Adalah seorang Ghina, gadis yang menyukai teman sekelasnya yaitu Reza. Cinta yang dipendam sejak masih di bangku SMP akhirnya seolah gayung bersambut di masa putih abu-abu. Restu dari masing-masing orang tua bahkan mereka kantongi. Sayangnya, perjalanan cinta keduanya harus berhadapan dengan jarak. Akankah keduanya bisa bertahan meskipun dalam hubungan jarak jauh?
View More-𝚙𝚛𝚎𝚜𝚎𝚗𝚝𝚒𝚗𝚐 𝚏𝚘𝚛 𝚢𝚘𝚞-
𝙶𝚘𝚘𝚍 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐
-
"Hah.. Hah.."
Hembusan nafas kelelahan itu menyatu dengan dinginnya udara, membentuk kepulan asap tipis di antara wajah pucat seorang bocah yang sudah begitu rapuh.
"Dasar anak iblis!"
"Tidak berguna, menyusahkan saja!"
"Kenapa masih hidup, hah?"
"Merepotkan!"
Bayangan senyum jahat orang-orang tergambar bersama ucapan bengis yang berdesing keras di telinganya. Sakit..
"Lebih baik kau mati saja!!"
Kaki kecil itu menapaki batu satu persatu, berusaha menggapai lebih tinggi meski terjatuh berulang kali. Angin kencang lautan menyibak selimut tipis yang membalut tubuh kurusnya, namun tak bisa menurunkan keinginannya sama sekali.
"Mati saja kau!"
"Mati!"
Bisikan-bisikan itu terus bergema di telinganya. Alunan suara kematian terus mendayu, merayunya untuk segera melompat ke bebatuan pantai yang begitu curam dan tajam di bawah sana. Haruskah ia tetap hidup? Haruskah ia tetap bernafas di dunia yang tidak menginginkannya sama sekali? Ia tak punya pilihan lain, selain satu.
"Mati.."
Tiada ragu yang tersisa saat telapak kaki kusam itu mulai melangkah ke depan. Segaris senyum yang tak pernah terlukis di bibir mungil itu perlahan tergambar, seiring wajah menengadah ke arah luasnya langit dengan ribuan awan menghitam.
Kini, tak akan ada yang menyakitinya lagi, di rumah itu, maupun di dunia ini..
Tukkk...
Sebuah batu tiba-tiba mendarat di kening sang bocah. Kelopak mata anak lelaki itu langsung terbuka.
"Hoy."
Suara berat mengintrupsi niat yang sejengkal lagi terlaksana. Bocah kumal itu menoleh seketika.
"Jangan mati dulu, anak manusia." Ucap sosok itu kembali.
Tidak pernah ia temukan sesuatu seperti yang tengah anak lelaki itu dapati saat ini. Sama sekali belum pernah ia lihat makhluk dengan bentuk seperti sosok di depan matanya ini. Bocah itu terlalu terkejut hingga hanya bisa terperangah dan terdiam bagai batu yang ia pijak.
Makhluk itu perlahan keluar dari bayangan bebatuan. Menampakkan sosoknya yang tinggi besar dengan kain lusuh yang menutupi tubuhnya, membuat anak lelaki itu beringsut mundur.
"Kau ingin kebahagiaan 'kan?"
Kalimat yang makhluk itu ucapkan seketika bergema di pikiran sang bocah.
"B-bagaimana.." Bingung, alisnya berkerut diantara rasa takut yang masih terasa.
"Aku tau semuanya, bocah." Iris merah itu menyala dibalik gelapnya mendung langit. "Termasuk perlakuan manusia-manusia itu padamu."
"Aku.."
Umpatan dan penderitaan sedikit demi sedikit melonjak ke dalam ingatan, kesedihan, amarah, dendam dan rasa sakit perlahan membuncah keluar.
"Bisa-bisanya kau mengasuh anak seperti itu!"
"Tak tau di untung!"
"Tidak pantas bahagia!"
"AKU MAU!" Tanpa rasa takut lagi, anak itu berdiri di depan sosok mengerikan di hadapannya. Sakit yang ia rasakan ketika menghadapi dunia ini menyalakan nyali di dalam jiwanya.
