kesehatan kamu,” kata Arya dengan suara tegas tidak mau dibantah. “Jangan sampai tesnya batal cuma karena kamu kurang makan atau pingsan,” tambahnya Arya lagi. Kali ini nada ucapannya mengancam. “Kami enggak mau Anjani nunggu lebih lama untuk donor ginjal,” sambung Rima. “Saya usahakan, Pa, Ma,” jawab Elok pelan.Jawaban itu membuat mata Rima mendelik. “Jangan diusahakan!” b
Last Updated : 2025-06-06 Read more