5 Answers2025-10-13 07:29:39
Menjelajahi subtitle serial sering bikin aku mikir soal ungkapan Inggris yang gampang ditemui: 'like mother, like son'. Kalau dilihat sekilas, terjemahan literalnya jadi sesuatu seperti 'seperti ibu, seperti anak', tapi itu terdengar canggung dan jarang dipakai dalam Bahasa Indonesia sehari-hari.
Di dunia terjemahan aku biasanya memilih padanan yang alami dan sesuai konteks. Untuk nuansa umum yang netral, 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' adalah pilihan populer karena menangkap maksud idiomatiknya — sifat atau kebiasaan yang diwarisi atau ditiru. Kalau konteksnya lebih kasual atau komentar langsung tentang penampilan atau sikap, aku sering pakai 'anaknya mirip banget sama ibunya' atau 'dia meniru ibunya'.
Keputusan akhirnya tergantung nada sumber dan audiens. Untuk subtitle komedi, aku cenderung ke versi yang singkat dan lucu; untuk teks formal, mungkin pilih penjelasan yang lebih netral. Intinya, terjemahan bukan cuma soal kata per kata, tapi soal menyampaikan maksud dengan rasa yang pas, dan itu selalu bikin aku senang mikirkan pilihan kata yang paling pas.
5 Answers2025-10-13 08:11:33
Ungkapan itu sering bikin aku tersenyum; melihat anak yang mirip ibunya membuat komentar 'like mother, like son' terasa pas dan hangat.
Kalau ditilik dari kamus populer, definisinya simpel: seorang anak laki-laki menunjukkan sifat, kebiasaan, atau penampilan yang jelas mirip dengan ibunya. Kamus-kamus umum biasanya menulisnya sebagai ungkapan idiomatik yang menandai pewarisan karakter atau kebiasaan, bukan cuma soal tampilan fisik. Misalnya, kalau si anak pelit kayak ibunya, orang akan bilang 'like mother, like son' untuk menegaskan hubungan pola perilaku itu.
Aku sering pakai frasa ini waktu bercanda dengan teman yang anaknya punya kebiasaan persis ibunya—kadang pujian, kadang godaan. Dalam konteks budaya, ungkapan ini mirip dengan versi lain seperti 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' yang menunjukkan hubungan sebab-akibat keluarga. Intinya, kamus populer menempatkan frasa ini sebagai idiom yang menghubungkan kemiripan antar generasi, dan aku merasa itu sering dipakai dengan nada ringan, penuh akrab, atau sedikit sindiran tergantung situasinya. Aku suka bagaimana idiom sederhana bisa langsung menggambarkan dinamika keluarga tanpa ngomong panjang lebar.
5 Answers2025-10-13 16:31:31
Aku suka membayangkan cara orang menyederhanakan pepatah—'like mother like son' itu intinya bilang kalau anak laki-laki mirip ibunya, baik dari penampilan, kebiasaan, atau sifat. Dalam obrolan sehari-hari, orang awam biasanya menangkapnya sebagai komentar ringan: misal, jika seorang anak galak atau pintar masak, orang akan bilang itu 'konsekuensi' dari ibunya.
Kalau dijabarkan lebih simpel lagi, frasa ini dipakai untuk menunjuk kemiripan yang jelas antara ibu dan anak laki-laki. Nada komentarnya bisa bercanda, pujian, atau malah agak sinis tergantung konteks. Contohnya saat melihat anak dan ibu tertawa sama-sama keras, seseorang mungkin menyorongkan kalimat itu sambil tersenyum.
Secara personal aku bilang, penting juga untuk nggak terburu-buru menilai—kadang mirip itu soal genetik, kadang soal kebiasaan yang ditiru. Aku sering pakai ungkapan ini buat bercanda di keluarga, dan rasanya lebih hangat kalau disampaikan dengan senyum, bukan untuk menilai atau menghakimi.
5 Answers2025-10-13 00:07:46
Pernah terpikir olehku bagaimana ungkapan sederhana dari bahasa Inggris bisa masuk ke percakapan sehari-hari di Indonesia dan menimbulkan beragam reaksi.
Buatku, 'like mother like son' sering dimaknai secara literal: sifat atau kebiasaan anak yang mirip ibunya. Di banyak keluarga itu dianggap pujian—seakan mewarisi kebaikan, ketegasan, atau kecerdasan sang ibu. Namun aku juga sering lihat penggunaannya untuk sindiran; ketika ada prilaku negatif, orang gampang bilang itu karena 'ibu-nya begitu'. Di sini perasaan kolektif berfluktuasi: ada yang menerima karena kamu merasa bangga pada ibu, ada yang risih karena dianggap menghapus identitas si anak.
Secara sosial, penerimaan frasa ini tergantung konteks budaya lokal, umur, dan kelas sosial. Generasi muda mungkin pakai untuk bercanda di media sosial, sementara generasi tua lebih memilih ungkapan klasik seperti "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Aku sendiri lebih suka pakai dengan hati-hati—lebih sering untuk memuji, bukan menyalahkan—karena namanya juga bahasa, maknanya bisa melenceng kalau nggak hati-hati.
