My Husband is an Idol

My Husband is an Idol

Oleh:  Meimei  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
40Bab
2.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Vian adalah seorang idol populer, ia menyukai Karin tetapi gadis itu hanya menganggap sahabat. Di saat perasaan makin dalam, tetapi gadis itu malah menghindar. Namun karena suatu hal Karin dan Vian kemudian menikah

Lihat lebih banyak
My Husband is an Idol Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Meimei
Laaaslllaaaa lllaaaa llaaas yeeesss yesss
2021-10-01 14:34:42
0
user avatar
Adny Ummi
Mangats, Thoorr!
2021-09-28 10:39:54
0
user avatar
Rai Seika
Semangat ya say kita berjuang bersama.
2021-09-21 22:32:25
0
user avatar
Ditarina
Malah karinnya jadi kayak pembawa sial gitu ya hahaha tapi entah siapa tahu cerita selanjutnya seru eh gak sadar tadi sampe bab 4 bacanya. Biasanya cerita berbau idol gini udah males bukanya. Makasih...cerita ini beda!
2021-09-21 17:53:24
0
40 Bab
Satu
Satu  "Vian *oppa, wo ai ni, saranghae* !" Teriakan-teriakan tersebut terdengar lumayan keras dari para gadis yang tengah berkerumun di halaman luas nan terbuka tersebut. Namun, tidak hanya di sana. Di sebuah rumah, di depan layar televisi, seorang gadis juga meneriakkan kata-kata yang sama.  "Vian oppa, saranghae, saranghamida. Vian oppa, my honey, bunny, sweety, love you very much ...!"  BUGH! Sebuah bantal berukuran besar melayang dan menimpa wajah gadis tersebut.  "Berisik amat sih!" keluh seorang gadis lain yang duduk tidak jauh dari gadis itu."Norak, lihat orang di layar aja teriak-teriak. Mending di sana kedengaran, kalau di sini, gak bakal juga dia dengar, kecuali dia punya pendengaran super."   "PARK KARIN!" gertak gadis yang tadi berteriak-teriak tersebut sambil menatap tajam pada gadis yang baru menegur."Kamu itu sirik amat, sih. Kenapa? Kamu nggak suka Vian oppa? Kamu hatersnya, ya?"  &nbs
Baca selengkapnya
Dua
  "Apa kau marah padaku? Benar juga, aku seharusnya tidak bertanya begitu. Kau sudah pasti marah dan kecewa sekali padaku," ucap Karin.    "Karin, mana mungkin aku marah padamu? Kau adalah orang terdekat dan orang yang paling berarti untukku," ucap Edwin.  "Tapi kau pasti kecewa padaku."  "Tidak," ucap Edwin sambil membelai kepala Karin."Aku yakin yang terjadi adalah bukan salahmu."  Karin menghela napas perlahan."Tapi aku tetap merasa bersalah. Aku sudah menghancurkan proyek penting ini."  "Karin, kau tahu apa yang paling aku khawatirkan? Kau terluka seperti sekarang ini. Aku tidak mau mrlihatmu terluka."  Karin tersenyum. "Ini hanya luka ringan. Aku baik-baik saja."  "Kau ini harus menjaga dirimu. Jangan membuat aku khawatir lagi!"  Karin bangun dari tidurnya dan menghormat.  "Siap, Bos!" serunya. Edwin tersenyum dan mengacak rambut Karin. Tanpa
Baca selengkapnya
Tiga
  "Dia adalah seorang perancang bangunan. Jangan khawatir, saya akan mengatasi dia," ucap Jason, asisten Vian.   Vian menatap ke layar di mana foto Karin terpampang jelas. "Tidak perlu, aku akan melakukannya sendiri."  "Tapi ...."  "Ini adalah balas dendamku. Aku yang akan menangani sendiri."***  Karin sedang sibuk merancang maket di kantornya saat Edwin berjalan masuk.   "Pekerjaan yang bagus. Kau melakukannya dengan baik," puji pria itu.  "Sebaiknya kita tidak bertemu berdua saja seperti sekarang. Aku tidak mau Anna marah lagi padaku," sahut Karin yang terus melihat pada maket di depannya. Ia tidak menoleh sedikitpun pada Edwin.  "Karin, aku sungguh menyukaimu," ucap Edwin sambil meraih tangan Karin.  "Edwin, aku sudah bilang aku hanya menganggapmu teman. Teman yang sangat baik. Aku tidak mau merusak persahabatan kita dengan perasaan lebih dari itu."&
Baca selengkapnya
Empat
   Karin datang ke restoran untuk bertemu dengan Vian. Ia melihat pria itu tengah duduk dengan topi dan kacamata hitam. Awalnya ia tidak mengenali jika Vian tidak melambaikan tangan lebih dulu. Di depan pria itu, hanya tersaji sebotol air mineral. Tampaknya meski karir mengalami kemunduran, menjaga penampilan tetap menjadi hal utama bagi pria itu.  Karin segera duduk di hadapan Vian. Ia merasa lega. Pertemuan di tempat umum seperti sekarang lebih nyaman daripada di tempat tertutup seperti kantor Edwin kemarin. Yang mengatakan Vian pria yang sopan, maka menurut Karin itu adalah bohong belaka. Pria itu bahkan berani bersikap kurang ajar padanya di kantor itu.  "Apa kau ingin memesan sesuatu?" tanya Vian sambil tersenyum ramah.  Karin menggeleng. Ia kemudian segera membuka tas hitam yang dia bawa. Tangannya terulur untuk mengambil sketsa. Akan tetapi, Vian yang telah berdiri di depan gadis itu, membungkuk dan memegang tangan Karin. 
Baca selengkapnya
Lima
  "Kau ini sedang apa?" tegur Karin sambil berusaha melepaskan rangkulan Vian di pinggangnya."Jangan macam-macam atau aku keluar dari proyek ini!"  Vian melihat gadis itu sesaat kemudian mengangkat bahu dan melangkah pergi. 'Ada apa sih dengannya?' gerutu Karin dalam hati.'Seenaknya saja main rangkul pinggang orang.'  Vian yang melangkah menjauh juga merasa kesal. Entah apa yang terjadi padanya, saat Karin berbicara dengan pria lain, ia merasa tidak senang. Karena itu, tanpa pikir panjang, ia langsung menghampiri dan meraih pinggang gadis itu.  'Pikiranku pasti sudah kacau. Setelah proyek ini selesai, mungkin sebaiknya aku tidak bertemu atau bicara dengan Karin.'***  Karin datang ke kantor keesokan hari untuk melaporkan kemajuan proyek dia dengan Vian. Akan tetapi, Edwin malah menyuruh dia untuk berhenti dari proyek itu.  "Kenapa? Proyek ini telah hampir berhasil. Cafetaria itu sebentar la
Baca selengkapnya
Enam
  Keesokan hari, di kantor, Karin sibuk untuk merancang ulang cafetaria Vian. Gadis itu menggambar beberapa sketsa dan kembali menggambar model bangunan dengan komputer. "Ada apa ini?" tegur Edwin yang berjalan memasuki ruangan. Ia tahu proyek cafetaria milik Vian telah hampir usai, tetapi ia tidak mengerti mengapa Karin masih terlihat sibuk, padahal tidak ada proyek baru untuk gadis itu setelah menolak berpindah dari proyek Vian. "Vian tidak setuju dan ingin mengubah konsep yang kemarin, jadi aku merancang ulang lagi," jawab Karin tanpa menoleh. Gadis itu tampak begitu fokus dengan pekerjaan di depannya.  Edwin menarik tangan Karin hingga mereka saling berhadapan."Sudah cukup!" tukasnya."Jangan kerjakan proyek ini lagi!"  "Aku sudah mengatakan padamu, ini adalah proyekku. Aku yang memulai dan akan menangani sampai akhir."  "Karin, dia hanya mempermainkanmu. Dia sengaja melakukan ini untuk terus mengikatmu
Baca selengkapnya
Tujuh
