"Bagaimana mungkin lukaku akan sembuh jika engkau belum beralih ke duniamu yang sesungguhnya?" Kehilangan memang sesuatu yang menyakitkan. Apa yang dialami oleh Tania dalam novel ini lebih dari apa yang disebut 'sakit'. Berjuang untuk menerima seseorang lalu dengan susah payah berusaha dan belajar untuk mencintai namun pada akhirnya sia-sia: kata sakit tak cukup untuk wakilkan apa yang ia rasakan. Salam Terakhir akan mengisahkan perjalanan hidup seroang 'Anak Timur' yang berjuang seorang diri di tanah rantau, menemukan cinta sejati dan memutuskan untuk menikahi seorang gadis kecintaannya: akankah ia bahagia bersama gadis pilihan hatinya itu? Ataukah justru sebaliknya? Cari tahu jawabannya dalam Salam Terakhir: sebuah novel oleh Mario Bojano Sogen.
Lihat lebih banyak"Aku tahu ini berat namun aku harus bisa memulainya sendiri. Aku tak mau dikalahkan oleh cinta yang telah mengambil dia dari sisiku." (Tania)
Senja yang syahdu. Dengan dibaluti kain tenun pemberian ibunda Mike, Tania berjalan seorang diri ke makam kekasihnya, Mike. Langkahnya terlihat pasti namun ingatannya selalu tertuju pada wajah dan seluruh kenangan tentang Mike. Hati kecilnya meratap. Rasanya belum ikhlas.
Tiga hari sudah Tania berada di rumah Mike. Setelah mendapatkan izin dari orang tuanya, ia berangkat seorang diri ke kampung kelahiran kekasihnya, yang seharusnya akan menjadi tempat masa tuanya bersama Mike bila saja lelaki itu kini masih ada.
Orang-orang yang berpapasan dengannya menyapanya dengan lembut. Dalam hati mereka pun merasa iba melihat kondisi Tania saat ini.
"Begitu cintanya ia pada Mike sehingga ia rela datang dan mengunjungi makam kekasihnya."
Tania dibawa kembali ke kampung halamannya oleh ibunya ketika ia ikut mengantarkan jenazah Mike ke kampungnya. Dan hari ini, dengan hati yang tabah ia menemui lagi kekasihnya yang kini tak bisa lagi terdengar suaranya.
Tania duduk seorang diri di tepi pusara Mike, menyalakan dua belas batang lilin lalu dengan khusuk berdoa memohon keselamatan Mike. Tanpa ia sadari, air matanya menetes dan membasahi pipinya.
"Aku telah mengikhlaskanmu, sayang. Berbahagialah di rumah abadimu dan jadilah pendoa ulung bagiku," bisik Tania lembut sambil tangannya mengusapi nisan Mike.
Lagi-lagi air mata Tania jatuh tanpa diundang. Isak tangis Tania seorang diri di samping pusara kekasihnya pertanda ia sesungguhnya belum sanggup menerima semua kenyataan ini. Mike tentu saja mengetahui hal itu. Kekasihnya berbohong.
Setelah ini Tania berencana untuk kembali ke Jakarta seorang diri. Ia akan melanjutkan hidupnya di kota itu, kota yang penuh dengan segala kenangan indah tentang dirinya dan Mike.
"Aku pamit, sayang. Maafkan aku karena tak bisa lagi mengunjungimu di makammu ini. Tapi kau tahu, bukan? Kamu akan selalu hidup dalam hatiku," kata Tania lagi, mungkin untuk sementara itu adalah salam terakhirnya untuk Mike, kekasihnya.
Andai saja waktu itu ibunya tak melarangnya, mungkin saat ini Tania bukan lagi hanya sebatas kekasih melainkan seorang istri, seorang janda muda yang ditinggal pergi oleh suaminya sehari sebelum pernikahan mereka. Ia telah bersih keras untuk tetap menikahi Mike meskipun lelaki itu terbaring kaku dalam keadaan tak bernyawa.
* * * * *
Di ruang tunggu bandara, ibu, ayah dan adiknya telah menantinya. Tania mengenakan baju dan celana berwarna hitam. Sarung tenun pemberian Ibu Mike pun tak lupa ia kenakan; sepanjang perjalanan ia terlihat seperti seorang perempuan dewasa ketika mengenakan sarung tenun.
