"Dan asal Mama tahu, ya, Ma. Keluarga Maya itu nggak sebaik yang Mama pikirkan. Keluarga Maya itu punya niat nggak baik sama kita, Ma. Terutama Tante Fara." Bima coba menjelaskan tentang siapa Fara yang sebenarnya kepada mamanya. Mira malah menatap anaknya tidak percaya. "Mama nggak salah dengar, Bima? Kamu ngomong begitu tentang Tante Fara, sahabat Mama yang kita udah sama-sama kenal baik?"Bima menggeleng. "Mama jangan tertipu, Ma. Tante Fara itu nggak sebaik yang Mama pikirkan.""Oh Mama tahu ..." Mira mengangguk-angguk. "Pasti istri kamu kan yang sudah menghasut kamu? Istri kamu itu memang nggak suka sama sahabat Mama. Jadi kamu terpengaruh juga, Bima? Padahal kamu sendiri kan mengenal Tante Fara seperti apa orangnya?" Bima menggeleng. "Enggak, Ma. Tante Fara ternyata nggak sebaik yang kita pikirkan selama ini.""Mama nggak habis pikir dengan jalan pikiran kamu. Kamu itu memang sudah dipengaruhi sama istrimu itu. Bisa-bisanya kalian mencurigai keluarga sahabat Mama sendiri. Mam
"Dan asal Mama tahu, ya, Ma. Keluarga Maya itu nggak sebaik yang Mama pikirkan. Keluarga Maya itu punya niat nggak baik sama kita, Ma. Terutama Tante Fara." Bima coba menjelaskan tentang siapa Fara yang sebenarnya kepada mamanya. Mira malah menatap anaknya tidak percaya. "Mama nggak salah dengar, Bima? Kamu ngomong begitu tentang Tante Fara, sahabat Mama yang kita udah sama-sama kenal baik?" Bima menggeleng. "Mama jangan tertipu, Ma. Tante Fara itu nggak sebaik yang Mama pikirkan." "Oh Mama tahu ..." Mira mengangguk-angguk. "Pasti istri kamu kan yang sudah menghasut kamu? Istri kamu itu memang nggak suka sama sahabat Mama. Jadi kamu terpengaruh juga, Bima? Padahal kamu sendiri kan mengenal Tante Fara seperti apa kan orangnya?" Bima menggeleng. "Enggak, Ma. Tante Fara ternyata nggak sebaik yang kita pikirkan selama ini." "Mama nggak habis pikir dengan jalan pikiran kamu. Kamu itu memang sudah dipengaruhi sama istrimu itu. Bisa-bisanya ka
"Dan asal Mama tahu, ya, Ma. Keluarga Maya itu nggak sebaik yang Mama pikirkan. Keluarga Maya itu punya niat nggak baik sama kita, Ma. Terutama Tante Fara." Bima coba menjelaskan tentang siapa Fara yang sebenarnya kepada mamanya. Mira malah menatap anaknya tidak percaya. "Mama nggak salah dengar, Bima? Kamu ngomong begitu tentang Tante Fara, sahabat Mama yang kita udah sama-sama kenal baik?"Bima menggeleng. "Mama jangan tertipu, Ma. Tante Fara itu nggak sebaik yang Mama pikirkan.""Oh Mama tahu ..." Mira mengangguk-angguk. "Pasti istri kamu kan yang sudah menghasut kamu? Istri kamu itu memang nggak suka sama sahabat Mama. Jadi kamu terpengaruh juga, Bima? Padahal kamu sendiri kan mengenal Tante Fara seperti apa kan orangnya?" Bima menggeleng. "Enggak, Ma. Tante Fara ternyata nggak sebaik yang kita pikirkan selama ini.""Mama nggak habis pikir dengan jalan pikiran kamu. Kamu itu memang sudah dipengaruhi sama istrimu itu. Bisa-bisanya kalian mencurigai keluarga sahabat Mama sendiri.