"Berikan aku kebahagiaan!!"
Makhluk itu tersenyum puas. Garis bibirnya perlahan naik menunjukkan taring besar dibalik tudung yang ia pakai. Membuat bocah kurus itu bergidik ngeri.
"Meskipun harus mengorbankan nyawamu sendiri?"
Bocah itu tercenung sesaat. Terkejut dengan pilihan sulit yang ditawarkan, sedangkan makhluk itu diam-diam tertawa meremehkan. Manusia selemah itu tak akan mungkin berani mengambil keputusan yang begitu berat.
"Akan ku lakukan apapun.. meski dengan bertaruh nyawaku sendiri."
Tepat setelah bibir pucat itu berkata, sebuah cahaya bersinar menghantam kegelapan. Disertai angin yang mengibas kuat, tawa makhluk itu berdenyar nyaring membelah keheningan.
"HAHAHAHAHAH!"
"Wah, sesuatu yang langka, nih. Kalian lagi PDKT, ya?" ucap Bela begitu lantang dan seolah sengaja memancing perhatian Reza. Dan, hal itu sukses, Reza menatap ke arah Ghina dan Bela."Eh, apaan. Nggak, itu biasa aja, kan?" sergah Ghina."Nggak, ini sesuatu yang luar biasa. Reza mana mau berinteraksi sama cewek kecuali dia lagi benar-benar butuh. Berarti Reza lagi butuh kamu, butuh buat mewarnai hidupnya." Andi tertawa sengaja berada di pihak Bela."Kamu ngomongin aku, ya?" Reza yang semula menghapus papan tulis kemudian mendekati Andi dengan ekspresi tidak suka."Peka banget kalau diomongin. Emang kamu dengar apa yang kita bahas?" tanya Bela."Ya, kalian lagi ngomongin aku.""Nggak, kok. Kamu salah dengar kali, Za.""Jangan bohong, Bel. Kamu jangan berpikiran aneh-aneh, ya. Aku ngasih Ghina memang pengen ngasih, nggak ada maksud apa pun," jelas Reza."Yakin?" goda Andi."Ya, udah kalau nggak percaya.""Jelas nggak percaya."Reza memilih untuk tidak mempedulikan dua pengacau tersebut.
"Ghin, aku boleh minta nomormu?"Ghina mendadak merasakan panas dingin di tubuhnya. Suara Reza yang sedikit parau membuat hatinya ingin melonjak. Namun, bagaimana pun pula, Ghina tidak mau merasa salah tingkah. Bukankah hal yang wajar ketika teman sekelas meminta nomor?"Oke, aku tulis di kertas, ya!""Iya."Ghina mulai menuliskan angka-angka di kertas. Begitu selesai, ia menyerahkan kepada Reza kertas tersebut dengan senyum yang mengembang. Hanya saja Reza lebih memilih menunduk, ia melewatkan begitu saja dan membuat Ghina sedikit kecewa."Nanti malam kalau aku nggak lupa, pasti aku kirim pesan," ucap Reza."Oke, Za. Mau balik ke kelas?""Iya, aku duluan, ya."Belum sempat Ghina menjawabnya, lelaki tersebut sudah berlalu terlebih dahulu. Apakah sulit bagi Reza sekadar berbasa-basi menawarkan untuk kembali ke kelas bersama? Ah, nyatanya memang Reza tampak tak peduli dengan Ghina. Ada rasa kesal yang didapatkan Ghina, kenapa Reza selalu memberikan kejutan kepadanya. Terkadang terlihat
Pelajaran IPS akhirnya selesai dan disambut dengan waktu istirahat. Terdengarnya bunyi bel membuat siswa merasa bahagia, bahkan ada pula refleks bersorak. Bu Dewi langsung menghadiahkan tatapan tajam pada pelakunya, sehingga kelas menjadi sepi."Kita cukupkan pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa mengerjakan tugas yang Ibu berikan! Pertemuan selanjutnya, tugas itu kita bahas. Silahkan istirahat," ucap Bu Dewi yang kemudian meninggalkan kelas."Terima kasih, Bu Dewi," ucap semua siswa bersama-sama."Iya.""Mau ke perpustakaan?" tanya Bela begitu Ghina mengeluarkan dua buku paket dan kartu perpustakaan di atas meja. Gadis itu hanya mengangguk."Heran, di perpustakaan itu kamu beneran pinjam buku apa cuma janjian sama Reza?" ledek Bela. Ghina mengerutkan keningnya, ia tidak paham."Jangan sok bingung. Kalian sengaja, ya?" Kali ini Andi ikut berkomentar."Sengaja apa, sih? Aku emang beneran mau balikin buku, sudah habis aku baca. Pengen pinjam yang lain juga," elak Ghina mengatakan yang s
"Aku pengen impian kamu terwujud, Ghin. Sebenarnya kamu juga suka sama Reza, kan? Ya, kali aja kalian bisa jadi pasangan kekasih nantinya," celetuk Bela."Eh, sembarangan aja kalau ngomong.""Emang kenyataannya begitu, kan?" goda Bela."Kamu tahu rahasiaku?" lirih Ghina karena merasa penasaran. Dia tidak pernah menceritakan perihal perasannya kepada Bela. Atau jangan-jangan ....Beberapa minggu yang lalu"Bel, minta tolong buku Ghina yang masih ada di laci kami bawa, ya."Bela mengangguk saat Evi berpesan kepadanya. Ada-ada saja tingkah teman sebangkunya itu. Setelah jam istirahat berakhir dan masuk ke pelajaran selanjutnya, Ghina mengeluhkan perutnya. Ia bilang penyakit maagnya kambuh. Bela tidak tega melihat temannya yang kesakitan, akhirnya memintakan izin agar Ghina bisa pulang. Yang dilakukan Bela membuahkan hasil, Ghina akhirnya bisa pulang terlebih dahulu.Berawal dari situlah rahasia besar Ghina terbongkar. Di antara buku paket yang berada di laci ternyata terselip buku kecil
Ghina meletakkan sepedanya di bagian paling selatan dari parkiran. Ia tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Pagi itu belum tampak adanya kehidupan di sana, padahal biasanya Pak Amin juga sudah berkeliling untuk membuka pintu-pintu kelas."Rajin banget, Mbak!" sapa Eli yang lebih akrab disebut dengan Ibu kantin. Perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan tersebut tampak membawa keranjang berisi makanan yang akan dijual di kantin nantinya. Ibu kantin memang seperti itu, dia ramah kepada siapapun termasuk kepada siswa yang bahkan tidak ia ketahui namanya."Hehehe, iya, Bu kantin. Lagi siap-siap buat ngisi kantin, ya?" jawab Ghina disertai dengan basa-basi."Iya, Mbak. Dari pagi juga udah repot. Makanya belajar yang rajin, ya. Siapa tahu pas udah besar dapat pekerjaan yang nggak bikin capek.""Siap, Bu. Saya duluan, ya. Mau ke kelas.""Iya, Mbak."Ghina berjalan santai melewati koridor bangunan sekolah. Suasana sunyi yang ia rasakan saat ini mungkin akan berubah beberapa menit ke de
"Lho, kirain udah pulang. Kenapa balik lagi?"Siang itu kala semua siswa sudah pulang dan Ghina sedang membersihkan kelas seorang diri, tiba-tiba datanglah Bela yang memang sebelumnya sudah berpamitan. Bela tak mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum dan menghampiri Ghina yang sedang melakukan piket. Sebenarnya jadwalnya masih besok, dia terbiasa melakukannya seperti saat ini."Apa, nih?" tanya Ghina saat Bela memaksa dirinya menerima kantong plastik yang berada di tangannya."Dari Reza.""Eh, apaan. Aku nggak mau." Ghina menaruhnya di atas meja."Jangan ditolak. Aku juga dapat, kok. Tadi udah aku makan sama Andi di parkiran. Reza lagi banyak uang kali, makanya kita ditraktir.""Masa? Jangan bohong kamu!""Aduh, masih juga dikira bohong. Ya, udah, aku tunjukkin ini tadi Reza ngasih susu kotak juga kalau kamu nggak percaya." Bela mengambil benda yang ia maksud dari dalam tasnya."Tumben baik banget dia. Biasanya juga cuek," komentar Ghina yang masih tidak percaya."Soalnya ta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments