Heart, please don't be broken (Bahasa Indonesia)

Heart, please don't be broken (Bahasa Indonesia)

Oleh:  Rasa  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat
15Bab
3.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Diselingkuhi membuat Naya memasukkan mantan keparatnya ke dalam buku hitam miliknya. Ia tidak mau bertemu, mendengar nama laki-laki itu. Perasaaannya yang sudah dia tata sedemian rupa, tak ingin ia hancurkan. Namun, Naya mungkin lupa kalau masih ada peluan pertemuan, meski sudah sangat berhati-hati. Bagaimana perasaan Naya ketika bertemu dengan mantan keparatnya? Apakah benar-benar bisa terus tertata rapi, atau malah sebaliknya?

Lihat lebih banyak
Heart, please don't be broken (Bahasa Indonesia) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
imtheluckyone
ceritanya seru
2021-03-02 23:20:03
1
user avatar
Sebtian Dwi P
Semangaat authoor aku tunggu ya updatenyaa
2021-01-02 09:16:36
1
user avatar
Deeta Pratiwi
Ku menunggu kelanjutannya ya thor. semangat
2020-12-05 20:06:31
1
15 Bab

01 | Hari yang sangat 'baik'

Naya buru-buru menghampiri alat pembuat kopi, mematikannya secepat yang ia bisa, lalu memeriksa air di dalam sana. Ia merasa cukup lega karena datang diwaktu yang tepat."Untuk apa kau berlarian seperti itu? Bikin kaget saja!" semprot Sandra yang keluar dari kamar karena mendengar derap langkah yang memburu.Naya tertawa. Ia melepaskan handuk di kepala dan mengusap rambutnya berulang kali. "Mengulang dari awal itu sangat merepotkan, San. Jadi, sebelum terlambat aku harus mematikannya. Kau mau kubuatkan kopi?"Sandra mengangguk. "Ya ya, kau selalu mempunyai alasan. Tidak seperti dulu.""Memangnya dulu, aku kenapa?" Naya mengedipkan kedua matanya, berusaha terlihat polos.Sandra memutar kedua bola matanya malas. "Kau ingin aku mengingatkanmu seperti apa dirimu dulu? Aku tak masalah. Coba kita ingat apa yang kau ucapkan ketika--""Berhenti!" Naya nyengir. "Aku bersalah. Aku tak akan berlari seperti itu lagi, kalau tidak kepepet," katanya menghe
Baca selengkapnya

02 | Menahan

Pot-pot bertebaran hampir memenuhi teras. Bungkus-bungkus tanaman pun tak kalah banyaknya tercecer ke mana-mana. Tampaknya orang yang membukanya terburu-buru, atau memang bukan orang yang rapi."Nay! Mana vitamin untuk akarnya!" teriak Sandra yang sedang membawa media tanam. "Lama-lama, punya otot juga nih," keluhnya menaruh cukup keras media tanam ke lantai. "Nay!""Bentar!"Naya berjalan tergopoh-gopoh, tangannya terlebih dahulu terlihat dibandingkan dengan tubuhnya. "Ini! Bisa sabaran enggak?" tanyanya kesal."Lagian, cari vitamin itu aja masa lama. Kan, di atas rak tv."Sontak saja, Naya langsung berkacak pinggang. Dengan menggerakkan tangannya, dia berkata, "Kamu pikir, tinggi rak di tv itu berapa, hah?""Enggak setinggi itulah," katanya. Namun, ketika Sandra menoleh ke Naya, mulutnya langsung membentuk huruf o. "Aku lupa kalau kamu terlalu tinggi.""Minta dihajar anak ini ya." Naya mengepalkan tangannya, dan pura-pura marah pada
Baca selengkapnya

03 | Kabarnya

Naya mengetikkan balasan komentar calon pembelinya. Salah satu reunitas hariannya, mengecek akun tanaman milik Sandra. Siapa tahu ada pembeli tanaman. Mereka--tepatnya Sandra, Naya hanya membantu--membuka akun itu kurang lebih satu tahun setengah, dan pengikutnya sudah banyak. Promosi yang Sandra lakukan ternyata sangat berhasil. Terlebih dengan tanaman yang akhir-akhir ini sedang banyak digandrungi. Penghasilannya lumayan. Selain itu, Naya juga bekerja di salah satu toko kue. Lumayan untuk menimbun pundi-pundi rupiah dan menambah pengetahuannya. Dia lebih menyukai pekerjaan itu, bertemu dengan banyak orang, dan tidak fokus di depan komputer. Apalagi, teman kerjanya cukup asik.Naya berjalan lebih cepat, dan mendorong pintu ke dalam. Suara lonceng, menjadi penyambutnya."Nay, datang juga kamu. Kupikir kamu enggak akan masuk hari ini," kata Rio yang tengah menurunkan kursi dari meja."Masuk dong. Nanti kalau aku udah kaya, baru aku enggak masuk." Nay
Baca selengkapnya

04 | Kenangan

Tak akan pernah ada yang tahu, apa yang akan terjadi di masa depan. Semuanya terkesan misterius. Apa yang dimiliki saat ini, bisa saja hilang di masa lalu, dan meninggalkan penyesalan yang besar. Rama masih mengamati Naya. Semua kegiataannya saat ini tak dia pedulikan sama sekali. Setelah meminta izin, dia mematikan ponsel. Tak mau ada yang mengganggu; siapa pun itu. Pandangannya masih terarah pada Naya.Mereka begitu dekat, sayangnya dirinya tak bisa menghampiri Naya. Rama belum mau melihat tatapan Naya yang mengatakan betapa bencinya gadis itu padanya.Tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras. Gemuruh yang ia rasakan semakin kuat. Sekali dia lalai, ia takut tak bisa menahan diri. Keinginannya yang kuat akan memaksanya untuk berlari sekarang juga ke arah Naya."Sekarang aku tahu perasaanmu," katanya pedih. "Dulu, kamu melihatku, hanya melihatku, tak berani mendekat jika tak ada izin dariku. Menyakitkan, bukan?" Senyum getir muncul di wajahnya.&n
Baca selengkapnya

05 | Bertemu

Sudah berulang kali, Naya dikenalkan lelaki oleh Sandra. Dari tinggi, hingga pendek, dari yang pendiam, sampai yang cerewet, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak laki-laki yang dikenalkan oleh Sandra, sampai sekarang belum ada yang membuat hatinya kepincut. Pun ada, ketertarikannya hanya sampai kencan kedua setelahnya, perasaan itu menguap tak tersisa. Apa yang sudah terjadi sebelumnya, "Kau kenal dengan Ari? Dia meminta nomer ponselmu."Naya mengernyit, dan langsung menengadahkan kepala. "Ari?" Kernyitan di dahinya semakin dalam ketika mencoba mengingat nama itu. "Ah, aku tahu. Untuk apa dia minta nomerku?"Ari adalah salah satu pelanggan tetap di kafe tempat Naya bekerja, yang ternyata adalah teman Sandra. Berulang kali mereka terlibat pembicaraan santai. Sandra berkacak pinggang. Keningnya mengernyit dalam, dan bibirnya mencebik. "Mau mengerjakan tugas kampus! Ya, kenalanlah. Kau mau aku jambak atau bagaimana?"Naya
Baca selengkapnya

06 | Dia

Pernah suatu hari--entah berapa kali, bayangan akan pertemuan mereka hinggap di kepala. Banyak skenario asing yang  muncul, hingga menimbulkan beberapa perasaan yang berakhir dengan menyedihkan. Naya mengerjap, lalu mengalihkan pandangan, memutuskan apa yang seharusnya tidak dia lakukan.Perasaannya yang mulanya nyaman, berubah drastis. Dia tidak menyangka kalau hari ini mereka akan dipertemukan.Dia mencengkram cangkirnya kuat-kuat, mengertakkan gigi, dan menelan bulat-bulat perasaannnya saat ini. Aku harus terlihat baik-baik saja.  Aku bukan Naya yang dulu. Kehadirannya tak akan pernah mempengaruhiku."Nay, ada apa?"Panggilan lembut disertai dengan tepukan yang tak kalah lembut di tangannya, menyentakkan Naya."Ya? Kau berbicara apa?""Ada apa?" tanya Ari khawatir. "Kita balik saja, aku tak mau kau kenapa-napa." Ari mengeluarkan dompet dan memanggil pelayan."Tak apa?" tanya Naya khawatir.Bia
Baca selengkapnya