Ayah dan ibu memeluknya. Sang adik meraih tas koper dan menentengnya. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Ayah dan ibu tak menanyakan apa-apa. Mereka tahu, putri kesayangan mereka masih terpukul dengan peristiwa ini. Mereka membiarkan Tania beristirahat di dalam mobil taksi.
"Apakah Ibu dan Ayah nemikirkanku?" Tanya Tania memulai percakapan.
Sang ibu dan ayah saling berpandangan. Raut wajah kebingungan nampak jelas terlihat disana. "Apa tidak salah Tania mengajak kita berbicara? Bukankah ia selalu diam tanpa mengatakan apapun sejak kepergian Mike?" Tanya ibu Tania di dalam hatinya.
"Menurutmu Ibu dan Ayah tak perlu melakukannya? Bagaimana mungkin kami bisa tenang kalau kamu pergi seorang diri dengan keadaan hati yang sedang kacau?" Maria, ibunya bertanya balik lalu kembali memandangi wajah suaminya, Yosep.
"Ibu pernah mengatakan padaku bahwa hidup harus terus dilanjutkan, bukan?"
Mendengar itu, Maria dan Yosep semakin bingung kali ini. Keduanya saling beradu pandangan tanpa sepatah kata pun yang terucap.
"Aku akan kembali ke Jakarta dan melanjutkan hidupku seorang diri."
Ayah dan ibunya lagi-lagi dibuat bingung oleh perkataannya. Namun Tania tak pedulikan apa yang dirasakan ayah dan ibunya saat ini. Ia menyenderkan kepalanya lalu memejamkan matanya. Dan untuk kesekian kalinya, air matanya kembali jatuh dan membasahi pipinya. Ayah dab ibunya hanya diam dan saling berpandangan.
Tania tahu, ayah dan ibunya pasti sangat khawatir dengan situasi dan kondisinya saat ini. Namun ini adalah kesempatan baginya untuk melanjutkan hidup dan melatih dirinya untuk bisa hidup sendiri tanpa Mike.
"Kehilangan bukanlah sesuatu yang mudah untuk kita terima."
* * * * *
Tania masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya seolah-olah ia tak mau diganggu. Ia meletakan kopernya ke atas lantai lalu berjalan perlahan-lahan menuju tempat dimana terpajang bingkai foto dirinya dan Mike.
Ia menatap tajam wajah kekasihnya yang sedang tersenyum bahagia. Tanpa sepatah kata pun. Membisu.
"Terima kasih, sayang. Aku telah tiba dengan selamat," katanya pada Mike yang sedang tersenyum dengan senyum terbaiknya.
Tania meraih kembali kopernya, membukanya dan hendak mengeluarkan isi pakaian kotornya dari dalam koper itu.
Namun...
Matanya terbelalak kaget. Tangannya gemetar ketika meraih secarik kertas yang ia temukan di dalam tas kopernya; di antara pakaian-pakaian kotornya.
Kedua kakinya terasa lemas, tak sanggup berdiri lagi. Ia terjatuh lalu terduduk ke atas lantai. Ia menangis sejadi-jadinya sambil menutup mulut dengan sebelah tangannya. Sesuatu yang sulit dipercaya namun nyata di hadapannya. Secarik kertas berisi tiga bait puisi yang sangat menyayat hatinya.
"Apa maksudnya ini, Mike?"
Tania semakin menangis sejadi-jadinya. Ayah dan Ibunya berlari dengan segera dan membuka pintu kamar Tania tanpa mengetuk.
"Kamu kenapa, Tania?" Tanya Maria, ibunya dengan segera setelah duduk di samping Tania dan langsung memeluknya dengan erat.
Tania tak mengatakan apa-apa. Ia menyenderkan kepalanya pada bahu ibunya dan membiarkan ibunya memeluknya. Sang ayah meraih secarik kertas itu dengan cepat lalu memainkan bola matanya disana, membaca seluruh isi tulisan pada kertas itu.
"Bagiamana mungkin ini bisa terjadi? Kok bisa, ya?"
Ibu Maria pun penasaran lalu merampas kertas itu dari tangan Yosep, suaminya. Pelukan pada putrinya pun semakin kuat. Ia ikutan menangis bersama putrinya setelah matanya selesai melafalkan satu per satu isi tulisan pada kertas itu.
