แชร์

Bab 5.

ผู้เขียน: Liazta
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-05-13 13:08:47

"Tentu saja rumah sakit ini sangat menerima donor ASI, kalau mbak ingin donor ASI langsung ke ruang perawatan bayi saja di lantai 4."

Eliza tersenyum. "Baik mbak, terima kasih." 

Setelah administrasi selesai, ia pun pergi ke lantai 4 sesuai arahan dari wanita yang duduk di kasir tersebut.

Eliza tahu di mana ruang perawatan bayi karena memang Ibnu lahir di sini. Setelah lahir, Ibnu sempat dimasukkan ke box inkubator karena sudah terlalu banyak minum air ketuban. Bahkan bayi Ibnu lahir dengan kondisi bibir biru dan tidak menangis.

Jadi, Eliza selalu berkunjung ke ruang bayi sambil mengantarkan ASI untuk anaknya.

Rumah sakit ini sungguh bersejarah.

Tempat anaknya dilahirkan dan menghembuskan nafas terakhirnya.

Dada Eliza seketika merasa sesak kala mengingat itu.

Untungnya, dia sudah tiba di ruangan yang dimaksud.

Jadi, Eliza berusaha tegar--membuka pintu dan melihat tiga perawat di ruang bayi. "Permisi sus."

"Ya dek, ada apa?" tanya perawat yang sedang berjaga di ruang bayi.

Memang, penampilan Eliza masih seperti remaja.

Tidak akan ada yang menyangka bahwa dia pernah melahirkan.

"Saya ingin donor ASI," kata Eliza pada akhirnya.

"Boleh, silahkan masuk."

Perawat itu tersenyum memandang Eliza yang akhirnya masuk ke dalam ruangan yang diisi banyak bayi.

Di dalam ruangan ini, Eliza dapat mendengar suara tangis bayi.

Hanya saja, tangisannya begitu mirip dengan tangisan Ibnu.

Mata Eliza memanas. Dia hampir menangis kalau saja seorang perawat tak menegurnya. "Mau donor ASI, Mbak?" 

Eliza menarik napas panjang, lalu mengangguk. "Iya," jawabnya.

"Kebetulan sekali di sini ada bayi yang sangat membutuhkan ASI. Bayinya lahir prematur dan tidak bisa dikasih susu formula," jelas si perawat.

"Oh yang mana sus anaknya?" tanya Eliza. Dia ingin tahu anak yang akan menjadi anak susunya nanti.

"Ini," jawab si perawat sambil menunjukkan box bayi yang tadi dilihat oleh Eliza.

"Lahir beratnya 1 kilo 2 ons. Sudah 1 minggu ini beratnya tetap tidak bertambah. Ibunya juga belum pernah datang ke sini untuk melihat. Biasanya yang datang hanya ayah dan neneknya."

Perawat itu menjelaskan secara singkat.

Eliza sendiri masih memandang bayi yang menangis itu.

Tanpa sadar, dia tersenyum kemudian dia memasukkan jarinya di celah kecil yang ada di dinding box. Senyum mengembang di bibirnya ketika menyentuh pipi bayi bertubuh sangat kecil tersebut.

Bayi yang tadi tidur kini membuka matanya dan melihat Eliza.

"Halo, apa kabar, nama aku Eliza." Eliza tersenyum memperkenalkan dirinya.

Bayi itu memandangnya dengan membulatkan bibirnya yang kecil.

"Ibu doakan agar berat badan kamu cepat naik, terus bisa keluar dari box ini. Bisa lihat matahari di saat pagi hari. Sinar matahari sangat bagus untuk bayi yang baru lahir." Eliza tersenyum sambil bercerita dengan si anak.

Bayi yang hanya memakai pampes itu terus saja memandang Eliza.

"Maaf, ini ASI siapa yang punya?" tanya si perawat tiba-tiba.

Rasanya, tidak mungkin jika ASI itu melik gadis yang berdiri di depannya?

Hanya saja, jawaban Eliza membuat perawat itu terkejut. "Ini ASI saya, sus." 

"ASI kamu?" 

Bukan hanya perawat yang berbicara dengan Eliza saja yang memandang, namun kedua perawat lain juga memandang Eliza.

"Iya," jawab Eliza.

"Kok bisa punya ASI?" tanya perawat yang satunya lagi.

"Saya sudah menikah dan memiliki anak," jawab Eliza yang bingung dengan pertanyaan si perawat.

"Oh kamu sudah menikah, kami kirain masih sekolah," kata si perawat yang lainnya.

Eliza hanya tersenyum mendengar perkataan si perawat.

"Ini sus, ASI nya." Eliza meletakkan tas ASI ke atas meja. Dia kemudian mengeluarkan kantong berisi ASI dari dalam tas.

"Ini tanggal dan jamnya sudah di buat ya." Perawat melihat tanggal yang tertera di kantong ASI.

"Iya, ini ASI nya saya simpan di freezer, karena waktu memompa ASI, saya gak tahu mau dikasih ke siapa." Eliza menunjukkan 8 kantong ASI yang dalam keadaan beku.

