Semua Bab Kekuatan Gelang Bintang : Astral Odyssey: Bab 51 - Bab 60

[PERINGATAN: INTERFERENSI SIHIR TINGKAT TINGGI TERDETEKSI.]Renzu terbangun dengan napas tersengal. Keringat membasahi dahinya.Mira yang tidur di dekatnya segera bangun. "Renzu? Kau baik-baik saja?"Renzu menatapnya dengan mata penuh kebingungan. "Aku... aku melihat sesuatu. Kuil yang terkubur. Dan Ordo Senja... mereka juga memiliki pecahan Gelang Bintang."Vale dan Rufus segera bangun setelah mendengar percakapan itu. Elyndor menatap Renzu dengan serius. "Jika kau melihat itu, berarti mereka benar-benar sudah bergerak. Kita harus menemukan kuil itu sebelum mereka lebih dulu mendapatkannya."Renzu mengangguk, masih berusaha memahami penglihatannya. "Ya... kita harus menemukan kuil itu. Sebelum semuanya terlambat."Di kejauhan, di dalam bayangan malam, seseorang lain juga telah menerima pesan yang sama. Ordo Senja kini telah mempercepat langkah mereka.Matahari mulai naik perlahan di cakrawala saat tim Renzu mendekati perbatasan menuju Benua Selatan. Setelah perjalanan panjang melinta

Pemimpin Ordo Senja tersenyum kecil. "Seperti yang kuharapkan. Jika begitu, mari kita lihat apakah kalian benar-benar layak." Dengan satu gerakan tangannya, para anggota Ordo Senja langsung menyerang.Mira berhadapan dengan seorang lawan bersenjata tombak yang gerakannya cepat dan terlatih. Vale sibuk bertahan dari serangan seorang penyihir yang menggunakan sihir bayangan untuk menyerangnya dari berbagai arah. Rufus, seperti biasa, menghadapi lebih dari satu lawan sekaligus dengan senyum penuh semangat.Elyndor menatap pemimpin mereka dengan tajam. "Jadi kau yang memimpin kelompok ini? Apa tujuan kalian sebenarnya?"Pemimpin Ordo Senja tidak menjawab, tetapi melesat ke depan, menyerang Renzu dengan kecepatan luar biasa. Pedang mereka bertabrakan, menciptakan percikan cahaya di tengah kegelapan lorong reruntuhan."Gelang Bintang bukan sekadar artefak biasa," kata pemimpin itu, mendorong Renzu mundur. "Ia adalah kunci bagi sesuatu yang jauh lebih besar. Kau tidak memahami apa yang sedan

Tanpa menunggu jawaban, mereka semua mulai berlari menuju pintu keluar reruntuhan yang kini mulai tertutup oleh puing-puing besar. Renzu memimpin, dengan Vale dan Rufus di belakangnya, sementara Mira memastikan tidak ada yang tertinggal.Saat mereka mendekati pintu keluar, dua sosok dari Ordo Senja muncul, menghalangi jalan mereka. Salah satu dari mereka, seorang pria bertopeng hitam, mengangkat tangannya, menciptakan dinding bayangan."Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup," katanya dengan suara dingin.Rufus menggeram dan melangkah maju. "Sial, kita tidak punya waktu untuk ini!"Renzu menatap Vale. "Kau dan Mira terus maju! Kami akan menahan mereka!"Vale tampak ragu, tetapi Mira menarik tangannya. "Percayalah pada mereka! Kita harus keluar sekarang juga!"Mira dan Vale melewati celah di dinding reruntuhan yang masih terbuka, meninggalkan Renzu dan Rufus untuk menghadapi dua anggota Ordo Senja yang tersisa.Sementara itu, Elyndor masih berdiri di tengah ruangan utama rerunt

Terik matahari menyengat saat tim Renzu mulai memasuki gurun luas yang terbentang sejauh mata memandang. Angin panas berdesir membawa butiran pasir yang berputar-putar di udara, menciptakan bayangan bergelombang di kejauhan. Langit biru tampak membara, tanpa awan yang bisa memberikan perlindungan dari sengatan matahari.Rufus mengelap keringat dari dahinya dan mendesah panjang. "Demi semua hal yang kudengar tentang petualangan epik, ini bukanlah bagian yang kusukai. Aku lebih suka bertarung daripada berjalan di atas pasir yang seakan menelanku."Mira, yang berjalan di sampingnya, menghela napas. "Kita baru beberapa jam masuk ke dalam gurun, Rufus. Jika kau sudah mengeluh sekarang, bagaimana dengan hari-hari ke depan?"Vale, yang memegang peta dan kompas, menyela. "Jangan terlalu khawatir. Aku sudah menghitung jalur yang seharusnya membawa kita ke tempat tujuan dalam tiga hari. Jika kita mengikuti rasi bintang dan tanda-tanda alam, kita bisa menghindari wilayah yang terlalu berbahaya."

Malam turun perlahan di atas lautan pasir, membawa angin dingin yang berhembus lembut di sekitar perkemahan Klan Pasir Hitam. Di tengah api unggun yang berkelap-kelip, Renzu dan timnya duduk melingkar, berhadapan langsung dengan Dakar, pemimpin klan yang baru saja mereka temui setelah pertempuran melawan para bandit gurun. Aura ketegangan masih terasa, meskipun pedang dan tombak telah kembali ke sarungnya.Dakar menyesap air dari cangkir tanah liatnya, lalu meletakkannya dengan tenang. "Kalian petarung yang hebat," katanya, nada suaranya dalam dan penuh penghormatan. "Aku bisa melihat mengapa banyak pihak mulai mencari kalian. Tapi pertanyaannya adalah, apakah kalian cukup cerdas untuk melihat kapan harus bersekutu dan kapan harus bertarung?"Mira menyipitkan matanya, masih tidak percaya dengan bandit-bandit ini. "Jangan bertele-tele. Apa yang kau inginkan dari kami?"Dakar tersenyum tipis. "Langsung ke inti permasalahan, aku suka itu." Dia melipat tangannya di atas meja kayu kasar. "