   Di perhentian selanjutnya, Silvi membawa Ksrin untuk keluar dari bus. Silvi kemudian menyeret Karin menuju ke taksi yang dia hentikan. Akan tetapi, Karin menolak dan malah mendorong sahabatnya itu ke dalam taksi terbuka. Karin kemudian kembali berjalan sambil tertawa-tawa. Silvi tentu tidak tinggal diam. Dia langsung mengejar Karin.  Vian tengah duduk melamun di dalam mobil yang dikemudikan sopir pribadinya. Ia merasa bersalah pada Karin. Seandainya tahu semua akan menjadi seperti sekarang, ia tidak akan muncul dalam kehidupan gadis itu. Niat dia hanya untuk membalas perbuatan gadis itu, bukan untuk membuatnya dipecat.   Mobil berwarna hitam tersebut berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Vian yang melihat keluar jendela tertegun saat melihat saat sosok Karin berjalan tidak jauh dari mobilnya. Wajah Karin tengah tertawa-tawa dan jalan dia tampak tidak beraturan. Melihat saja, Vian tahu Karin tengah mabuk berat.*
Baca selengkapnya
Delapan
  "Apa kalian tadi akan berciuman?" tanya Silvi sambil tersenyum kecil. Karin menoleh cepat mendengar itu, tetapi kemudian dia segera menggeleng.  "Hubungan kalian sungguh tidak biasa, tapi aku bisa merasakan ada ikatsn yang terjalin di antara kalian," ucap Silvi lagi.  'Jangan asal bicara. Tidak ada ikatan apa pun di antara kami. Kami tidak saling menyukai karena ada masalah di antara kami,' tulis Karin panjang lebar.***  Karin tengah duduk seorang diri di ruang tengah rumah Vian. Ia menghela napas panjang. Tidak lama, ia berdiri dan melihat ke luar jendela. Di luar, hari telah menjadi gelap.  "Kenapa? Apa kau merindukan rumahmu?" tegur Vian yang baru saja masuk di ruangan tersebut. Karin mengangguk.  "Aku sudah membaik. Tentu aku ingin segera pulang," sahut Karin yang telah bisa berbicara normal.  "Duduklah!" perintah Vian sambil meraih dan membimbing Karin kembali duduk di tempat duduknya semula. K
Baca selengkapnya
Sembilan
  "Kau mau ke mana?" tanya Anna sambil menatap Edwin.  "Itu bukan urusanmu!" sahut Edwin.   Edwin hendak keluar, tetapi Anna segera meraih tangannya.  "Apa kau hendak pergi menemui Karin?"  Edwin diam tidak menjawab. Anna berjalan masuk ke ruangan pria itu dan duduk di kursi.  "Kau mungkin lupa dengan yang terjadi. Karin pergi dari tempat ini bukan karena kau mengeluarkan dia. Seandainya dia ingin tetap di sini, dia bisa memohon untuk itu. Dia pergi karena ingin bersama aktor itu. Ia telah memilih aktor itu daripada dirimu," tutur Anna.   Edwin terdiam sejenak kemudian menggeleng."Aku yang mengeluarkan dia dari pekerjaan. Karin adalah orang yang keras. Ia tidak akan memohon padaku untuk pekerjaannya."  "Aku akan menemui dia sekarang dan meminta dia kembali," lanjut Edwin lagi sambil bergegas.  "Edwin!" panggil Anna."Apa kau tidak sadar Karin tidak mencintaimu? Dia
Baca selengkapnya
Sepuluh
   "Dendam itu ...."   "Kau bilang dendam itu berlaku seumur hidup. Kau bilang dendam itu akan terus mengikat aku denganmu. Aku tidak mau itu terjadi. Aku mau setelah proyek cafetaria berakhir, dendammu juga berakhir. Bagaimana? Jika kau tidak mau mengakhiri, maka aku juga tidak mau untuk melakukan proyek cafetaria itu," tukas Karin, memotong perkataan Vian.   Vian diam beberapa saat. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat. Sebenarnya ia telah tidak marah pada gadis itu, hanya saja setelahnya, ia tidak tahu alasan apa yang bisa digunakan untuk bertemu Karin.   "Kau mengancam aku. Bagaimana kalau aku tidak menurut? Kalau kuabaikan proyek cafetaria, maka aku akan tetap bisa membalas dendam. Tidakkah kau berpikir seperti itu?" tanya Vian sesaat kemudian. Kali ini ganti Karin yang diam untuk beberapa saat.   "Baiklah, terserah padamu saja. Aku tetap saja tidak bisa mengalahkanmu, bukan?" tukasnya.&nb
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status