5 Answers2025-10-13 14:52:37
Aku sering dengar orang bilang 'like mother, like son' pas lagi bercanda atau ngerujuk ke kebiasaan keluarga. Ungkapan ini sebenarnya simpel: secara harfiah berarti "seperti ibu, seperti anak laki-laki" — menyoroti kemiripan sifat, perilaku, atau kebiasaan antara ibu dan anaknya.
Dalam praktiknya, penutur asli Inggris pakai frasa ini secara santai dan sering penuh nuansa. Bisa dipakai sebagai pujian kalau sang anak meniru sifat baik sang ibu — misalnya "He’s so caring, like mother, like son" — atau sebagai ejekan hangat kalau anak punya kebiasaan lucu atau kekurangan yang sama. Kadang juga terdengar agak sinis kalau konteksnya negatif: misal kalau ibu sering terlambat dan anaknya juga, seseorang mungkin berkomentar seperti itu dengan nada menggurui.
Di bahasa Indonesia, padanan yang paling mendekati adalah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Tapi ingat, tata krama penting: tergantung hubungan dan nada bicara, ungkapan ini bisa menghangatkan suasana atau bikin orang tersinggung. Aku pribadi pakai ini kalau suasana santai dan hubungan sudah akrab, biar terasa lucu bukan menghina.
5 Answers2025-10-13 21:00:40
Memilih padanan untuk frasa 'like mother like son' sering terasa seperti menimbang antara dua mood dalam satu adegan: mau lucu, sinis, atau hangat? Aku biasanya mulai dengan menanyakan dua pertanyaan sederhana pada diri sendiri—siapa yang bicara dan untuk siapa dialog ini ditujukan. Kalau itu adegan santai antar teman, padanan yang lebih riang atau slang bisa pas; kalau itu monolog serius, padanan yang lebih formal atau idiomatik akan terdengar natural.
Kemudian aku cek konteks kultural. Di Indonesia pilihan yang paling cepat ditemui adalah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' karena fungsi pragmatisnya mirip: menunjukkan kesamaan sifat antar generasi. Tapi ada juga varian lain yang memberi nuansa berbeda, misalnya kalau mau menekankan kebanggaan bisa jadi 'anak mengikuti jejak ibunya', sementara kalau mau menyindir bisa gunakan ungkapan yang lebih pedas. Editor akan mempertimbangkan tempo bicara, panjang teks (terutama untuk subtitle), dan apakah perlu mempertahankan nada asli atau menyesuaikannya agar penonton lokal tersambung.
Dalam beberapa kasus aku memilih literal untuk efek tertentu — misalnya kalau ada permainan kata dengan kata 'mother' yang penting secara naratif — dan di lain waktu kubiarkan idiom lokal menggantikan demi kejelasan dan resonansi emosional. Intinya, padanan bukan soal benar-salah mutlak, tapi soal apa yang paling setia pada fungsi dan rasa kalimat dalam konteks itu, dan itu selalu terasa memuaskan ketika berhasil membuat momen itu 'nyala' di bahasa kita.
5 Answers2025-10-13 18:20:22
Gue sering kebayang orang-orang langsung narik kesimpulan kalau terjemahan literal itu cukup—padahal nggak sesederhana itu.
Kalau diterjemahin kata-per-kata, 'like mother, like son' bakal jadi sesuatu seperti 'seperti ibu, seperti anak laki-laki' atau 'ibu seperti anak laki-laki', dan itu terdengar canggung di telinga Bahasa Indonesia. Bahasa kita punya cara yang lebih natural untuk nunjukin makna itu: 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya', atau simpel 'anaknya mirip ibunya' baik dari sisi penampilan maupun sifat.
Di beberapa konteks informal, contohnya caption meme atau permainan kata di chat, terjemahan literal kadang masih dipakai supaya nuansa Inggrisnya tetep kerasa. Tapi kalau mau enak dibaca dan dipahami orang lokal, mending pakai idiom atau kalimat yang mengalir. Jadi intinya: literal bisa dipakai sesekali untuk efek, tapi secara umum terjemahan idiomatis lebih tepat dan natural. Aku biasanya memilih versi yang paling nyambung sama situasi dan audiens, karena tone itu penting juga.
5 Answers2025-10-13 10:58:38
Aku pernah tertawa sendiri ketika mendengar frasa 'like mother like son' muncul di tengah percakapan keluarga; biasanya itu dipakai sebagai komentar spontan setelah ada aksi yang persis mirip antara ibu dan anak.
Dalam praktik menulis dialog, aku pakai ungkapan ini ketika pengarang mau cepat menggambarkan bahwa sifat, kebiasaan, atau kebodohan tertentu tampak menurun atau serupa. Tone-nya fleksibel: bisa bercanda, penuh kasih, atau menyindir. Misal, setelah anak melakukan hal konyol yang mirip dengan cara ibunya tertawa, karakter lain bisa menimpali dengan kalimat itu buat menegaskan kemiripan tanpa perlu deskripsi panjang.
Perlu hati-hati juga: dalam beberapa konteks ungkapan itu bisa terdengar menjudge atau stereotipikal—terutama kalau disampaikan bernada kasar. Di Indonesia sering ada padanan seperti 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' yang terasa lebih netral. Untuk adegan emosional, aku malah memilih reaksi yang lebih spesifik agar pembaca merasakan hubungan emosional, bukan sekadar label. Ah, dan aku selalu suka memasangkan frasa ini dengan detail kecil—misal gestur atau nada suara—biar terasa hidup.