All Chapters of Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh: Chapter 21 - Chapter 30

“Kondisi janinnya sehat, Bu, ini sangat bagus. Hanya saja Ibu jangan terlalu capek. Harus banyak istirahat, jangan angkat barang-barang berat. Saya akan kasih resep vitamin buat Ibu, ya. Nanti bisa ditebus di apotek. Oh iya, satu lagi yang harus Bu Asri ingat, buat hati Bu Asri senang. Maka akan berdampak baik buat janin Ibu,” ujar seorang dokter kandungan.Di sebuah klinik kandungan, Asri tengah memeriksakan kondisi kesehatan kandungannya. Ia sangat bersyukur janin yang ada di dalam perutnya sehat. Berkat asupan makanan bergizi, meminum vitamin tepat waktu, ia dan bayinya benar-benar terjaga. Yang paling penting yang menunjang kesehatan Asri adalah pikiran yang tenang, tanpa adanya orang-orang toxic di yang mengelilinginya.“Alhamdulillah … terima kasih, Bu Dokter. Kalau begitu, saya permisi dulu,” pamit Asri.Setelah menebus vitamin di apotek, Asri pun pulang dengan menaiki taksi online. Ia menatap jalanan yang sedang sibuk oleh aktivitas orang-orang berkendara. Seakan kota itu tida

Suara ketukan pintu itu semakin kencang hingga berubah menjadi suara gedoran. Membuat tubuh Asri semakin bergetar hebat. Rasa trauma itu cukup menghantui dirinya. Apalagi ia hanya tinggal seorang diri di rumah itu.Cukup lama suara itu berlangsung, kini suara itu lenyap dan menyisakan keheningan nan menegangkan.Asri masih tidak ingin pergi dari tempatnya. Tubuhnya seakan menempel pada sofa, dan tak ingin bergerak walau barang sedikit pun.Lama Asri menahan napas karena rasa takut itu menjalari dirinya, kini ia menghembuskannya panjang.Huhhh!Bruk!Baru saja Asri merasa sedikit lega, kini ia dikejutkan kembali dengan sesuatu yang menimpa dirinya.Banyak lembaran uang berwarna merah berserakan di lantai, dari dalam amplop yang telah berceceran keluar. Beserta perhiasan yang sangat Asri kenali.Asri menengadahkan kepalanya, menatap seseorang yang baru saja melempar uang itu ke arahnya.“Mas Ello,” gumam Asri.“Jangan salahkan aku karena telah lancang masuk ke dalam sini. Aku sudah meng

Setelah acara pernikahan kacau, kehidupan keluarga Dirga berubah 180 derajat. Usaha toko pakaian yang bangkrut, Ferdi yang sulit mendapatkan pekerjaan, serta ayahnya yang tidak ada kabar, bahkan sempat dicari di tempat kerjanya, sesuai informasi dari temannya. Namun, sampai saat ini nihil bagai hilang ditelan bumi. Nafkah yang selalu diberikan setiap bulan pun, kini sudah berhenti mengalir.“Sama tahu lagi? Bosan, Mas. Aku maunya sama ayam!” gerutu Debi.Ferdi yang baru saja selesai memasak, mendapatkan protes dari istrinya. Namun, keuangan yang sangat menipis, terpaksa Ferdi hanya membeli lauk seadanya.“Aku sudah capek-capek masak, loh. Seharusnya kamu sebagai istri yang melakukan pekerjaan ini. Makan saja yang ada. Lihat Rani, dia anak kecil saja, tidak pernah protes seperti kamu. Syukuri saja apa yang kita punya. Ingat, kita lagi dalam masa sulit,” sergah Ferdi.Dengan bersungut-sungut, Debi memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.“Sudah, kalian ini hampir setiap hari pasti saja

“Dirga, bukankah itu Asri!” tunjuk Ferdi.Dirga menoleh ke arah yang ditunjuk Ferdi. Benar saja, Asri tengah berjalan kaki sambil membawa kantong kresek berwarna hitam di pinggir jalan.“Tinggal di mana dia sekarang? Apakah dia jadi gembel?” tanya Ferdi.Dirga bergeming, matanya terus mengawasi wanita itu.“Tapi … penampilannya berbeda. Lebih bersih dan terawat,” lanjut Ferdi.“Entahlah, Mas. Aku juga nggak tahu, semenjak Asri pergi dari rumah, aku sudah tidak tahu lagi kabarnya,” jawab Dirga.Kedua lelaki itu sampai tak berkedip melihat Asri. Wanita itu kini tengah telponan dengan seseorang. Cukup lama Asri berbicara dengan seseorang di balik telepon. Wanita itu kemudian menyetop taksi lalu menaikinya.“Dirga, lihat tulisan itu! Apa nggak sebaiknya kamu coba melamar saja di toko pakaian itu?” tunjuk Ferdi ke arah tulisan yang terpampang pada dinding luar toko tersebut.“Membuka lowongan pekerjaan.”Dirga membaca tulisan yang menggunakan huruf kapital yang cukup besar.“Tapi, Mas. Tok

Di sebuah rumah berukuran besar dan megah, Ello menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sikap dingin, ekspresi datar, begitu kentara dengan dipadukan wajahnya yang memang sangat menawan.“Kenapa aku selalu ditakdirkan untuk hidup sendiri? Apakah kebahagiaan tidak akan pernah memihak padaku?” batin Ello.Di kota yang berbeda dengan keluarganya, Ello memutuskan untuk mencari jati dirinya.Rasa sakit yang ia alami sebelumnya, membuatnya nekat menjauh dari keluarga. Namun, bukan berarti hubungan kekeluargaan pecah. Hanya saja Ello membutuhkan waktu untuk sendiri.“Ello, sampai kapan kamu menjauh dari kami? Mami, Papi, Gala, sangat merindukan kamu. Keponakan kamu juga selalu menanyakan keberadaan kamu. Pulanglah, Nak … jangan membuat kami sedih. Sampai kapan kamu menjauh dari kami?”Sebuah pesan masuk ke nomor Ello. Sebenarnya ia tidak tega membaca pesan tersebut. Hanya saja ia ingin menenangkan hatinya setelah hatinya terluka dan mengikhlaskan wanita yang ia cintai bersanding kembali be