Dia ini benar-benar iblis, ya?! Ataukah rentenir berwujud iblis tampan? Meskipun Risa menjual semua barang-barang yang dimilikinya juga tidak akan sampai senilai itu! Bunga 50 persen sehari? Sial! Seharusnya, dia dulu tidak menolak ayahnya membelikannya mobil mewah dan menerima persenan saham dari perusahaan mereka! Dia memiliki gelang dan kalung mahal pemberian Adnan, tapi tidak mungkin menjualnya demi menutupi aib ini, kan? Dia juga tidak bisa menjelaskan hal itu tanpa membuat calon suaminya salah paham. Adnan pasti tidak akan mau meminjamkan uang 1 milyar kepada calon istri yang baru dikenalnya beberapa hari! Apa yang akan dipikirkan pria itu tentang dirinya nanti? Malu, dong! Ternyata, menjadi rakyat biasa memang mudah untuk ditindas oleh penguasa! Risa mengubah taktiknya, mulai bersikap baik dan sopan dalam bujuk rayunya. “Tu-Tuan CEO, tolong jangan terlalu iseng mengerjai karyawan rendah seperti saya. Saya memang salah sejak awal. Sekarang juga, saya tidak bisa membedaka
Risa yang ditarik-tarik paksa sudah mirip seperti cumi-cumi yang mengapung di lautan, pasrah terbawa arus ke mana pun tubuhnya dibawa. "Bisa tidak jangan membahasnya sekarang?" pinta Risa memelas saat diseret menuju ke sebuah kafe di lantai satu perusahaan, menatap malas Vera yang sedang memesan minuman di kasir dengan wajah berseri-seri. "Tidak boleh! Hal hebat ini harus dirayakan juga, bukan?" "Di-dirayakan?" Risa terbengong mendengarnya. Beberapa saat kemudian. Dua buah minuman cokelat dingin tergeletak di meja di depan kedua wanita itu. Satunya tampak bersemangat, satunya tampak sudah kehilangan roh, duduk lemas dengan kepala bersandar tak bertenaga menghadap langit-langit. “Apa yang ingin kamu dengar, kan? Kisah percintaanku yang malang ini? Ataukah kesialan bertubi seperti kutukan? Siksaan mana yang ingin kamu berikan kepadaku?” tanya Risa, tidak mengubah posisinya. Vera menggeleng cepat, sangat antusias. “Katakan! Bagaimana bisa kamu menjadi sekretaris pribadi selama di B
Vera menawarkan diri, langsung dicegat dengan kedua tangan. Kalau dia ikut, Adnan pasti ikut juga, kan? “Tidak usah! Aku bisa sendiri menjelaskannya! Ini, kan, hari pertama. Aku rasa bos kita tidak akan begitu kejam. Ahahaha!” Matanya melirik Adnan yang tersenyum polos. Rasa bersalah menggantung di hati wanita ini. “Aku benar-benar minta maaf, Adnan. Aku sangat ceroboh hari ini. Kamu juga malah terjebak macet gara-gara datang ke sini.” “Tidak usah pikirkan itu. Cepatlah keluar,” hiburnya dengan nada menenangkan. “Hubungi saja aku setelah sampai di rumah. Kita masih bisa ngobrol lewat telepon, kan? Ini bukan zaman dinosaurus, Risa.” Risa mengangguk pelan, mulai sedikit tenang. Mata melirik diam-diam ke arah Vera, meminta lagi untuk diam soal bosnya itu. Vera dengan cepat membentuk tanda ‘ok’ menggunakan tangan kanan, tersenyum penuh semangat. Otak Vera sudah mulai travelling ke mana-mana tentang cinta segitiga! Bukankah akan sangat seru? Risa melambaikan tangan sampai kedua oran
Risa Abdullah akhirnya pasrah, dan tidak mau melawan. Ya, sudah, deh, ikuti saja apa maunya malam ini. Yang penting cepat-cepat selesai dan berpisah darinya! “Ingin protes?” Mata dingin Shouhei mengebor kedua bola matanya yang gemetar, dengan tepat sasaran mengenai niat dalam hatinya. Kepala Risa digelengkan cepat berkali-kali, tersenyum canggung. “Bagus,” pujinya puas, tersenyum lebar dan lepas, membuat wajah tampannya semakin tampan. “Bos?” tegur Risa pelan. Syok! Risa tertegun kaget ketika mata dingin itu meliriknya bagaikan laser. “Tadi aku bilang apa?” ancamnya dengan nada memerintah. “Sho-Shouhei?” “Benar. Ada apa? Mau ke toilet dulu?” Risa berpikir, suasana hati bosnya sudah mulai membaik karena pembawaannya tiba-tiba menjadi lembut luar biasa, maka dia pun mencoba keberuntungannya, tersenyum manis dipaksakan. “Apakah kita harus bergandengan tangan selengket begini? Sho-Shouhei?” “Tidak suka?” Hawa dingin langsung menampar punggung Risa, membuatnya mati kutu. Nada s
Shouhei melirik Risa dalam rangkulannya, mata dingin dan dewasa itu tidak terbaca apa pun. Andres mendengus geli, berkata dengan santai. “Risa, Risa. Aku tahu ini hanya bercanda, kan? Zaman apa sekarang masih saja bersandiwara di depan seorang mantan demi menjaga muka? Apa kamu pikir aku bodoh? Trik kecil begini, tidak akan mempan kepadaku. Seorang pria tiba-tiba mengaku sebagai calon suamimu? Pria yang tidak selevel denganmu? Katakan, siapa dia sebenarnya?” desaknya dengan wajah serius di akhir kalimat, menunjuk Shouhei dengan ujung dagunya. Apa seperti ini pria idaman wanita itu? Tidak mungkin! Berpikir Risa bukanlah wanita yang cocok dengan pria semacam Shouhei. Kepribadian mereka berdua bagaikan bumi dan langit! Cocok di mananya? Andres terlihat tidak senang. Apalagi pria di samping Risa yang tengah memeluknya sangat posesif itu terlihat luar biasa. Tampaknya, dia bukanlah orang sembarangan dari pembawaannya yang sangat dingin dan misterius. Hatinya semakin berpilin, karena R
“Tampaknya benar waktu mengubah seseorang, eh? Kamu menjadi lebih dewasa... dan lebih cantik tentu saja,” puji Andres dingin, melirik Risa yang berkeringat gelisah, senyumnya hilang di wajah tampannya. “Aku sudah tidak mengganggu hidupmu lagi. Jadi, sebaiknya kita jangan saling mengganggu. Masalah di masa lalu itu, aku tidak akan minta maaf. Kamu sendiri yang memulai semuanya! Kamu sangat jahat!” ucap Risa tegas, berusaha menguatkan hatinya, menjaga harga dirinya sebaik mungkin. Sudut-sudut matanya memanas. Shouhei yang melihat Risa sudah tidak tahan menghadapi Andres, langsung cepat mengambil alih, menghentikan percakapan itu. “Permisi, Tuan Andres. Saya rasa, sudah cukup sampai di sini percakapan kita. Kami masih memiliki urusan penting untuk dilakukan. Anda percaya atau tidak mengenai pernikahan kami berdua, bulan depan Anda bisa melihat kebenarannya di berbagai media berita yang ada. Saya adalah pria yang sangat mencintai Risa, menghargai masa lalunya, dan tidak akan bisa mentol
Risa serba salah, tidak paham. Matanya mengerjap bodoh. Dia ini benar-benar aneh! Risa sangat bingung menghadapinya. “Ta-tapi, kita, kan, tidak akan menikah, Pak! Bukankah saya hanya sebagai sekretaris pribadi yang bertugas sebagai pendamping Anda untuk malam ini?” “Kapan aku pernah bilang begitu?” ucapnya tenang, sebelah keningnya naik. Tangan kanannya menyeka sebuah krim di sudut bibir sang wanita, lalu menjilatinya dengan gerakan seksi. Risa mematung kaget, tubuh gemetar dingin. Apa-apaan bosnya ini? Apa maksud perkataannya tadi? Di atas kepala Risa seolah-olah ada sebuah tanda tanya besar kelap-kelip seperti dalam sebuah acara kuis di TV, mata sangat linglung. Baru saja ingin meminta penjelasan, Shouhei memotongnya, “sudahlah. Ini terlalu berat untuk kamu pikirkan. Sekarang, habiskan hidangan penutupmu, dan setelah itu kita lanjutkan ke acara selanjutnya.” Hah? Masih ada acara selanjutnya? Risa mengedipkan matanya lugu, polos bak anak kecil tanpa dosa. Sebagai sekretari
Pagi-pagi sekali, Risa menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke Bali. Wanita itu sibuk menggosok gigi sambil menekan koper peraknya yang mulai menyembul keluar. Dia tidak tahu bagaimana pekerjaan sekretaris pribadi secara langsung. Kalau melihatnya dari TV atau novel yang diamatinya, sepertinya memang pekerjaan sebagai sekretaris pribadi seseorang bisa dibilang semacam superhero untuk bosnya. “Aduh, kenapa Adnan belum juga membalas pesanku?” keluhnya ketika sudah selesai menyikat gigi, mengelap wajahnya dengan handuk kecil. Mata menatap cemas kepada centang pesan yang belum juga berubah warna. Semalam, begitu Risa sudah sampai di depan rumahnya (alias rumah bohongannya), dia langsung tepar di kamar salah satu pelayan keluarganya di sana. Subuh hari baru bangun, dan menyadari isi ponselnya sudah penuh dengan serangan pesan dari sang bos pemaksanya itu. Risa sama sekali tidak menyangka kalau Shouhei akan menyuruhnya membawa beberapa setel pakaian untuk acara 3 hari mereka. A