07 | Sesal yang tak ada arti

Jika waktu itu, aku tak mengabaikanmu. Cerita kita, tidak akan seperti ini. "Sudah kuduga. Perusahaan G akan mengalami kemajuan. Tahun ini kinerja mereka sangat memuaskan. Inovasi-inovasi yang mereka tampilkan selalu berdampak positif. Aku tak menyesal membeli saham perusahaan itu." Seno terus menerus membanggakan perusahaan G yang akhir-akhir ini selalu muncul di berita.Seno adalah Paman Rama. Saudara Ayahnya. Di antara saudara Ayahnya--tiga bersaudara--Seno-lah yang sering mengunjungi rumah keluarga Rama. Di antara keramaian itu, Rama hanya mengunyah makananannya. Tak peduli dengan berita mengenai Perusahaan G itu. Sekarang, pikirannya dipenuhi oleh satu topik dan satu manusia. Aska. Dia sudah menunggu cukup lama--menurutnya--untuk mendapatkan informasi mengenai sosok laki-laki yang kemarin bertemu dengan Naya. "Apa sekarang aku dipermainkan?" gumamnya. "Rama, kau sedang memi
Baca selengkapnya

08 | Hai

Menyembuhkan patah hati, amat sangat susah. Jangan kau datang dan menghancurkan semuannya."Sandra!" Naya bangun dengan cepat. Telinganya mulai terganggu oleh getaran dan suara yang besar seakan sebentar lagi sesuatu itu akan roboh. Selagi berjalan, Naya menghela napas, berulang kali. Dia tidak menyukai suara ini karena membuat jantungnya berdebar tak nyaman. Suara-suara bising, getaran hebat dan hentakkan keras."Hah. Ini Sandra kemana lagi." Naya buru-buru memegangi mesin cuci. Memeluknya erat--sebisa tangannya--meredam suara itu dengan tubuhnya. Sedikit geli tapi, tak bisa dia lepaskan. "Awas aja tuh bocah balik. Aku kasih pelajaran! Seenaknya kalau ninggalin mesin cuci."Meski kesal, ia mulai merasa nyaman. Dirinya seperti tengah berolahraga untuk mengeluarkan lemak di perutnya."Aw," lirihnya. Kepalanya mendadak nyeri. Selalu seperti ini, jika dirinya mendadak bangun. Sepertinya dia harus beristirahat dulu sebelum menjemur i
Baca selengkapnya

09 | (Tak) usai

Ketika kau menyakitinya, jangan harap akan diberikan senyumanNaya mendorong keras tubuh Rama, hingga mereka berdua saling menjauh. Saking emosinya, Naya hampir limbung."Eh, Nay!""Jangan beraninya kamu sentuh aku!" hardik Naya yang menolak bantuan Rama.Lebih baik aku jatuh daripada nerima bantuanmu! batin Naya.Dia masih tidak terima dengan apa yang baru saja diberitahukan padanya; Aska yang mencari informasinya. Sekarang, Rama mendadak muncul di lingkungan rumahnya. Haruskah dirinya kaget? Naya tak membuka mulutnya lagi, dan menghampiri Rama cepat."Nay, kamu--"Naya menarik gas miliknya dan bergegas membalikkan badan tanpa mau mendengar ucapan Rama. "Dasar cowok gila! Brengsek! Enggak tahu malu!" omelnyaNaya memang sengaja membiarkan suaranya lebih keras, agar orang di belakangnya saat ini mulai berpikir. Setelah putus, dia sudah  berpikir kalau Rama benar-benar tak punya otak.
Baca selengkapnya

10 | Gangguan mantan

Semenjak kejadian Rama yang mendatanginya, Naya semakin waspada. Jika mendengar suara mobil, sering kali, dia menoleh dan menyipitkan matanya. Kepalanya bergerak untuk mencari tahu apakah Rama ada di sana. Kebenciannya pada Rama belum kunjung turun. Itu yang dia tahu ketika melihat muka manusia brengsek satu itu. Setiap kali melihatnya, emosinya mendadak muncul entah dari mana. Padahal, Naya sudah bertekad untuk bersikap elegan, dingin, bahkan sampai tidak berprikemantanan. Kening Naya mengernyit. Matanya langsung menyipit ketika mendengar suara motor yang mendekat.  "Jangan bilang ke sini." Naya mendongakkan kepalanya, mengintip apakah dugaannya benar atau tidak.  Kalau itu Rama, dia tidak akan menjawab sama sekali, atau dia akan memanggil Pak RT. Naya menganggukkan kepalanya berulang kali, puas akan pemikiranya. Suara motor itu berhenti di depan rumah Naya. Sontak saja, bukan hanya melongokkan kepala, Naya malah mengintip dari bali
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status