"Tugasmu adalah untuk melahirkan anakku, jangan berharap lebih dari itu," ucapnya tanpa ekspresi. Anderson Gretchen, CEO di perusahaan tempat Melody Gray bekerja. "Tentu saja." Melody menjawab dengan singkat. Anderson Gretchen tersenyum lebar, sepertinya dia membayangkan seorang anak yang telah lama dia damba. *** Petaka ini terjadi tanpa Melody minta, ayahnya yang kabur dengan meninggalkan hutang yang terus membengkak. Melody pun harus menanggung hutang tersebut sementara ada adik yang memiliki penyakit jantung bawaan dari lahir, yang harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Hari naas itu kembali menerpanya, saat jantung Mike—adiknya— makin memburuk dan harus dioperasi dalam waktu dekat. Di saat pikirannya kalut dan buntu dengan dua hal itu, Diana—istri Anderson— datang menawarkan penawaran yang tidak bisa Melody tolak. Gadis itu akhirnya terpaksa menikah dengan Anderson. Menjadi istri kedua dan harus dituntut untuk memberi keturunan bagi keluarga Gretchen. Menjadi istri kedua, bukan hal yang Melody harapkan. Apa lagi pernikahan tanpa cinta. Hanya napsu yang ada. Akankah Melody sanggup bertahan hingga akhir?
View MoreSepulangnya Aidan, Melody kembali merenung menatap nanar langit-langit kamar rawat inapnya. Hatinya sempat goyah ketika Aidan mengatakan bahwa Anderson mencaritahu tentang dirinya. "Kamu bodoh, Mel. Buat apa lagi kamu mikirin suamimu itu? Jelas-jelas dia tidak bisa mengambil keputusan yang baik untukmu," gumam Melody. Melody meraup wajahnya dengan kasar, dia tidak percaya akan kesulitan seperti sekarang dalam mencintai seseorang. Iya, tidak bisa dipungkiri, kebersamaan yang dia lalui bersama Anderson sedikit demi sedikit telah membuka hatinya. Apa lagi perhatian yang Anderson berikan bagaikan siraman air hujan di musim kemarau. Sosok Anderson yang selalu ada di saat dia butuhkan, menggantikan ketidakhadiran sang ayah. Bahkan Mike yang pemalu saja bisa langsung dekat dengan Anderson, siapa yang tidak jatuh hati jika dipertemukan dengan orang seperti Anderson?"Sungguh, aku benci dengan apa yang kurasa." Melody memejamkan matanya, rasa pedih itu kembali menyerang kedua kelopak mata
"Maaf, Mel, aku datang telat. Tadi ban mobilku kempes." Napas Aidan tersengal-sengal sesampainya dia di ruangan Melody. Dia membungkukkan tubuhnya sambil mengatur napas, di tangan kanan Aidan terdapat kotak kue yang dipesan Melody. "Maaf, ya Aidan. Aku jadi merepotkan kamu terus," ucapnya penuh rasa bersalah. Melody menyeka keringat di dahi Aidan dengan tisu di dekat meja brangkar. Keadaannya sudah jauh lebih membaik, dari terakhir dia datang. Hanya saja, dokter masih meminta Melody untuk dirawat dulu sampai beberapa hari kedepan. "Thank's, Mel. Oh iya ini kue yang kamu minta. Aku siapkan piringnya dulu ya," ucap Aidan. Aidan berjalan ke arah sudut ruangan, di mana beberapa alat makan berada. Buah segar yang dia beli pun dia taruh di atas rak kecil yang tersedia. Diserahkannya peralatan makan bersih pada Melody beserta kue yang diinginkan ibu hamil itu. Terkadang Aidan merasa kasihan, di saat seperti sekarang ini harusnya yang lebih peduli akan keadaan Melody itu Anderson, bukan
Anderson tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Pikirannya semrawut dan hanya teringat akan Melody semata. Padahal dia baru saja menggauli Diana, meski itu semua karena paksaan Diana. Hati Anderson tidak bisa dibohongi lagi, dia sungguh sudah tertawan oleh Melody. Dia juga tidak tahu sejak kapan hatinya hanya tertuju pada istri keduanya ini. Rasa bersalah bersemayam di hatinya saat dia bercinta dengan Diana beberapa saat lalu, sebab bukan Diana yang dia lihat melainkan Melody. Sungguh tiap kali Anderson terpaksa menyentuh Diana, yang ada dipikirannya hanya wajah Melody saja. Dia mengacak rambutnya yang masih basah sehabis mandi tadi. Meski Diana menyuruhnya untuk mengeringkan rambutnya, tapi Anderson tidak mempedulikan kata-katanya dan justru berbaring di kasur membelakangi Diana. "Sayang, makasih ya. Karena kamu masih mau menyentuhku. Aku takut kamu tidak lagi tertarik dengan tubuhku ini," bisik Diana. Tidak ada jawaban dari Anderson, hingga akhirnya Diana berinisiatif meme
Anderson terkejut saat seseorang menepuk pundaknya. Refleks dia menengok ke belakang dan menemukan Aidan menyeringai memamerkan deretan gigi putihnya. "Astaga! Kamu ini ngagetin orang saja!" Kesal atas ulah Aidan, dia pun memukuli tubuh kekar sang sekretaris pertamanya. "Maaf, Tuan. Habis saya nggak enak ganggu Tuan tadi," ucapnya."Huh, alasan saja. Ada apa?" Anderson mengajak Aidan keluar dari ruangan. Dia tidak ingin mengganggu istrinya. "Tuan, tadi nyonya besar telepon saya. Katanya dia ingin Anda untuk pulang. Nyonya besar bilang, Anda tidak mau mengangkat telepon darinya." Kini Anderson tahu alasan Aidan ada di rumah sakit. Dia memang sengaja tidak merespon panggilan dari ibunya maupun Diana. Pikirannya kusut, tidak mungkin dia ingin bertemu dengan keduanya. Namun, Anderson juga tahu dia tidak bisa selamanya mengabaikan masalah ini jika ingin Melody diterima di keluarganya. "Sudahlah, aku tahu kenapa. Aku akan pulang ke rumah dulu, untuk sementara waktu kamu tolong perhati
Sesampainya di rumah sakit, tim medis langsung membawa Melody untuk dilakukan pemeriksaan awal. Sementara itu Anderson mengurus administrasi. Setelah selesai dengan urusannya, Anderson segera mendatangi ruangan di mana Melody berada. Ketakutan dirasa Anderson saat ini, dia takut sesuatu yang buruk terjadi pada istrinya. Ketika Anderson sampai, dokter baru saja selesai mendiagnosa Melody. "Bagiamana keadaan istri saya, Dok?" tanya Anderson. "Istri Anda tidak dalam keadaan yang baik, berat badannya turun dari terakhir dia dirawat. Saya sudah bilang, untuk menjaga istri Anda dengan baik.""Wanita yang sedang hamil itu harus diperhatikan lebih, apa lagi istri Anda baru saja kehilangan adiknya. Pasti tidak mudah untuknya saat seperti sekarang ini," imbuh sang dokter yang menangani Melody. Anderson mematung, dia tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh dokter tersebut. Memang benar Melody hampir tidak menyentuh makanannya. Bukan hanya karena morning sick, tapi dengan keadaan di rum
"Kamu yakin tidak apa-apa? Mau kupanggilkan dokter keluargaku?" tanya Anderson yang tidak tenang ketika melihat wajah Melody pucat pasi. "Tidak perlu. Sungguh aku tidak apa-apa." Melody melepaskan tangan Anderson dari lengannya. Perasaannya campur aduk. Kalau tahu akan begini, setelah kembali dari kuburan adiknya lebih baik dia ke rumah lamanya saja. Biarlah dia sendirian, itu justru lebih bagus dari pada serumah dengan Diana. Langkah kaki Melody gontai menuju ranjang, dilabuhkan dirinya di kasur empuk tapi tidak ada bedanya seperti duri. "Tidak bisakah aku kembali ke rumahku saja?" tanya Melody setelah diam beberapa saat."Tidak. Di sana siapa yang akan menjagamu?" Raut wajah Anderson langsung berubah kelam ketika Melody mengungkit masalah itu lagi. Dia sungguh tidak ingin berpisah dengan Melody. Bila perlu, dia ingin memindahkan semua pekerjaan di kantornya ke rumah. "Kenapa tidak? Kamu bisa menggaji pembantu untuk menjagaku. Kamu tidak lihat bagaimana istrimu memperlakukanku?
Sepulangnya dari bersenang-senang, Diana melihat Melody tengah duduk merenung di ruang tamu. Melody yang tidak bereaksi akan kehadiran Diana menandakan dia sedang melamun, bahkan Diana dapat melihat ada sisa air mata di pipi madunya itu. Ya bukan berarti Diana peduli juga akan kesedihan yang dirasakan Melody, dia malah sengaja menendang kaki Melody hingga Melody terhenyak dari lamunan panjangnya. "Enak banget ya kamu, sekarang jadi nyonya rumah. Ngelamun gitu, sedang mikirin cara untuk miliki rumah ini?" sindir Diana. Sontak saja Melody bangun dari duduknya ketika dia mendengar sindiran tersebut, meski kakinya masih terasa sakit akibat perbuatan Diana. Namun, Melody menahannya seolah-olah dia tidak merasakan apa-apa. "Maaf, Diana. Saya tidak punya niat seperti itu." "Hah? Apa tadi kamu bilang?" "Saya tidak bermaksud begitu." "Bukan itu! Kamu tadi manggil aku apa? Diana? Siapa yang menyuruhmu memanggilku begitu, hah!"Wajah Diana merah padam menahan emosinya, dia yang menganggap
"Tuan yakin saya bisa tinggal di sini? Nyonya Diana samgat jelas sekali dia tidak suka dengan saya," ucap Melody. Anderson meletakkan barang-barang Melody di salah satu kamar yang ada di rumahnya. Dia kemudian mendekat pada sang istri yang masih mematung di depan pintu. Dia memegang tangan Melody dan menuntunnya duduk di ranjang. "Jangan hiraukan dia, kamu pun istriku. Apa lagi kamu sekarang sedang hamil anakku, tidak mungkin kamu kubiarkan sendirian di luar sana." "Tapi, bagaimana jika Nyonya terus mengganggu saya?" "Kalau dia macam-macam sama kamu, bilang padaku. Oh iya, mulai sekarang jangan panggil aku tuan, aku ini suamimu. Kita bukan hanya terikat sebagai bos dan sekretaris lagi," ujar Anderson. Tidak ada jawaban dari Melody, dia masih ragu dengan semua ucapan Anderson. Masih teringat apa yang Anderson katakan di malam pengantin waktu itu, perlakuan Diana, serta mertuanya yang hanya ingin mengharapkan anak semata. Melody takut, seandainya anak yang dia kandung nanti telah
Anderson dan Melody sampai hampir larut malam, Anderson sengaja mengajak Melody makan dulu di restoran sebelum mereka pulang. Tujuan awalnya untuk menghindari Diana, meski hanya untuk sementara waktu saja. Melody menerima uluran tangan Anderson yang membantunya turun dari mobil, wajah Melody memucat seketika saat dia membayangkan apa yang akan terjadi seandainya Diana tahu kedatangannya malam ini dengan tujuan tinggal bersama. Membayangkan apa yang Diana lakukan selama beberapa hari terakhir, tidak mungkin madunya itu akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Karena itu lah Melody ragu ketika Anderson mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Ada apa? Ayo masuk, nanti kamu sakit kalau terlalu lama di luar malam-malam gini," ujar Anderson. Melody menggeleng lemah, firasatnya mengatakan bahwa dia pasti akan dalam masalah jika masuk ke dalam rumah tersebut. Meski secara hukum dan agama Anderson adalah suaminya, tapi di mata orang lain dia adalah perusak rumah tangga. Orang luar tidak akan me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments