Semua Bab MY VAMPIRE QUEEN: Bab 31 - Bab 40

Selvia, dari tebing yang aman, menatap Jean yang semakin gelap, tubuhnya kaku karena ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Jean berdiri goyah di puing gerbang hancur, sayap gelap terkembang lemah, mata hitam-ungu berkedip liar seperti badai akan meledak. Aura kristal ungu-perak berfluktuasi ganas, tubuhnya bergetar – jiwa Lycus berebut kendali dengan jiwa manusia Jean. Udara berat, bau darah dan abu memenuhi Last Paths yang runtuh. Suara raungan panjang dan menyakitkan keluar dari mulut Jean. Suaranya bukan suara manusia, juga bukan suara serigala, tapi campuran mengerikan dari keduanya. Getarannya terasa hingga ke tulang Selvia yang berdiri di tebing. Jean memegangi kepalanya dengan kedua tangan, jari-jemarinya mencengkeram rambutnya sendiri. "Tidak...!" teriak Jean, suaranya terdengar ganda, seperti ada dua suara yang berbicara bersamaan. Satu suara manusia yang lemah dan ketakutan, dan satu lagi suara yang lebih dalam, garang, seperti gema Lycus. "Ini... bukan aku...!

"Selvia... anakku yang bandel. Dan manusia itu... akan bayar nyawa." Amarah Raja Dragneel bergemuruh di aula istana Dracul yang gelap dan megah, bagai kabut darah yang mencekik. Perintah untuk invasi barunya masih menggantung di udara basi. Sang kurir vampir tak berdaya, gemetar tak berani mengangkat kepala dari lantai marmer hitam yang dingin. Dari takhta tulang-obsidiannya, Raja berdiri, mata merahnya menyala dengan tekad membunuh. Waktunya untuk bertindak sudah tiba. Suasana beralih ke sebuah aula besar di kastil perbatasan Transylvania,ruang netral yang dipenuhi ketegangan. Dinding batu berwarna hitam dan merah disinari obor dengan api ungu yang menari-nari. Di satu sisi meja panjang dari batu obsidian, duduk Raja Dragneel dengan jubah hitamnya dan mahkota kelelawar yang runcing. Berhadapan dengannya adalah Raja Draco, berzirah naga merah, mata kuningnya menyala, udara di sekitarnya panas oleh napas naga kecil yang bertengger di

Lycus lenyap ditelan kabut salju tebal yang tiba-tiba muncul. Seolah-olah dia ditarik oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang tidak dapat mereka lawan. Jejak kakinya yang kecil nyaris tertutup oleh hembusan angin yang menggigit. "Lycus! Tunggu!" teriak Jean, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin. Dia menarik syal di lehernya lebih tinggi, menutupi separuh wajahnya, berusaha melindungi kulitnya dari sengatan dingin yang seperti jarum-jarum kecil. Taringnya yang permanen tersembunyi rapat di balik kain tebal itu. Tangannya membentuk kepalan di dalam sarung tangan tipisnya, berusaha menahan rasa beku yang mulai merayap dari ujung jari hingga ke tulang. Selvia mendekatkan tasnya ke dada, berusaha melindunginya dari tiupan angin. "Dia memanggil kita... pasti ada alasan!" serunya, suaranya bergetar sedikit karena kedinginan. Napas mereka membentuk awan putih di udara beku. Malam semakin dalam, dan suhu turun dengan drastis. Salju mulai turun deras, butiran-butirannya menari-nari liar

Ryo melesat mendekati mereka bertiga seperti bayangan hitam yang hidup. Pedang bayangan di tangannya menebas udara dengan desisan dingin, mengarah tepat ke dada Jean. Suara logam berdentuman keras memenuhi gua es ketika Jean, hampir-hampir tanpa berpikir, mengangkat tangannya untuk menangkis. Energi ungu-perak yang tipis, seperti selaput pelindung, berkilat sesaat dari kristal di lengannya. Getaran keras merambat dari ujung pedang hingga ke bahunya. "Dasar manusia!" geram Thorne, tubuh besarnya terdorong beberapa langkah ke belakang oleh gelombang energi yang terlepas. Suaranya menggema, "Ujian Pria Langit telah dimulai!" Dari luar gua, teriakan penduduk desa yang panik memecah kesunyian malam. Suara langkah kaki berdesakan di atas salju, berusaha menjauh dari pusat pertempuran. Butiran salju yang sebelumnya tenang, kini beterbangan liar ditiup angin dan diterbangkan oleh energi yang berhamburan. Ryo berdiri beberapa meter di depan mereka, sosoknya tegak namun seolah tidak menye

Jean hilang kendali. Aura kegelapan yang mematikan menyelimuti seluruh ruang gua es, menelan setiap sudut dalam kegelapan pekat. Hanya dua sumber cahaya yang tersisa: cahaya ungu-perak memancar kuat dari kristal di dada Jean, dan sepasang mata hitam-ungunya yang menyala dengan intensitas menakutkan. Ryo, ninja bayangan itu, justru menyeringai lebar, tatapannya penuh tantangan. Dia seperti pemburu yang akhirnya menemukan mangsa yang layak diperjuangkan. Sayap gelap Jean terkembang penuh, lebih besar dan lebih mengesankan daripada sebelumnya. Angin keras yang dihasilkannya menghancurkan stalaktit-stalaktit es di langit-langit gua, berhamburan seperti hujan beling. Ryo berseru, suaranya menggema di ruang tertutup, "Monster... ayo tunjukkan apa yang kau punya!" Jean menjawab dengan raungan panjang yang penuh kesakitan dan amukaran. Tubuhnya jelas di ambang batas. Suara retakan tulang yang halus tapi nyaring terdengar. Darah segar mulai menetes dari sudut bibirnya dan dari luka-luka yang