"Wah asinya banyak sekali mbak," kata si perawat.

Eliza hanya tersenyum mendengar ucapan si perawat.

"Anaknya mbak bagaimana, jika asinya didonorkan seperti ini?"

"Anak saya baru meninggal 1 minggu yang lalu karena itu saya pompa asi karena kebetulan ASI saya sangat banyak."

Seketika ruangan itu hening.

"Oh maaf ya Mbak yang sabar," kata si perawat merasa kasihan

Eliza menganggukkan kepalanya.

"Oh, iya. Beberapa hari lalu, saya sakit flu dan saya minum obat. Saya sudah tulis nama obatnya. Selain itu, saya tidak punya penyakit menular ataupun penyakit bawaan. Insya Allah saya sehat."

Dia menunjukkan beberapa kantong ASI yang diberi keterangan obat yang di konsumsi.

"Jika ASI yang ini tidak bisa diberikan untuk bayi, buang saja," ucapnya lagi

Sang perawat mengangguk. "Baik, Mbak. Kami akan konsultasikan dulu dengan dokter anaknya, apakah ASI boleh diberikan ke bayi atau tidak? Tapi biasanya selama ini tidak masalah, meskipun ibunya mengkonsumsi obat parasetamol," jawabnya.

Eliza tersenyum. "Baiklah kalau begitu saya permisi."

"Iya mbak," jawab si perawat.

Eliza lantas kembali melangkahkan kakinya ke arah box bayi yang akan menjadi anak susunya.

Dia tersenyum memandang bayi tersebut.

Eliza memasukkan jarinya di celah dinding box dan menyentuh jarinya. "Hai nak, ibu pamit pulang dulu."

***

Nathan sendiri datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi putranya.

Dari pagi hingga sore, dia menghabiskan waktu untuk mencari pendonor ASI.

Namun, hasilnya sangat mengecewakan. Bahkan pria itu hampir putus asa dan tidak tahu harus mencari kemana.

"Selamat sore, Mas Nathan," sapa perawat yang bertugas diruang perawatan bayi.

Nathan hanya sedikit menganggukkan kepalanya. "Saya belum menemukan pendonor ASI untuk bayi saya," ucapnya memerhatikan bayi mungilnya yang sedang tertidur.

Anehnya, putranya itu tampak sangat anteng sekali.


Sang perawat tersenyum. "Tidak apa-apa mas, kebetulan tadi siang ada seorang ibu yang mendonorkan ASI nya ke sini. Kami mengatakan kepada ibu itu, ASI yang diberikannya untuk anak mas Nathan."

Mendengar itu, mata Nathan terbuka lebar. "Apa itu benar?" 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 497

    Di teras vila, Eliza duduk santai di kursi goyang. Perutnya yang besar dibelai lembut oleh Nathan, yang duduk di sampingnya. Tangan mereka saling bertaut, hangat.“Hubby sudah tidak sabar melihat dua bayi ini lahir,” bisik Nathan sambil menempelkan telinganya ke perut Eliza. “Pasti keduanya sama cantiknya seperti kamu.”Eliza tertawa kecil. “Jangan manis-manis, nanti Liza meleleh.”Nathan mencium kening istrinya dengan lembut. “Kalau kamu meleleh, hubby siap menjilat."Eliza menatap wajah suaminya, dengan bibir manyun ke depan. “Emangnya Liza eskrim?" Nathan tersenyum nakal mendengar jawaban dari istrinya. "Lebih enak dari sekedar eskrim. Eskrim hanya manis dan lembut saja. Tapi kalau kamu, ada manisnya, lembut, lengit, ada rasa gurih-gurihnya, dan aromanya juga, khas. Semakin dijilat, cairannya semakin banyak.""Hubby!" Teriak Eliza, setelah memahami arah pembicaraan suaminya."Auw, sakit sweet heart," kata Nathan sambil berusaha menahan tangan Eliza yang saat ini sedang ingin menc

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 496

    Langit siang itu membentang dalam nuansa biru pucat, dihiasi awan tipis yang mengambang malas di atas danau kecil di belakang vila. Permukaan air memantulkan cahaya matahari, berkilau tenang dan jernih, menciptakan suasana yang begitu menenteramkan.“Daddy, ayo naik,” seru Olivia riang sambil menggenggam satu buah dayung. Sementara itu, Aruna sudah lebih dulu duduk tenang di atas sampan, menanti gadis kecil itu dengan senyum hangat.Mereka memang telah merencanakan momen ini—mengelilingi danau berdua, menikmati alam yang damai. Namun, sebelum Olivia sempat naik ke sampan, Albert datang menghampiri dan menawarkan diri untuk ikut.“Ya, Daddy akan naik,” ujarnya penuh semangat sebelum langsung melompat naik ke atas perahu.Olivia tersenyum jahil, lalu menyerahkan dayung di tangannya. “Ini, untuk Amora. Eh, maksudku untuk Aruna. Tiba-tiba perutku mules. Aku harus ke kamar mandi. Sepertinya aku nggak jadi ikut,” ucapnya cepat, lalu mendorong sampan hingga menjauh ke tengah danau.“Olivia!

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 495

    Sementara itu, jauh dari vila, di sebuah rumah petak tua dekat terminal bus yang tersembunyi di balik pasar malam, Lina terduduk lemas, bersandar di dinding kusam. Napasnya masih terengah, tubuhnya penuh debu dan keringat. Rambutnya acak-acakan, tangannya gemetar karena dingin dan ketakutan.Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah ponsel kecil. Tak ada nama dalam daftar kontak. Hanya satu nomor asing yang disimpan tanpa label.Dengan tangan yang menggigil, Lina menekan tombol hijau.Beberapa detik kemudian, suara perempuan di seberang menyambutnya. Datar, namun penuh tekanan.“Halo?”Sherly.“Aku lolos,” jawab Lina cepat. “Tapi sepertinya mereka mulai tahu. Nathan, Albert dan Hermawan pasti akan mencari tahu dan menyelidiki masalah ini. Ini bukan masalah remeh," kata Lina. Semua jejak hanya mengarah ke Sherly. Lina memang sengaja melakukan hal ini, agar bos nya tidak ketahuan. Namun ia tidak akan mengatakan hal itu kepada wanita bodoh di seberang sana.Hening. Sunyi yang mencekam,

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 494

    Ketegangan masih menggantung di ruang baca lantai dua. Nathan dan Eliza berdiri membeku, menatap Lina yang terpojok di sudut ruangan. Tubuh wanita itu bergetar, tapi sorot matanya tetap menyimpan keberanian yang belum padam.Tiba-tiba, di luar dugaan. Lina menyambar ponselnya dari tangan Nathan, lalu berbalik dan melompat dari jendela lantai dua.“Lina!” teriak Eliza dengan kaget, suaranya menggema di seluruh ruangan.Tubuh wanita itu mendarat dengan keras di bawah, tapi entah bagaimana, ia tetap mampu bangkit dan berlari.Teddy yang berada di lantai dua langsung beraksi. Ia mengejar bersama dua pengawal keluarga Hermawan. Sementara itu, penjaga luar vila mulai menyisir area sekitar, menyusuri lorong-lorong gelap yang menjadi jalur pelarian.Lina berlari ke arah dapur belakang, memutar lewat area servis tempat para pelayan biasa keluar-masuk. Pintu darurat terbuka dengan bunyi dentuman pelan, dan malam yang dingin menyambutnya dalam pelukan pekat.Teddy terus mengejar, suaranya menyam

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 493

    Dan pada saat yang sama, di dalam kamar pelayan, Lina sedang menekan nomor asing di ponselnya. Wajahnya serius. Pandangannya dingin.“Target mulai curiga. Tapi aku akan teruskan. Kita akan dapatkan apa yang kita cari. Bahkan jika harus lewat anak-anaknya.”Suaranya pelan, tapi tajam seperti pecahan kaca. Di seberangnya, suara pria terdengar samar, memberinya perintah selanjutnya.Lina mematikan panggilan dan berdiri di depan kaca kecil di sudut kamar. Ia menyisir rambutnya perlahan. Tatapannya kosong. Tapi di balik mata itu, ada luka. Ada dendam. Ada rencana yang belum selesai.Setelah memberikan laporan kepada orang itu, ia kemudian mengirimkan pesan ke nomor handphone Sherly. Setelah pean terkirim, Lina keluar dari dalam kamar, dan bergabung dengan para asisten rumah tangga yang lainnya.***Sore itu, langit di Puncak perlahan berubah jingga. Kabut tipis turun perlahan, menyelimuti vila yang tampak damai di permukaannya. Namun di dalam ruang keamanan Teddy, sebuah rencana berbahaya

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 491

    “Kurang lebih dua tahun, Nyonya,” jawab Lina, tetap menjaga wajahnya agar terlihat netral.“Dan sebelumnya?”“Saya… sempat bekerja di rumah keluarga Belanda yang tinggal di Jakarta.”Eliza mengangguk perlahan, meski dalam hati menyimpan kebingungan. Ia pernah mendengar nama itu, tapi tak pernah melihat wajah Lina di antara staf-staf sebelumnya yang pernah dia periksa. Keganjilan lain yang makin menumpuk.Mereka akhirnya tiba di tepi danau. Airnya tenang, memantulkan langit biru yang cerah. Eliza berdiri di sana, menikmati pemandangan. Tapi pikirannya sibuk mengurai benang kusut yang baru saja dimulai.Lina berdiri tak jauh darinya, menunduk, namun kedua matanya terus memperhatikan setiap gerak Eliza. Ponsel kecil di saku switer-nya masih menyala diam-diam, merekam percakapan mereka. Siapa pun yang mengirimnya, pasti akan menerima laporan yang sangat lengkap.Namun sebelum Lina bisa mengumpulkan lebih banyak informasi, Eliza memutar badan dan berkata lembut namun tegas, “Kamu tahu, ada

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status