Malam Itu, Bos! [Hasrat Yang Tak Terpadamkan]

Malam Itu, Bos! [Hasrat Yang Tak Terpadamkan]

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-11-05
Oleh:  Nona LeeBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
12Bab
8Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Marlina tidak pernah menyangka, akan terlibat cinta satu malam dengan Bos tampan yang baru menjabat beberapa minggu di perusahaan tempatnya bekerja. Rey Aldebaran, Bos yang terkenal dingin dan acuh pada semua pegawainya. Namun setelah malam menggairahkan yang dia lewati dengan sang sekertaris. Sikapnya mulai mencair, dia lebih sering memperhatikan sekertaris cantiknya. Bahkan mencari cara agar berduaan dengan Marlina. Apakah hubungan mereka akan berubah setelah malam panas itu terjadi?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Malam Yang Membakar

Malam itu udara terasa berat, lampu-lampu redup memantulkan kilau indah di gelas kristal. Menyelubungi ruangan, dengan cahaya keemasan. Dentingan gelas, tawa para pegawai, terdengar jelas di telinga wanita bernama Marlina navasya. Hatinya terasa gelisah, karena seorang lelaki terus menatapnya dengan tajam dan menusuk.

"Kenapa dia menatapku seperti itu?" gumamnya pelan. Dia berusaha terlihat santai, sembari meneguk minuman di tangan kanannya.

Lelaki itu duduk tegap, kemejanya sedikit terbuka di bagian atas, dasi hitamnya longgar, memberi celah tak biasa pada dirinya yang jarang terbuka. Rey Aldebaran, bos barunya. Dingin, berwibawa, dan selama tiga minggu sejak menjabat, tak pernah menatap Marlina lebih dari lima detik. Sampai malam ini.

Rey meneguk minumannya, dengan santai namun berbahaya. Sesekali rahangnya mengeras, memperlihatkan jika dia bukan sosok yang tak pernah hilang kendali, kecuali malam ini.

Alkohol telah metuntuhkan tembok tinggi diantara mereka. Marlina tahu, jika dia bertahan di sini terlalu lama, sesuatu akan terjadi. Dan benar saja, lelaki itu berjalan mendekat. Rey menatapnya tajam, dengan senyuman tipis di wajah dinginnya.

"Ikut aku keluar, sekarang."

Suaranya rendah, menusuk telinga. Bukan seperti ajakan, melainkan perintah. Tanpa sadar, wanita itu mengikutinya.

Udara malam dingin menusuk kulit, namun tidak cukup untuk meredam panas yang mulai menguasai Marlina. Mereka berjalan tanpa bicara, langkah Rey lebar dan cepat, memaksanya setengah berlari.

Begitu pintu kamar hotel itu tertutup, Rey berdiri membelakanginya. Bahu lebarnya naik-turun, napasnya berat. Marlina hanya bisa berdiri kaku, menunggu atau mungkin, berharap.

Rey berbalik. Tatapannya bukan lagi tatapan bos yang dingin, melainkan lelaki yang dihadapkan pada sesuatu yang tak bisa dia tolak. Dia mendekat, setiap langkahnya terdengar jelas di telinga Marlina.

"Kau tahu apa yang terjadi saat kau memandangku seperti itu, Marlina?" suaranya rendah, serak, bercampur alkohol.

"A… apa?" suaranya nyaris berbisik.

Rey meraih pinggangnya dengan satu tangan, menariknya begitu dekat hingga tubuh mereka bersentuhan penuh. Aroma maskulinnya bercampur wangi alkohol membuat Marlina pusing. Dia ingin menolak, namun jantungnya justru berdegup semakin kencang.

Cengkeraman Rey menguat. Bibirnya hampir menyentuh telinga Marlina saat dia berbisik, "Aku tidak pernah menginginkan siapa pun, sampai malam ini."

Detik berikutnya, bibir Rey menyapu bibir Marlina. Awalnya lembut, penuh kehati-hatian, namun berubah menjadi ciuman yang panas, dalam, dan nyaris putus asa. Marlina terhuyung, jemarinya secara otomatis meraih kerah kemeja Rey, merasakan otot tegang di balik kain tipis itu.

Ciuman itu tak berhenti. Rey mendorongnya perlahan ke dinding, tubuhnya mengurung Marlina seolah dunia di luar sana tidak ada. Napas mereka memburu, suara helaan tercampur dengan gesekan kain di antara keduanya.

"Tuan Rey…" bisik Marlina di sela napas terputus-putus.

"Diam," jawabnya, suaranya dalam dan memerintah. "Malam ini… kau milikku."

Alkohol, tatapan penuh hasrat, dan rasa yang tak pernah diutarakan. Semuanya meledak dalam ruang sempit itu. Dan Marlina tahu, sejak saat itu, tidak ada jalan kembali.

Tangan Rey bergerak perlahan namun pasti, jemarinya menelusuri garis punggung Marlina, membuat tubuhnya menegang sekaligus bergetar. Setiap sentuhan terasa seperti percikan api yang membakar kulitnya dari dalam.

Marlina mencoba berpikir jernih, mencoba mengingat bahwa lelaki ini adalah bosnya. Namun saat Rey merunduk, menatapnya dari jarak hanya beberapa inci, matanya yang gelap itu menelan semua logika.

"Kau bahkan tidak sadar, kan… kalau setiap gerakanmu membuatku gila," gumam Rey, suaranya rendah dan nyaris seperti erangan tertahan.

"Tapi..."

Marlina menelan ludah, bibirnya terbuka untuk kembali bicara, tapi Rey menutupnya lagi dengan ciuman. Kali ini lebih dalam, lebih mendesak. Lidahnya menyapu lembut, lalu menuntut, membuat Marlina terperangkap dalam pusaran rasa yang tidak pernah dia bayangkan.

Tangan Rey kini berada di sisi wajahnya, jemarinya menyapu rahang Marlina dengan lembut sebelum turun ke lehernya. Sentuhan itu membuat napasnya tak karuan. Marlina merasakan tubuh Rey begitu dekat, otot dadanya menekan dadanya sendiri, panas tubuh mereka berpadu, tidak ada celah.

"Tuan… kita… tidak bisa…" suaranya bergetar, setengah terputus oleh ciuman yang tak memberinya waktu bernapas.

"Kita sudah melewati batas, dan kau ingin berhenti sampai disini?" jawabnya tegas, seolah tak ada hal lain yang lebih pasti di dunia ini.

Mereka bergeser tanpa sadar, tubuh Marlina terdorong ke sisi tempat tidur. Rey menunduk, menatapnya seperti menatap sesuatu yang paling dia inginkan.

"Kau mabuk…" Marlina mencoba meraih alasan.

"Aku memang mabuk, tapi aku bisa mengingat setiap detail tentangmu. Senyummu… suaramu… bahkan caramu menatapku saat kau pikir aku tidak melihat."

Jemari Rey mengusap perlahan bibir Marlina, lalu dia kembali mendekat, kali ini tanpa terburu-buru. Ciuman itu dalam, basah, dan penuh obsesi. Rey seolah sedang menandai setiap inci dari dirinya, menyatakan jika wanita itu miliknya. Marlina merasa lututnya lemas, tubuhnya hampir jatuh ke ranjang jika Rey tidak menahannya.

Rey tidak memberi Marlina kesempatan untuk menjauh. Dia langsung meraih pergelangan tangan wanita itu, menariknya dengan kekuatan yang tak bisa dibantah.

Tubuh Marlina terhempas lembut ke atas ranjang. Punggungnya tenggelam di antara lipatan sprei yang dingin, bersama Rey di atasnya.

Napas lelaki itu memburu, matanya memantulkan kilat dari luar jendela. "Katakan padaku kalau kau tidak menginginkannya, maka aku akan berhenti," ucapnya pelan, tapi nadanya seperti ancaman yang manis.

Marlina terdiam. Dia ingin bicara, tapi bibir Rey sudah kembali menaklukkan bibirnya. Kali ini lebih dalam, lebih ganas, seolah ciuman itu adalah satu-satunya bahasa yang dia pahami. Jemari Rey menyusuri sisi wajahnya, lalu turun ke garis rahang, leher, hingga bahu, membakar setiap inci yang disentuhnya.

Marlina menggenggam kemeja Rey, tidak tahu apakah itu untuk menariknya lebih dekat atau menolaknya. Tapi Rey menangkap gerakan itu sebagai undangan. Dia mempererat pelukan, tubuh mereka kini hanya dipisahkan oleh lapisan kain tipis.

"Kau membuatku gila, Marlina…" desis Rey di telinganya. Napasnya panas, menggetarkan kulit lehernya. Marlina menggigit bibir, tubuhnya merespons dengan cara yang membuatnya takut namun menginginkan lebih.

Rey mendorong sedikit, memberi ruang agar tatapan mereka bertemu. Matanya tajam, namun ada bara di dalamnya. Dia kembali merunduk, menelusuri leher Marlina dengan bibirnya. Ciuman ringan itu berubah menjadi gigitan halus yang membuat Marlina mengerang pelan tanpa sadar.

Di luar, hujan semakin deras. Di dalam, dunia mereka menyempit hanya pada detak jantung yang berpacu, napas yang berpadu, dan sentuhan yang semakin berani. Rey menahan diri sekuat mungkin, namun tatapan Marlina yang setengah mabuk itu membuatnya kehilangan logika. Tanpa sadar dia melucuti pakaiannya sendiri, menunjukkan tubuh kekar yang indah, pada wanita itu.

Marlina menatapnya, pipi panas, napas kacau. Rey tersenyum kecil, penuh percaya diri. Lengan kekarnya membelai mesra wajah mungil Marlina, lalu turun ke bahu, membuka perlahan dress hitam sederana yang menempel di tububnya.

"Kau milikku malam ini..."

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
12 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status