"Dan asal Mama tahu, ya, Ma. Keluarga Maya itu nggak sebaik yang Mama pikirkan. Keluarga Maya itu punya niat nggak baik sama kita, Ma. Terutama Tante Fara." Bima coba menjelaskan tentang siapa Fara yang sebenarnya kepada mamanya. Mira malah menatap anaknya tidak percaya. "Mama nggak salah dengar, Bima? Kamu ngomong begitu tentang Tante Fara, sahabat Mama yang kita udah sama-sama kenal baik?" Bima menggeleng. "Mama jangan tertipu, Ma. Tante Fara itu nggak sebaik yang Mama pikirkan." "Oh Mama tahu ..." Mira mengangguk-angguk. "Pasti istri kamu kan yang sudah menghasut kamu? Istri kamu itu memang nggak suka sama sahabat Mama. Jadi kamu terpengaruh juga, Bima? Padahal kamu sendiri kan mengenal Tante Fara seperti apa kan orangnya?" Bima menggeleng. "Enggak, Ma. Tante Fara ternyata nggak sebaik yang kita pikirkan selama ini." "Mama nggak habis pikir dengan jalan pikiran kamu. Kamu itu memang sudah dipengaruhi sama istrimu itu. Bisa-bisanya kalian mencurigai keluarga sahabat Mama sendi
"Ma, Mama apa-apaan, sih, Ma?" Bima langsung saja melempar tanya pada mamanya yang masih sibuk bermain game di ponsel. Mira mendongak heran. "Apa-apaan, apa maksud kamu?" "Intan udah cerita semuanya sama aku, Ma." Bima berterus-terang saja. "Cerita apa, sih?" Mira masih cuek saja dan tetap berkutat pada ponselnya. "Mama jangan pura-pura nggak tahu gitu, Ma. Aku udah tahu semua yang terjadi tadi siang waktu aku nggak ada." Mira lalu mendongak menatap anaknya. "Istri kamu ngadu apa memangnya?" "Mama mau menjodohkan aku dengan Maya, kan, Ma?" Bima bertanya dengan tenang, memastikan. Dan detik berikutnya, Bima bisa melihat ibu mertuanya terdiam. Bahkan jari-jarinya berhenti menyentuh layar ponsel. "Kenapa diam, Ma?" tanya Bima lagi. Mira pun kembali menatap anaknya, wajahnya masih terlihat tenang. "Kamu duduk dulu, dong. Kita bisa bicarakan ini baik-baik." Mendengar itu, Bima pun duduk di samping ibunya. "Yang Mama lakukan ini demi kebaikan masa depan kamu, Bima. Supaya kamu
"Kamu mimpi buruk?" Intan akhirnya mengangguk setelah berhasil mengembalikkan kesadarannya sepenuhnya. "Aku dengar tadi kamu nyebut nama aku. Kamu mimpi buruk apa tentang aku?" tanya Bima lagi. Pertanyaan itu membuat Intan kembali teringat dengan apa yang dia alami terakhir kali. Juga mengingat kembali mimpi itu. Intan lantas bangun dengan tergesa dan langsung memeluk suaminya, menangis di pelukan suaminya. Bima mengusap bahu Intan dengan terheran. "Ada apa, Sayang? Kamu mimpi apa? Coba cerita yang tenang." Intan masih saja terus menangis. Dia sungguh takut, teramat takut kehilangan suaminya. Kehilangan kehangatan suaminya seperti yang dia rasakan saat ini. Selama ini seberat apa pun masalah yang dia hadapi, akan sanggup dia jalani jika ada suaminya yang selalu menguatkan dan menenangkan. Namun, jika suaminya diambil orang Intan tidak akan sanggup. Lebih baik dia mati saja. "Ya udah kalau kamu masih mau nangis, nangis aja dulu," ucap Bima akhirnya. "Nangis sampai perasaan