Jam berdetak, nyaring di antara keheningan ruangan klasik itu. Lampu gantung keemasan memantul di dinding tua yang penuh lukisan usang. Aroma kayu tua, debu, dan parfum maskulin samar mengambang di udara. Megah, namun menciptakan tekanan yang menyesakkan dada.Di tengah ruangan, Lorenzo duduk di kursi kulit coklat gelap—tegak, dingin, nyaris tanpa ekspresi. Jasnya hitam sempurna, dasi terikat rapi, namun tangan kirinya mengetuk-ngetuk sandaran kursi, seperti menahan amarah yang mendidih dari dalam. Sorot matanya bukan hanya tajam—namun juga menuntut. Menilai dan menghakimi.Beberapa meter di depannya, Katherina Alessia Valente terikat kaku di kursi kayu. Rambut panjangnya kusut, wajahnya tampak memar, dan napasnya masih terengah. Ia mencoba menarik napas pelan-pelan, mengatur detak jantung yang menghantam dari dalam dadanya. Tapi semuanya sia-sia. Ia tahu… pria di depannya bukan orang biasa.Matanya menangkap sorot abu-abu dingin itu—dan darahnya berdesir.“Lepaskan aku sekarang juga!
Terakhir Diperbarui : 2025-06-11 Baca selengkapnya