"Ini beneran Mike yang nulis sendiri?" Tanya ibunya heran.
Dear Tania
Dari matamu aku menemukan cinta...
Dari hatimu telah kutemukan tempat paling nyaman
Mata yang selalu membuatku merasa berharga
Hati yang selalu memberiku tempat untuk terus tinggal bersamamu
Andai saja waktu dapat kuputar kembali
Aku hanya ingin menjadi lelaki paling beruntung
Andai saja waktu tidak memisahkan kita
Aku hanya ingin berdiri di hadapanmu saat ini
Lalu dengan yakin mengucap kata paling cinta ...
Untukmu perempuan yang telah memberiku cinta
Aku ingin hidup dan menua bersamamu
Aku ingin mati di sisimu
"Bagaimana mungkin seseorang yang telah tiada meninggalkan secarik kertas untuk kekasihnya yang masih hidup?"
Seisi kamar menjadi hening seketika. Hanya suara isak tangis Tania yang terdengar. Juga ibunya yang ikut menangis sambil memeluk erat putri semata wayangnya.
"Bu, Mike masih hidup. Ia masih disini. Ia tak mungkin meninggalkanku. Ia sangat mencintaiku. Aku tahu itu, Bu."
"Aku hanya ingin menjadi lelaki paling beruntung setelah memperjuangkan dirimu"Mega dan Kevin saling berpandangan. Begitu juga Mike, ia memandangi sepasang kekasih itu lalu kembali menunduk, berpura-pura memainkan handphonenya agar tak memperlihatkan kegugupannya.Mike masih tenang di tempatnya. Mega mengeluarkan sesuatu berukuruan kecil dari dalam tasnya. Ia lalu memberinya pada Mike. Mike bingung menerima sesuatu yang dibungkus dengan kantong berwarna hitam itu.Mike mengernyitkan dahinya. Ia mencoba menebak apa isinya karena ia sendiri tidak meminta Mega untuk membawa apa-apa. Kevin memandang ke arah Mega dengan penuh tanya. Mega menangkap jelas maksud tatapan itu. "Kue ulang tahun," bisik Mega.Kevin mengangguk kecil. Mega sengaja memesan kue itu tadi pagi sebelum Kevin dan Mike tiba di kostnya. Ia sengaja tak memberitahukan ini kepada Kevin. Ia melakukan itu untuk Mike, sahabat dan saudaranya itu. Mike memandang ke arah Mega setelah mengetahui isinya. Mega hanya mengangguk.Mike
"Dan aku merindukan keluargaku: merindukan ibu, ayah dan juga adikku yang berada di kampung"Suasana rumah ibu Icha begitu ramai siang ini. Banyak pekerja pabrik yang mampir untuk makan siang. Tania sudah kembali dari tugas penelitiannya—sedang duduk bersama ibu Icha, pak Ujad dan juga si Hari yang baru pulang sekolah. Mereka sudah siap untuk makan bersama siang—inimenikmati nasi kuning buatan ibu Icha dan merayakan ulang tahun Tania.Tania mengatupkan tangan, membuat tanda salib lalu berdoa sebelum makan. Handphonenya tiba-tiba berdering sesaat, menandakan sebuah pesan masuk.Tania meraih dengan cepat setelah berdoa, membaca dan langsung memencet item bergambar video pada layar. Tetapi orang yang ia video call tak menjawab teleponnya. Ia meletakann kembali handphonenya. Mungkin Mike sedang sibuk, pikirnya."Sok eneng, diambil nasinya. Maaf yah eneng, ibu cuman bisa masak nasi kuning doang," kata ibu Icha menawarkan Tania untuk mengambil nasi."Terima kasih, Bu. Ini sudah sangat istim
"Aku ingin menjadi yang paling hangat bagimu. Aku ingin menjadi yang paling tenang di telingamu"Seperti biasa Tania bangun dan membantu ibu Icha di dapur—menyediakan sarapan bagi mereka sendiri dan juga untuk jualan ibu Icha hari ini. Hari ini ibu Icha menyediakan sebuah menu spesial. Ibu Icha memasak nasi kuning untuk makan siang mereka.Tadi malam ketika sedang duduk menonton televisi, Tania sudah mengatakan pada ibu Icha bahwa ia akan berulang tahun besok. Tania memberikan selembar uang seratus ribu kepada ibu Icha untuk membeli keperluan masak. "Tania gak bisa bantuin ibu ya, Tania mau siap-siap pergi dulu bu," kata Tania setelah selesai mengupas bawang."Iya eneng, ibu mah teu nanaon. Enang pergi aja. Nanti siang baru kita makannya rame-rame ya," jawab ibu Icha.Tania lalu bergegas ke kamar, menyediakan buku-buku dan beberapa lembar kuisioner untuk penelitiannya. Ia akan melanjutkan penelitiannya ke beberapa rumah yang belum ia singgahi kemarin.Baru saja Tania melangkahkan kaki
"Mendoakanmu adalah caraku memelukmu dari kejauhan"Mike tengah duduk di meja piketnya. Ia meraih handphonenya dan membaca sebuah pesan dari Kevin - sebuah foto selfie dirinya dan Mega sedang duduk di meja makan.Mike tersenyum membaca caption yang ditulis sahabatnya itu. Pikirannya menerawang jauh ketika memandang bangunan tinggi lainnya di seberang jalan.Sebentar lagi Tania berulang tahun. Hanya tersisa hitungan jam saja namun gadis itu sedang tak berada di Jakarta. Mereka dipisahkan oleh jarak dan waktu."Apa kabarmu hari ini, Tania? Semoga harimu menyenangkan. Semangat, kamu tidak sendiri. Doaku selalu bersamamu. Aku merindukanmu."Mike memainkan jarinya pada layar lalu mengirimi Tania sebuah pesan. Dengan begitu percaya dirinya ia mengungkapkan kerinduannya padahalnya, gadis itu masih belum resmi menjadi kekasihnya. Sebentar lagi. Tunggu saja.Mike lalu menelepon Kevin, sahabatnya yang sedang berdua bersama kekasihnya, Mega. "Halo, bro. Jangan iri ya. Kami tidak bisa mengajakmu,
"Genggam erat tanganku dan jangan kau lepas. Aku akan semakin mencintaimu setelah ini. Percayalah."Pagi-pagi sekali Tania sudah bangun, membantu Ibu Icha memasak di dapur. Selain menyiapkan sarapan untuk pak Ujad suami ibu Icha dan Adhari anaknya, mereka juga masak untuk para pelanggan bu Icha yang bekerja di pabrik.Rasanya sudah lama sekali Tania tidak melakukan aktivitas itu lagi. Selama hidup di Jakarta, ia tak pernah memasak sebanyak ini. Makan pun selalu dibeli dari warung, sesekali memasak sendiri di kost tapi itu juga hanya sayur dan ikan.Tania tak lupa juga mengabari Novy, temannya bahwa hari ini ia akan melakukan penelitiannya. Semalam setelah sampai, ia lupa mengabari Novy karena saking seriusnya mengobrol dengan keluarga barunya."Eneng, hampura ibu teh teu bisa temanin eneng," kata bu Icha di sela-sela menyediakan sarapan ke atas meja.Tania hanya mengangguk kecil. Ia memang tak harus mem
Setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan, Tania akhirnya tiba di tempat tujuannya, Desa Margaluyu. Waktu kira-kira pukul 16.37 WIB.Berkat bantuan salah seorang teman kampusnya yang merupakan putri kelahiran Desa Margaluyu, Tania akhirnya bertemu dengan Kepala Desa setempat dan dia akhirnya diantar oleh istri bapak Kepala Desa menuju rumah Ibu Icha Nur Aida, salah satu tetangga dari Novi, temannya.Perjalanan yang melelahkan namun terbayar lunas dengan sambutan hangat dari keluarga Ibu Icha. Ibu Icha adalah seorang ibu rumah tangga, usianya 56 tahun. Ia tinggal bersama suami dan seorang anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMA. Suaminya bernama pak Ujad Sudrajad.Mereka memiliki sebuah warung nasi yang menjadi tempat langganan para karyawan pabrik susu, PT. Nusantara Agri Sejati Dairy Farm. Jarak pabrik susu itu tak jauh dari rumah ibu Icha - hanya melangkahkan kaki sekitar tujuh langkah, kita sudah menginjakkan kaki di area pabrik s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen