Shafiqa tidak mengerti mengapa Shafira, saudara kembarnya yang ambisius dan pembenci laki-laki, tiba-tiba memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang CEO muda bernama Azriel. Belum hilang keterkejutannya, sekarang Shafiqa dipaksa untuk menikahi Azriel demi Ibu mereka. Apakah Shafiqa dapat mengarungi bahtera rumah tangga yang mendadak ini? Lalu ... bagaimana respons Azriel mengetahui bahwa dia menikahi kembaran kekasihnya?
View MoreDi kediaman keluarga Iskandar ….
"Berikan aku uang!" hardik Iskandar kepada Camilla, istrinya.
"Cepat berikan uang itu, Mila! Sebelum hilang kesabaranku!" teriak Iskandar dengan bersungut-sungut.
Mila masih tetap tidak peduli. Perempuan itu masih berkutat dengan alat make up-nya. Siang nanti, dia berencana menemani pejabat besar yang baru datang dari kota. Pekerjaan Mila adalah wanita penghibur. Namun, Iskandar tidak tahu akan hal itu.
Iskandar terlihat tidak sabaran. Dia berdiri lalu menghampiri Camila yang masih berjibaku dengan make up-nya. Tiba-tiba saja lelaki itu sudah menendang tubuh Camila. Tak hanya itu, tangannya turut mengobrak-abrik peralatan kosmetik istrinya.
"Praankk …."
"Bruukk …."
Semua berhamburan dalam waktu sekejap. Tubuh kurus Camila jatuh tersungkur tepat mengenai bibir pembaringannya. Tangan kurus itu mengusap dahinya yang berdarah.
"Dasar lelaki tak berguna! Kenapa tidak kamu ceraikan aku saja?!" teriak Camila dengan suara yang menyayat.
"Apa katamu? Cerai? Jangan harap kulakukan. Gara-gara kamu, aku jadi gembel!" sarkas Iskandar dengan tangan mencengkeram wajah pasi milik Camila.
Wanita itu meraung kesakitan, ditambah dari sudut bibirnya mengeluarkan darah segar akibat kuku Iskandar yang menusuk tepat pada ujung bibir Camila.
"Papa! Lepaskan Mama!" Shafiqa masuk dan marah melihat perlakuan kejam sang papa pada mamanya.
Iskandar tampak mendengkus kesal karena rencananya keluar gagal. Namun, kekesalannya seketika menghilang ketika Shafira, putri kesayangannya datang. Dia baru saja diantar tunangannya yang merupakan pengusaha ternama suplemen minuman kesehatan.
"Halo semua! Aku sudah pulang!" teriak Shafira dengan antusias.
Iskandar gegas memeluk anak kesayangannya itu. Dari kecil, Shafira memang sangat manja terhadap papanya tersebut.
"Kamu baru pulang, Fir. Priamu yang tajir itu pasti sering memberimu uang bukan? Mana? Papa minta sedikit," berondong Iskandar tak sabaran.
Sementara itu, Shafira terlihat mengedikkan bahunya yang indah dan tidak terlalu peduli pada Iskandar. Dia lalu mendaratkan bobot tubuhnya di sofa mereka yang terlihat sudah kusam.
"Papa mau ke mana? Jangan bilang kalau mau berjudi lagi?" tatap Shafira penuh selidik.
"Itu bukan urusanmu! Cepat bagi uang untuk Papa!" pinta Iskandar setengah bersikeras.
Shafira masih mengabaikan Iskandar. Dia tengah melihat Shafiqa tengah mengompres dahi dan sudut bibir Camila yang terluka.
"Papa habis apain, Mama? Tidak puas sudah membuat hidup kami hancur!" Kini Shafira ikut menghakimi perbuatan Iskandar terhadap Camila.
"Kamu jangan banyak omong! Cepat beri Papa uang! Ingat … dulu Papamu ini yang bekerja untuk memenuhi kebutuhanmu. Jadi … jangan jadi anak durhaka!" ancam Iskandar.
Shafira melengos mendengar perkataan papanya. Baginya, Iskandar memang telah berubah. Jika dulu dia sangat mencintai papanya dengan segenap jiwa, sekarang tidak lagi. Cintanya pada Iskandar telah luntur.
Iskandar bukanlah sosok yang patut dibanggakan. Pada waktu jaya, dia bahkan pernah berselingkuh dengan sekretarisnya, hingga membuat perusahaan yang dirintisnya bersama Camila bangkrut.
"Kalau mau, ambil ini." Shafira sengaja mengeluarkan selembar uang warna merah.
"Hah?! Mana cukup uang segitu? Buat naik ojek juga kurang!" kilah Iskandar.
Fira mengambil napas kasar, membuka tas LV-nya, lalu mengambil dua lembar warna merah lagi dan mengulurkan pada papanya. Iskandar terlihat masih bergeming.
"Papa mau ambil tidak? Jika tidak mau, ya sudah!" Shafira bermaksud menarik uang itu kembali, tetapi Iskandar dengan cepat menyambar uang tersebut lebih dulu.
Tanpa pamit, Iskandar lalu bergegas pergi. Shafira hanya bisa menarik napas panjang. Gadis itu lalu menutup pintu rumah sederhana mereka.
Tubuhnya sejenak bersandar pada pintu, mengingat rumah mereka dulu begitu mewah. Halaman yang luas dan dijaga oleh Satpam khusus. Sayangnya, semua tinggal kenangan.
Gadis itu nampak mengusap netranya kasar dengan tangan. Kaki jenjang indah itu melangkah menuju tempat di mana Camila sedang duduk dengan secangkir teh hangat bikinan Shafiqa saudara kembarnya.
Lengan indahnya langsung memeluk tubuh Camila yang semakin hari semakin kurus. Camila kembali mengucurkan kristal bening dari sudut netra yang mulai dihinggapi keriput.
"Bersabarlah Mama …." bisik Shafira lirih sembari melirik ke arah Shafiqa, adik kembarnya.
"Rasanya aku sudah tidak sanggup. Aku ingin membunuh Iskandar," desah Camila hampir tak terdengar.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Apakah Mama mau membusuk di penjara? Menurutku, lebih baik Mama pergi jauh. Bersenang-senanglah dengan lelaki mana pun yang bisa membahagiakanmu."
"Aku tidak setuju dengan pendapatmu, Kak! Itu sama halnya kamu mengusir Mama!" sahut Shafiqa yang masih memegang sendok penggorengan di tangannya karena gadis itu sedang membuat sarapan untuk mereka.
"Lalu kamu akan membiarkan Mama mati di tangan lelaki b*jing*n itu?" murka Shafira kepada adiknya.
"Jaga bicaramu! Mama juga mamaku! Kalau sampai terjadi sesuatu terhadap Mama, aku adalah orang yang pertama kali tidak terima!" bantah Shafiqa tak mau kalah.
"Percuma! Kamu hanya berani membual. Jika kamu mau, kamu bisa membawa Mama bebas dari rumah neraka ini."
"Apa maksudmu?" tanya Shafiqa tak mengerti. Dia lalu mematikan kompor lalu menghampiri kakaknya.
"Kamu harus menikah, lalu membawa pergi Mama bersamamu. Percayalah … aku tidak bermaksud menjerumuskanmu. Aku hanya tidak ingin, kamu hidup susah seperti saat ini."
"Aku kenal kamu dengan baik, kakakku. Jangan katakan, jika kamu sedang merencanakan sesuatu untukku?" Shafiqa menatap tajam ke arah Shafira.
"Ha … ha … ha …. Kamu memang benar adikku. Ingat! Aku melakukan ini semua untuk kebahagiaanmu." Kening Shafiqa mengernyit mencoba mencerna perkataan kakaknya.
"Menikahlah dengan tunanganku!" titah Shafira dengan wajah datar dan tanpa dosa.
Mata indah Shafiqa membola seketika. Mulut mungil itu menganga tak percaya mendengar penuturan kakaknya. Camila pun melakukan hal yang sama.
"Tunangan? Apa maksudmu, Shafira? Mengapa kamu menyuruh Shafiqa menikah dengan tunanganmu? Lagipula, kapan kau bertunangan?" Camila kini pun angkat bicara.
"Sejak awal bertemu, pria itu memang sudah ingin menikahiku. Sayangnya, aku belum siap berkomitmen dan berkata bahwa lebih baik kami bertunangan dulu saja. Namun, kupikir dia sudah tak sabar. Shafira rasa Shafiqa pasti lebih siap untuk menikah. Daripada nanti adikku ini menikah dengan orang yang tidak jelas, bukankah, lebih baik jika dia menikah dengan Azriel?" senyum tipis terukir di bibir Shafira.
"Apa?! Kamu benar-benar tidak waras, Kak!" teriak Shafiqa tak percaya.
“Rupanya begini kelakuanmu di luaran ya? Ini yang kamu bilang bekerja. Bisa-bisanya keponakanku memperistri perempuan sepertimu. Oh, mungkin memang pekerjaanmu menjual selang–”“Jangan bersikap kurang ajar! Aku sama sekali tidak mengenalmu. Jadi jangan coba turut campur urusanku!” potong Shafira sambil menjambak rambut Mira yang bergelombang tersebut.Mira merasa sedikit aneh ketika gadis yang dia kira Shafiqa itu tidak mengenalinya. Berbeda dengan Shafira yang langsung tanggap dengan keadaan. “Kamu memang menantu sialan! Lepaskan rambutku!” pinta Mira dengan sengit. Bibir perempuan itu menggeram kesakitan merasakan jambakan Shafira pada rambutnya. Sementara Bianca malah asyik mengambil video kedua perempuan yang tengah bertikai itu. Bianca tersenyum puas ketika mengetahui Mira tengah ditindas gadis cantik yang disangkanya Shafiqa.“Aku akan mengadukan kelakuanmu pada keponakanku, biar dia sekalian menceraikanmu!” ancam Mira kepada Shafira.Shafira tersenyum sinis, “Adukan saja dan
“Jadi perempuan itu sekarang ikut bekerja di perusahaan, Ziel. Tante tidak bisa bayangkan kalau pada akhirnya Ziel benar-benar takluk di tangan istrinya,” keluh Mira kepada Bianca. Wanita itu sengaja mengajak Bianca bertemu untuk mendukung aksinya kembali. Mira mengetahui bahwa, dirinya tidak akan mampu mengendalikan Ziel dengan tekanan darinya. Sekuat tenaga Mira berusaha mempengaruhi Bianca agar mau diajak bekerja sama. Bianca sendiri nampaknya masih mempertimbangkan keinginan Mira. Gadis itu sedari tadi tampak berpikir keras bagaimana dia sendiri bisa mendapatkan simpati mantan kekasihnya tersebut. Lebih tepatnya menaklukkan orang yang disukainya. “Lalu aku harus bagaimana, Mira?” Bianca memang tidak terbiasa menambahkan embel-embel tante di depan nama Mira meskipun Bianca lebih cocok jadi anaknya ketimbang jadi sahabatnya. “Kamu memang gadis yang cerdas, Bia! Aku tidak sia-sia mendatangimu. Aku yakin rencana kita ini pasti berhasil.” Mira terlihat begitu antusias. “Asal kam
Mira terbangun dengan rambut yang masih awut-awutan. Wanita berusia 45 tahun itu keluar kamarnya lalu menuju meja makan dengan ponsel dalam genggamannya. Sedari tadi dia tampak senyum-senyum sendiri. Tina-asisten rumah tangganya memperhatikannya dengan raut tidak suka. Netra Mira sekilas menangkap masakan beraneka ragam sudah tersedia di atas meja makan. Bahkan, mie ayam kecap kesukaannya pun sudah terhidang di sana. ‘Tumben si Tina rajin banget,’ pikirnya. Tangannya masih berbalas pesan dengan seseorang di seberang sana. Bibirnya tak henti menyunggingkan seulas senyum iblisnya. “Tin, ambilin minum!” titahnya kepada Tina yang nampak masih sibuk mengeluarkan cucian dari mesin cuci. “Bentar ya, Nyah. Lagi nanggung nih, mumpung cuaca lagi panas. Saya mau jemur cucian dulu,” jawab Tina dengan entengnya. Netra Mira melebar mendengar penolakan pembantunya tersebut. “Saya bilang ambilkan minum, ya kerjakan!” seru Mira dengan menggebrak meja di hadapannya. Tina menghela napas kesal
Prayoga tampak kesal sekali. Dia segera menyeret langkahnya meninggalkan PT. Albiru dengan kondisi muka lebam. Ziel sendiri yang masih nampak tidak terima dengan perkataan Yoga tadi kembali mendaratkan satu bogemnya sebelum pria itu benar-benar meninggalkan kantornya.Bimo sama sekali tidak menghentikan kebrutalan Ziel. Sebagai seorang lelaki yang membela istrinya sudah sepantasnya Ziel melakukan hal itu.“Apakah perlu kita mengadukan masalah ini, Pak? Karena tadi itu sudah termasuk pencemaran nama baik!” Bimo mengemukakan pendapatnya.Ziel bergeming di tempatnya dengan Shafiqa yang masih memeluknya. Perempuan cantik itu tampak ketakutan sekali.“Aku takut bertemu dengannya lagi, Mas. Pasti dia mengira aku adalah Shafira,” kata Shafiqa dengan bibir bergetar.“Maksud Bu Shafiqa bagaimana? Kalau boleh saya tahu?” sela Bimo dengan pandangan kebingungan.Sepasang suami-istri itu hanya bisa saling menatap dengan memberi sebuah isyarat agar keanehan yang terjadi hari ini cukup mereka berdua
“Mengapa Nani tidak memberitahuku sebelumnya? Pikirnya gampang apa mempresentasikan produk kita yang cukup rumit tersebut?” Ziel terlihat begitu geram dan uring-uringan.“Mmm … maaf pak, kalau Bapak berkenan biar saya yang menggantikan tugas Nani,” ucap Bimo. Ziel hanya mengalihkan atensinya sejenak ke arah bawahannya tersebut, tetapi sebentar kemudian beralih pada setumpuk berkas yang harus dipresentasikan di hadapan rekan bisnisnya nanti. Pria tampan itu menyugar surainya yang berwarna sedikit pirang.“Ada masalah apa, Mas?” tanya Shafiqa menghampiri suaminya.Ziel masih bergeming tidak menghiraukan pertanyaan suaminya tersebut. Bimo tampak takut-takut menjawab pertanyaan bos perempuannya itu.“Nani-sekretaris Bapak mengundurkan diri hari ini, Bu. Padahal hari ini ada pertemuan penting dengan Pak Prayoga pemilik PT. Air Lancar,” terang Bimo.“Mengapa Nani keluar mendadak Pak? Apa sebelumnya tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu?” Shafiqa melontarkan pertanyaan ke Bimo.“Nani dipa
"Syukurlah … kamu memang bisa diandalkan, Shafiqa. Kakak jadi makin sayang ma kamu," gumam Shafira sambil menutup panggilan teleponnya. Shafira tampak turun dari pembaringan yang sudah carut-marut tidak karuan. Bentuknya sudah ngalah-ngalahin kapal pecah. Dengan tubuh telanjang, gadis itu beranjak menuju kamar mandi hotel. Dia ingin membersihkan tubuhnya yang sudah bercampur keringat dan cairan kenikmatan teman lelakinya. Terutama di bagian intim miliknya. Rasanya lengket dan bikin dirinya tampak gerah. Tanpa banyak membuang waktu dia pun bergegas mandi. Dia ingin segera beristirahat di rumah. Setengah jam kemudian, gadis itu tampak sudah keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan bathrobe yang disediakan pihak hotel."Hei … baru kutinggal sebentar ternyata kamu sudah bangun, Cantik. Mana sudah wangi lagi. Bikin aku jadi ingin menyentuhmu," ujar Prayoga-lelaki yang sejak semalaman membooking Shafira.Shafira mencoba menepis tangan pria itu dengan halus. Tubuh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments