Sinar matahari menerobos masuk, menandakan jika waktu sudah kembali pagi, dan sampai saat itu juga Austin berhasil tidak melakukan apa pun. Sepanjang malam Austin hanya duduk diam di samping Daniella dengan sekuat tenaga menahan segala gairah yang menghantam dirinya. Hingga pagi datang, Daniella terbangun dari tidurnya. Gadis itu meregangkan tubuh yang terasa kaku karena tidur meringkuk di atas sofa. Namun, sesaat Daniella merasa terkejut ketika tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang terasa kasar. “Apa ini?” Daniella menoleh dan dia mendapati kepala Austin yang tertidur di sofa sedangkan tubuh pria itu terduduk di bawah. “Austin,” panggil Daniella. Ternyata pria itu tertidur di sampingnya sepanjang malam, bahkan Daniella juga tidak tahu kapan Austin kembali karena pria itu sama sekali tidak membangunkannya. Melihat wajah Austin yang tenang dan damai dalam tidur, tiba-tiba saja Daniella merasakan sesuatu yang aneh, perasaan yang pernah hadir dulu ketika dia baru pertama k
Satu minggu telah berlalu. Musim panas juga sudah tiba, Dominic dan Anna menghabiskan sepanjang hari mereka dengan tenang. Terkadang mereka pergi ke resort untuk melihat pekerjaan Austin dan yang lainnya, atau terkadang Anna juga datang ke restoran karena sesekali dia ingin mengingat masa lalunya saat masih bekerja di restoran Sky Crystal. Teman-temannya sangat kagum pada Anna, mereka tidak menyangka jika gadis tersebut bisa menikah dengan Dominic—pria yang terkenal sangat kaya raya. Namun, masih ada satu hal yang mengganjal hati Anna karena selama sepekan tinggal di Vermont, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan Daniella, kecuali saat pertama kali tiba di Vermont. Pernah sekali Anna dan Dominic menanyakan tentang Daniella kepada Austin, tetapi entah kenapa pria itu menjawabnya dengan berbagai alasan yang menurut Anna masih terkesan masuk akal. Namun, tetap saja Anna tidak bisa percaya begitu saja kepada Austin, yang ada dia semakin bertambah curiga kepada pria itu. Apakah
Sementara itu, di tempat lain, Austin sedang terlihat khawatir di depan pintu karena sejak semalam Daniella sama sekali belum keluar dari dalam kamarnya. Sejak satu minggu yang lalu, mereka tidak pernah berdebat lagi karena Austin punya banyak pekerjaan di kantor. Jadi, pria itu lebih sering pergi pagi dan pulang malam, hingga intensitas pertemuan mereka sedikit berkurang. Namun, sejak semalam Austin tidak ada melihat Daniella keluar sama sekali, sampai puncaknya di pagi ini dia merasa khawatir ketika pintu kamar Daniella belum terbuka sama sekali dan terdengar keadaan di dalam sepertinya cukup sepi. Austin menggantungkan tangannya ke udara ketika dia ingin mengetuk pintu kamarnya Daniella, entah kenapa perasaannya sangat ragu. Namun, akhirnya Austin memberanikan diri. Persetan dengan Daniella akan marah nanti! Pria itu mengetuk pintu pada akhirnya. Tok Tok Tidak ada sahutan apa pun dari dalam. Austin mengusap kasar wajahnya, lalu dia memanggil Daniella dengan pelan. “Daniell
Daniella bangun ketika jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, sedangkan matahari masih bersinar di luar. Seperti itulah matahari di musim panas. Tubuh gadis itu sudah sedikit baikan dan panasnya juga sudah turun. Daniella segera beranjak ketika mendengar ketukan pintu dari luar. Hari ini dia harus berterima kasih kepada Austin karena sudah merawatnya dengan baik. Begitu Daniella membukakan pintu, sudah ada Austin yang berdiri dengan membawa nampan berisi semangkuk sup yang masih mengepulkan asap putih. "Ini makan malammu."Daniella menerima makanan yang Austin berikan. Pria itu terlihat seperti kelelahan karena harus bekerja dan merawat Daniella dalam satu waktu. "Terima kasih, Austin. Maaf karena hari ini aku sudah merepotkanmu."Austin hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah masam. "Lain kali jaga kesehatanmu."Mendengar nasihat yang diberikan Austin, Daniella merasa sedikit senang karena pria itu ternyata cukup perhatian. Namun, ternyata Austin belum selesai dengan kali
“Kau sedang menyembunyikan sesuatu, Austin?” tanya Dominic langsung tanpa basa-basi, begitu mereka sampai di luar. Dominic dan juga Austin memilih duduk di kursi taman resort yang berada tepat di depan rumah Austin. Austin tidak langsung menjawab. Pria itu justru menatap Dominic dengan keheranan karena tidak tahu mengapa temannya bisa bertanya seperti itu. “Aku tidak mengerti dengan maksudmu, Dom. Apa aku terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu?” “Ya, apa kau lupa jika kau tidak pandai berbohong?” Dominic berbalik—melirik dengan tajam ke arah Austin untuk mengintimidasi pria berkulit putih itu. Benar saja, Austin langsung terlihat gelisah begitu mendapatkan tatapan tajam dari Dominic. “A-aku tidak sedang berbohong.” “Kau menyembunyikan gadis itu, bukan? Atau kau—“ Dominic sengaja tidak melanjutkan perkataannya. Dia ingin melihat reaksi Austin seperti apa. “Menyembunyikan? Apa kau pikir dia barang yang bisa disembunyikan?” tanya Austin lagi. Dia tahu gadis yang dimaksud o
“Dominic.” Anna memanggil nama suaminya begitu pria itu muncul. Matanya menelisik ke arah belakang Dominic, begitu juga dengan Daniella—mereka menanti kedatangan Austin yang pergi bersama dengan Dominic tadi. Namun, sepertinya pria berkulit putih itu tidak muncul sama sekali. Menyadari jika Anna seperti sedang mencari sesuatu, Dominic jadi mengerutkan keningnya. “Kau mencari apa, Sayang?” “Austin ke mana?” “Dia masih di belakang. Memangnya ada apa?” tanya Dominic lagi. Untuk apa Anna menanyakan tentang keberadaan Austin? “Austin—“ Daniella langsung mencekal tangan Anna, dan menggeleng pelan untuk mencegah gadis itu berbicara pada Dominic. Bukan apa-apa, Daniella hanya merasa sungkan saja dengan Dominic. Biar bagaimana pun, Dominic adalah bosnya juga di sini. Rasanya kurang sopan jika pria itu tahu masalahnya dengan Austin yang notabenenya adalah teman dari Dominic sendiri. “Kenapa?” Anna bertanya dengan wajah bingung karena Daniella mencegahnya. “Dominic pasti akan membantumu.
Anna masih terus berusaha membuka dan menutup mata di waktu hampir menuju tengah malam. Dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan Daniella, sebab Anna tahu bagaimana rasanya hidup dalam keadaan tertekan seperti itu. Merasakan tubuh Anna yang terus bergerak dalam dekapannya, Dominic pun membuka mata dan memerhatikan sang istri yang sedang menatap langit-langit kamar mereka. "Masih memikirkan tentang temanmu?"Anna hanya mengangguk, dan melihat sekilas ke arah Dominic. Saat itu juga dia merasakan pelukan Dominic yang semakin erat. "Tidur saja malam ini. Besok aku akan bicarakan hal ini dengan Austin. Sebelumnya, aku juga sudah berjanji padamu, bukan? Jika Austin melakukan sesuatu yang melanggar hukum, maka aku yang akan mengurusnya." Dominic menatap mata biru Anna dengan lekat. Dia tidak berbohong atau hanya sekadar memberikan kalimat penghibur pada Anna. Dominic akan menepati apa yang dia katakan. Melihat kesungguhan Dominic, mau tidak mau Anna berusaha mempercayainya, meskipun
Daniella menatap tubuh polosnya dengan perasaan jijik. Setiap kali marah, Austin pasti akan langsung memaksanya melakukan hubungan badan. Jika dulu Daniella suka melakukan hal tersebut dengan Austin, sekarang keadaannya berbanding terbalik. Dia benar-benar benci dengan perbuatan Austin yang semakin hari, menurutnya semakin kejam. "Kau menangis?" tanya Austin dengan santai. Pria itu baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Bahkan rambutnya masih basah dengan handuk yang terlilit di pinggang. Kulitnya yang putih juga begitu kontras dengan Daniella. "Daniella, kau dengar aku tidak?" Austin bertanya lagi setelah tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Daniella. Sementara itu, Daniella mengusap air matanya dengan kasar, dan langsung menatap Austin dengan penuh kebencian. "Apa pedulimu?" sinis Daniella. Gadis itu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, kemudian berbaring memunggungi Austin. Sekarang, dia hanya mau tidur saja. Tidak peduli jika ini kamar Austin sekali pun. M