Semua Bab Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku: Bab 231 - Bab 240

Langit sudah menjingga ketika aku tiba di rumah. Ye Qingyu berduri di depan gerbang dengan kedua tangan terlipat. Wajahnya pun sama terlipatnya, terlihat seperti seekor buaya yang siap menerkam mangsanya kapan saja. Aku berdiri di depannya, tersenyum. "Aku pulang." Ye Qingyu tidak segera menjawab, dia menghela napas berat. "Selamat datang kembali." "Terima kasih karena sudah menungguiku di sini, Ye Qingyu." Aku tersenyum lebih lebar. "Kau terlambat." "Soal itu, maaf …, aku sengaja mampir ke balai obat Jiang Xinxin—""Kenapa? Kau merasa tidak enak badan saat sedang jalan-jalan? Atau mual-mualnya masih ada? Sekarang bagaimana?" Ye Qingyu langsung memotong penjelasanku dan mengomel panjang sambil memasang wajah resah. Aku mendengus. "Aku tidak selemah itu, kau juga tahu, kan? Aku sengaja mampir karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Jadi sekalian membeli beberapa bahan obat." Aku menepis tangannya. "Tapi—""Dengar, Ye Qingyu. Sekarang ini aku sangat sensitif terhadap sentuhanm

"Nyonya Muda." Chunhua memanggilku. Aku tersenyum menatapnya. Wajah Chunhua terlihat khawatir, aku tahu kenapa dia menatapku seperti itu. "Aku baik-baik saja, Chunhua. Sudah kuputuskan untuk membiarkannya sendirian dulu untuk sementara waktu." Aku meraih mantelku. "Dia mungkin barusaja memikirkan sesuatu yang membebaninya. Dia itu orang yang selalu mudah memikirkan sesuatu yang buruk. Terkadang pikirannya sendiri membuatnya menjadi sangat emosional." "Aku sudah sangat mengenalnya meski hanya bersamanya selama lima tahun. Karena dia adalah adik yang kutangani sendiri." Aku tersenyum. "Nyonya Muda, sejak pertama saya mengenal Anda, Anda tidak pernah terlihat seperti benar-benar rela menghabiskan waktu untuk mengurus orang yang selalu menatap Anda dengan penuh kebencian." Chunhua tertunduk. Belakangan dia terlihat baik dan mulai menatap Chuanyan dengan ramah karena kami sudah berbaikan. Tapi semua pikiran buruknya kini kembali. "Dia tidak pernah benar-benar membenciku, Chunhua. Ta

"Chuanyan?" aku menatapnya dengan segenap ketidakpercayaan yang kurasakan. "Aku akan kembali ke rumahku, rumah yang Kakak berikan padaku." Chuanyan menatapku, tersenyum tipis. "Kenapa? Apakah kau tidak nyaman tinggal di sini? Ada sesuatu yang membuatmu merasa tidak nyaman? Atau karena aku melakukan kesalahan?" Sejenak, aku melupakan euforia yang dirasakan keluarga besar atas kepulangan salah satu anggota keluarga mereka. Karena satu anggota yang lain justru memutuskan untuk pergi."Chuanyan …." Aku tertunduk, bahuku berguncang, tak dapat lagi tangis ini kutahan. "Kita baru saja menjadi saudara yang saling menguatkan. Kenapa …, aku harus melakukan kesalahan di saat-saat seperti ini? Chuanyan? Kau bisa mengatakan padaku apa alasanmu memilih pergi?" Chuanyan hanya tersenyum, lalu berkata, "Karena aku sudah bukan siapa-siapa lagi." "Apa yang kau katakan?!" Aku menjerit, bola mataku seperti bergetar, pandanganku memburam karena air mata. "Aku adalah keluargamu! Aku adalah satu-satunya

"Ye Qingyu …, Chuanyan itu, bukan adik kandungku. Marga Zhou yang diberikan padaku ini, bukan milikku. Orang tua yang kuanggap ayah dan ibuku itu …, bukanlah orang tua kandungku." Aku menundukkan kepala. Aku tidak berani menatap wajah Ye Qingyu yang mungkin mulai menunjukkan keterkejutannya. "Jingxi …, apa kau serius?" Aku mengangguk pelan. "Maaf karena sudah merahasiakannya darimu. Aku selalu memikirkan waktu yang tepat untuk mengatakannya padamu, tapi hal besar selalu terjadi sebelum aku sempat mengatakannya." "Apakah karena itu Chuanyan meninggalkanmu?" Ye Qingyu bertanya. Aku terdiam sejenak. "Setelah kau menanyakannya …, kurasa itu hal yang mungkin. Tapi seharusnya Chuanyan belum mengetahui itu."Aku tidak pernah berniat mengatakannya pada Chuanyan, jadi kurasa dia tidak akan tahu. Aku berjalan menuju brankas tempat disimpannya kotak kunci mekanik milik ibu kandungku. "Omong-omong, Jingxi, apa sebelumnya saat kau meminjam peta isyana dariku, apakah untuk ini?" tanya Ye Qin

"Dia sudah terlibat dengan dosaku. Melarikan diri sendirian tidak akan ada gunanya." Yu Yan menyentuh kedua pundak Chuanyan. "Lagipula, dia melakukannya karena mengetahui kesalahan yang dibuat orang tua dan keluarganya." Yu Yan tersenyum. "Jingxi, kau itu putriku, harusnya kau paling mengerti betapa busuknya keluarga gadis ini, kan? Ibunya yang merenggut keluarga kita, neneknya yang merenggut kebahagiaan kita, kenapa kau malah mau melindunginya?" "Dia bukan siapa-siapamu, sedangkan aku adalah ayahmu. Kau paling tahu harus memihak pada siapa, kan?" Yu Yan menatapku. Aku mengepalkan tangan. "Apa yang kau inginkan?" Yu Yan tertawa. "Kalau aku ingin kau memanggilku Ayah?" "Apa pun selain itu." "Kalau begitu, jangan mencampuri urusanku lagi." Aku menahan napas. "Apa maksudmu?" "Aku akan melarikan diri, bersama gadis ini." Yu Yan membelai rambut Chuanyan, dan gadis itu diam saja seolah sudah biasa. "Melarikan diri saja sendirian! Kenapa kau membawa adik—""Kami adalah komplotan k