"Aku tidak selingkuh, aku meneliti." Begitu kata Rayendra, seorang dosen psikologi pernikahan yang sedang membuat jurnal ilmiah bertajuk “Efek Ketidakpuasan Emosional Terhadap Perilaku Infidelitas di Kalangan Pasangan Urban”. Tapi semua jadi rumit ketika subjek penelitiannya ternyata membuatnya benar-benar jatuh cinta. Di satu sisi, Rayen harus tetap menjaga statusnya sebagai suami ideal di mata rekan kampus dan istrinya yang seorang psikiater terkenal. Di sisi lain, ia mulai tenggelam dalam hubungan berbahaya dengan Amel, seorang istri yang menjadi relawan “eksperimen sosial”-nya. Apakah cinta bisa dijustifikasi dengan logika ilmiah? Ataukah justru ilmiah hanyalah kedok dari kebohongan paling manusiawi? Di balik candaan dan teori-teori psikologi yang ia lontarkan, ada sebuah pertanyaan besar yang tak mampu ia jawab: “Selingkuh itu dosa atau kebutuhan?”
View More“Kesetiaan itu bukan hukum alam. Itu cuma kesepakatan manusia.”
Pukul sembilan lewat dua belas. Ruang sidang Fakultas Psikologi terasa seperti ruang interogasi. Bukan hanya karena AC-nya yang dingin, tapi juga karena tatapan para dosen senior yang menilai Rayendra Mahendra seolah-olah ia terdakwa.
Di layar proyektor tertera judul besar:
“Mengapa Orang Bisa Jatuh Cinta di Luar Pernikahan: Studi Eksperimen Keterikatan Emosional.”
Beberapa dosen tampak penasaran, tapi lebih banyak yang gelisah.
“Saudara Rayendra,” suara Pak Heru, Wakil Dekan, terdengar kaku, “apa Anda sungguh serius ingin meneliti... perselingkuhan?”
Rayendra menautkan jari-jarinya di atas meja, lalu mengangguk pelan.
“Isu moral!” potong Bu Lilis, dosen etika. “Penelitian Anda bisa menormalkan pengkhianatan.”
Rayendra mengangkat sedikit sudut bibirnya. Senyum terukur, tidak berlebihan.
Suasana ruang sidang mengeras. Beberapa dosen saling pandang, ada yang memilih diam, ada juga yang justru terlihat menunggu drama ini berkembang.
Rayendra berganti slide. Ia menjelaskan bahwa ia akan membuat platform anonim untuk menghubungkan orang-orang yang merasa tidak terpenuhi secara emosional. Tanpa sentuhan fisik, tanpa janji cinta. Hanya percakapan.
“Keintiman emosional seringkali lebih berbahaya daripada fisik,” ucapnya tenang.
Pak Heru akhirnya menarik napas panjang. “Proposal Anda akan dibawa ke forum etik minggu depan. Tapi... saya pribadi menganggap penelitian ini terlalu berani.”
Rayendra menunduk hormat. “Setiap teori besar selalu dimulai dari keberanian, Pak.”
Setelah keluar, Rayendra berjalan menyusuri koridor kampus yang mulai sepi. Poster seminar lama tentang toxic relationship masih menempel di dinding. Ia pernah menjadi pembicaranya. Ironis, pikirnya, membicarakan toksisitas hubungan orang lain, sementara rumah tangganya sendiri nyaris retak.
Di ruang dosen, ia membuka laptop dan masuk ke aplikasi riset buatannya: EmoLink. Dari luar, aplikasi ini tampak seperti platform konseling online. Tapi di baliknya, ia merancang sistem pemetaan emosi—semacam laboratorium virtual.
Notifikasi baru muncul. Satu peserta baru mendaftar.
Nama: Amelia Larasati
Usia: 29 tahun
Status: Menikah
Catatan pribadi: “Aku tidak butuh solusi. Aku hanya butuh seseorang yang mau mendengar, tanpa menyuruhku kuat.”
Rayendra membaca kalimat itu berulang-ulang. Ada luka yang nyata di sana.
Ia mengetik:
Hai, Amel. Aku Rayen. Aku tidak akan menyuruhmu kuat. Aku cuma akan mendengar, kalau kamu mau bercerita.
Beberapa menit hening. Lalu sebuah balasan muncul.
Amel: “Kamu beneran dosen psikologi?”
Rayen: “Ya. Tapi malam ini aku bukan dosen. Aku cuma orang yang ingin tahu kenapa hati bisa berpaling.”
Amel: “Kamu sendiri pernah selingkuh?”
Rayen: “Tidak. Aku meneliti.”
Rayen menunggu. Jantungnya berdebar aneh. Ia terbiasa menghadapi data, tapi kalimat Amel terasa berbeda. Nyata. Hangat.
Tak lama, Dino—teman sekaligus kolega—masuk dengan dua gelas kopi instan. Ia meletakkan satu di meja Rayen.
“Proposal lo ditolak?” tanyanya sambil duduk.
“Belum. Tapi sudah bikin heboh.”
Dino melirik layar laptop. “Lo bikin aplikasi mirip Tinder demi penelitian? Lo sadar, kan, kalau ketahuan, karier lo bisa tamat?”
Rayen terkekeh pelan. “Bukan Tinder. Ini laboratorium emosi. Gue cari data, bukan pasangan.”
“Data yang bisa bikin lo kebawa perasaan,” balas Dino cepat.
Rayen diam sejenak, menatap keluar jendela. “Kalau penelitian ini berhasil, kita bisa paham kenapa cinta bisa berpindah begitu saja. Itu bisa menyelamatkan banyak pernikahan.”
Dino mendengus. “Galileo aja dipenjara karena idenya.”
Rayen tersenyum tipis. “Tapi sekarang semua orang pakai teleskop.”
Malam semakin larut. Notifikasi EmoLink berbunyi lagi.
Amel: “Kalau nanti aku beneran jatuh cinta... kamu akan tetap jadi peneliti? Atau ikut jatuh juga?”
Rayen terdiam. Jemarinya menggantung di atas keyboard.
Akhirnya ia mengetik:
Kita lihat nanti, Amel. Kadang cinta juga ilmiah. Hanya saja... belum ada rumus pastinya.
Dan malam itu, tanpa sadar, penelitian Rayen resmi dimulai.
"Godaan tidak selalu datang dari ruang gelap atau kesepian. Kadang-kadang ia menyelip di antara meja kerja, tumpukan dokumen, dan sapaan biasa. Yang berbahaya bukan godaannya—melainkan bagaimana kita menutup mata seolah-olah ia tidak pernah ada."—Catatan Rayendra MahendraKejadian semalam sangat membuat hari ini kacau, untungnya kantor ku masih sepi.Setelah menikah dengan Inaya aku memutuskan untuk bekerja pada salah satu perusahaan penulisan seperti Content Writer, Editor, Penulisan Akademis, dengan gaji yang lumayan oke, sedangkan Inaya juga memutuskan hal yang sama yaitu bekerja sebagai asisten pada perusahaan di kantornya.Awalnya kami tidak adaniatan untk bekerja, namun kami sangat ingin membeli rumah untk kami berdua.Ya kehidupan kami berubah sangat drastisAku duduk di meja komputer ku, lalu menatap layar ku, namun aneh, masih saja aku tidak terfokuskan, mengingat kejadian semalam yang begitu menegangkanAku sangat bingung, kenapa kejadian seperti itu bisa terjadi dan kena
"Pagi ini terasa aneh. Bukan hanya karena tubuhku lemas, tapi juga karena pikiranku terisi kejadian semalam—suara, desah, dan datangnya yang membuatku sulit membedakan mana kenyataan dan mana khayalan."masih terasa berat akibat kejadian semalam, tanpa berlama lama aku segera beranjak dari yang benar benar membatk tempat tidurku untuk segera kekamar mandi untuk menyegarkan tubuhku.Seakan masih tidak menyangka, suara desahan Mama Liona yang menggoda, dan tatapannya yang benar benar membuatku terpesonaAku menelan ludah, dadaku terasa sesak oleh keadaan yang amat sulitTiba tiba Liana datang “Kaakkk, masih tidur ya?..aku mau liat dong” suaranya yang teramat lucu khas anak SMA itu mengetuk pintu kamarkuu, dia adik dari Inaya, Bentkan tubhnya cukup dibilang seksi untuk anak seumurannya, badannya tinggi dengan kulitnya yang putih membuat dia sangat cocok untuk dibilang cantik, apalagi ketika ia memakai daster merah muda yang membuat wajah imut nya sangat disukai para pria seumur nya.“Kak
Aku tidak percaya, ternyata tubh mertuaku jauh lebih nikmat dari pada istriku sendiri malam ini aku melepaskan hasrat ku dengan Mama Liona Ibu mertuak sendiri.“Enak banget ma, sampai sampai aku tidak bisa berhenti menggoyang”. Ucap Rayen yang sangat puas malam itu“Kamu juga sangat perkasa Rayen, mama sampai kewalahan, ayo kita lanjut lagi” “Siap ma, kita lanjut sampai pagi”Sedangkan inaya istri Rayendra berselingkuh dengan pria lain**Malam itu sangat dingin, hawa yang sangat menenangkan. Tapi tidak untukku . Aku terjaga malam itu dikamar dengan perasaan dan pikiran yang kacau, seharusnya disebelahku ada istriku yang menemaniku, disaat dingin yang mencengkam ini aku hanya bisa memeluk bantal.Memang 1 tahun ini aku sering bercinta dengannya semalaman. Sekarang benda pusakaku sedang tegang, tapi sekarang aku sendirian tidak mungkin jika aku sampai jajan di luar. Semenjak menikah nafsuku tinggi, apalagi cuaca dingin begini.Rayen mendapatkan pesan sara dari Inaya“Sayang jangan lup
"Cinta sejati bukan hanya tentang siapa yang kita pilih untuk bersama, tetapi juga keberanian untuk telanjang dalam arti yang paling jujur—tanpa topeng, tanpa dalih." —Catatan Inaya Malam itu, kamar sederhana Rayendra berubah menjadi ruang sakral. Bukan karena hiasan bunga atau lilin aromaterapi, tapi karena dua hati yang selama ini berputar dalam lingkaran luka, akhirnya menemukan keberanian untuk berhenti berlari. Inaya duduk di tepi ranjang, jarinya memainkan renda tipis gaun tidur yang baru saja ia kenakan. Ia tampak gugup, sesuatu yang jarang terlihat dari sosoknya yang biasanya kokoh. Rayendra, yang berdiri di dekat jendela, menutup tirai perlahan. Udara malam menyelinap sebentar sebelum benar-benar tertutup, menyisakan aroma hujan yang masih menempel di dedaunan. “Kenapa kamu diam?” tanya Inaya, suaranya lirih. Rayendra tersenyum kecil, lalu mendekat. “Aku takut kalau aku bicara, aku akan terdengar seperti dosen yang sedang memberi kuliah, padahal malam ini aku hanya ingin
Malam pertama bukan hanya tentang hasrat, tapi tentang janji untuk saling mencintai dan menjaga selamanya." —Rayendra, membatin Malam itu, setelah semua hiruk pikuk pesta berakhir, Rayendra dan Inaya akhirnya tiba di kamar suite pengantin mereka. Kamar itu didekorasi dengan indah, dengan taburan kelopak mawar merah di atas tempat tidur dan lilin-lilin aromaterapi yang menciptakan suasana romantis. Di dinding ada tulisan neon berbentuk hati dengan pesan “Selamat menempuh hidup baru, semoga cinta ini abadi “ Inaya merasa gugup sekaligus bersemangat. Ia tidak sabar untuk menghabiskan malam pertama sebagai istri Rayendra. "Indah sekali," ucap Inaya, mengagumi dekorasi kamar. "Tidak seindah dirimu," balas Rayendra sambil tersenyum lembut. Ia mendekati Inaya dan memeluknya erat. "Aku sangat mencintaimu," bisik Rayendra di telinga Inaya. "Aku juga sangat mencintaimu," balas Inaya. Rayendra mencium kening Inaya dengan lembut, lalu beralih ke bibirnya. Ciuman itu awalnya lembut dan penu
Cinta sejati adalah ketika kamu bisa memaafkan masa lalu dan membangun masa depan bersama." —Inaya, dalam hatinya Rayendra membeku di tempatnya, matanya terpaku pada sosok Amelia yang berdiri di dekat pintu masuk ballroom. Jantungnya berdegup kencang, dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Inaya menyadari perubahan ekspresi Rayendra. Ia mengikuti arah pandang suaminya dan melihat Amelia. Ia menghela napas panjang. "Biarkan aku yang bicara dengannya," bisik Inaya sambil menggenggam tangan Rayendra erat. Rayendra mengangguk. Ia tahu, Inaya lebih kuat dari yang ia kira. Inaya berjalan menghampiri Amelia dengan langkah tegap. Ia berhenti tepat di hadapan mantan istri suaminya itu. Amelia menyambut mereka dengan senyum sinis. "Selamat, Rayendra, Inaya," ucap Amelia, suaranya dingin seperti es. "Semoga kalian bahagia... selamanya." "Amelia," sapa Inaya dengan tenang. "Apa yang kau lakukan di sini?" Amelia menatap Inaya dengan tatapan kosong. "Aku hanya ingin melihat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments