Stela segera meraih tubuh Vincent yang masih menegang, karena melihat kilatan kenangan dari masa lalu. Erangan masih terdengar keluar dari sela bibirnya.
“Kamu harus coba ingat lagi kejadian di sini, Vin. Itu satu-satunya cara agar sembuh. Kamu ingat lagi siapa Kirania dan siapa yang membunuhnya,” lirih Stela meski tak tega melihat suaminya seperti ini.
Ya, dia memang melakukan hal gila yang bisa saja memberikan dampak buruk bagi psikologis Vincent. Tapi Stela tidak punya pilihan lain lagi, karena tidak ingin melihat suaminya menderita karena dihantui mimpi buruk setiap hari.
Vincent semakin mengerang kuat, tangannya mencengkeram erat Stela. “AARRGGHH.”
“Please, Vin. Coba ingat lagi,” pinta Stela pilu.
Kilatan kenangan bersama Kirania berputar di pikiran Vincent. Bagaimana mereka bertemu, menjadi dekat, lamaran di Green Park dan peristiwa memilukan yang merenggut nyawa wanita itu. Saat Vincent menyadari
Widya mendelik nyalang menatap sang Menantu. Selama kenal dengan wanita paruh baya itu, tak pernah sekalipun Stela melihat ibu mertuanya semarah ini. Dia tidak berani melihatnya, sehingga menundukkan kepala.“Sa-saya membawa Vincent ke apartemen tempat peristiwa nahas itu terjadi, Ma,” aku Stela di sela gugup yang mendera.Tubuh Widya lunglai seketika. Candra segera menyambut, lalu mendudukkannya di bangku yang ada di depan ruang ICU. Tarikan napas berat terdengar dari hidung wanita itu. Tak lama berganti isakan pilu menangisi keadaan putranya saat ini.“Aku minta kamu menjaga Vincent dengan baik, Stela,” lirih Widya melihat Stela masih dengan tatapan penuh amarah.“Ma-maafkan saya, Ma. Saya hanya ingin ingatan Vincent kembali lagi.”“Ingin ingatannya kembali??” Nada suara Widya kembali meninggi. “Kamu lihat sekarang apa yang terjadi kepadanya? Hah?!”Widya menangkup kedua tangan di
Tiga hari kemudianStela berdiri tak jauh dari ruang ICU tempat Vincent dirawat intensif. Dia baru bisa melihat suaminya, setelah Widya pergi dari sana.Selama tiga hari belakangan, seperti inilah wanita itu berkunjung ke rumah sakit. Candra mengirimkan jadwal berkunjung Widya, sehingga Stela bisa leluasa melihat Vincent.Setelah memastikan Widya pergi, Stela bergegas berjalan menuju pintu masuk tempat Vincent dirawat. Beruntung dirinya kenal dengan perawat yang ditugaskan menjaga pria itu, jadi lebih memudahkan baginya berkunjung.“Selamat pagi, Dokter Stela,” sapa perawat begitu Stela memasuki ruang perawatan Vincent.“Pagi, Suster. Gimana keadaan suami saya pagi ini?” tanya Stela melangkah mengambil perlengkapan pengunjung ICU sebelum mendekati Vincent.Stela mengambil pakaian khusus untuk pengunjung ruang ICU dan mengenakannya. Tak lupa juga menutupi kepalanya dengan topi khusus dan memasang masker.Perawat
Stela meringis kesakitan terjatuh dari tempat tidur. Dia kembali berdiri saat mendengar Vincent meneriakkan nama Kirania. Hatinya terasa tersayat ketika nama itu keluar dari bibir suaminya begitu terbangun setelah hampir satu bulan tidak sadarkan diri.Perawat segera menelepon dokter Donny begitu melihat Vincent sadar.“Vin? Kamu nggak pa-pa, ‘kan?” tanya Stela panik saat melihat Vincent mencengkram kepalanya kuat.Dia membelai wajah Vincent sambil menatap netra yang sangat dirindukan. Sesaat Stela tersentak tidak mendapati sorot cinta yang diperlihatkan oleh pria itu kepadanya. Hanya tatapan dingin, seolah tidak mengenal siapa dirinya.“Kamu siapa?” Vincent bertanya setelah menepis tangan Stela yang berada di wajahnya.Pertanyaan itu bagaikan jarum yang menusuk relung hati, terasa perih namun tak terlihat bekasnya.“Aku Stela, istri kamu,” jawab Stela dengan pandangan tidak tenang.“Ist
Flashback ONSeorang pria tampak berdiri di depan flat apartemen. Sebuah senyuman terukir di wajahnya menanti pintu dibuka dari dalam. Tak perlu menunggu lama, pintu itupun tersingkap.Mata elangnya segera menangkap sesosok wanita cantik berwajah mungil dengan mata hitam pekat kecil. Sepasang gigi berukuran besar dan panjang di bagian tengah terlihat saat senyuman terulas di paras cantiknya. Sesaat kemudian wanita berambut panjang tergerai indah itu berkacak pinggang.“Udah dibilang jangan datang, masih datang juga,” protesnya tanpa diiringi raut wajah kesal. Wanita itu malah tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Habis rindu, nggak tahan ingin bertemu dengan calon istri,” goda Vincent sambil melangkah memasuki flat.“Besok masih bisa ketemu, Pin-pin. Bandel banget dibilangin.” Wanita bernama Kirania itu melangkah menuju ruang tamu. “Lagian pamali ketemu di malam pernika
Flashback OffSatu minggu kemudianSepasang mata elang tampak mengerjap pelan saat matahari merambat melalui celah tirai kamar berukuran besar. Vincent menaikkan tangan kanan menghalangi sinar mentari yang menyapa wajahnya. Dia meregangkan tubuh, sebelum beranjak ke posisi duduk.Desahan pelan keluar dari sela bibir, karena selama satu minggu ini hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan berarti. Hari ini dia telah memutuskan untuk membuka kembali file investigasi tentang siapa Bastian sebenarnya. Setelah hal itu terkuak, maka akan mudah baginya menyeret pria itu ke penjara dengan kasus pembunuhan Kirania.Tidak ada kesedihan sedikitpun terpancar di wajahnya saat ini. Pengkhianatan wanita itu telah memangkas habis rasa cinta yang pernah tertanam di dalam dirinya. Meski begitu, kejahatan yang dilakukan oleh Bastian harus mendapat balasan.Vincent mengambil ponsel dari atas nakas, kemudian menghubungi Candra.“Halo, C
Mata lebar milik Stela perlahan mengerjap. Setelah terbuka sepenuhnya, pandangan netra cokelat itu menyapu ruangan yang didominasi warna putih. Ketika menyadari keberadaannya sekarang, dia berusaha mengubah posisi menjadi duduk. Saat mengangkat tubuh, kepala kembali terasa pusing sehingga tubuh Stela terbaring lagi di atas kasur.“Dokter, Stela sudah sadar.” Samar terdengar suara seorang wanita yang akrab di telinga Stela memanggil dokter.“San, gue di mana sekarang?” lirih Stela sambil menggapai ke arah Santi. Dia melihat selang infus yang terpasang di tangan kirinya.Gadis itu segera mendekati Stela yang masih lemah. “Alhamdulillah. Syukurlah kamu udah sadar, Stela.”Stela mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ternyata Santi membawa dirinya ke rumah sakit Puri Mekar dan sekarang berada di ruang IGD.“Kenapa gue ada di sini?” tanya Stela dengan kening berkerut.“Kamu tadi
Air mata menetes di sudut mata Stela saat melihat sepasang mata elang yang mengingatkan kepada Vincent. Tubuhnya masih tergantung dengan posisi condong ke belakang, tertahan di tangan pria itu.“Maaf, tadi saya buru-buru jadi tidak melihat Mbak berjalan dari arah berlawanan,” ucap suara bariton yang sangat mirip dengan Vincent.Pria itu kembali menarik tubuh Stela ke posisi berdiri. Sementara mata cokelat lebar miliknya masih memandang paras yang benar-benar mirip dengan suaminya itu.Gue pasti sedang berhalusinasi sekarang. Kenapa mata, suara dan wajah orang ini mirip dengan Vincent? batin Stela saat tubuhnya diam terpaku tanpa reaksi apa-apa.“Mbak? Halo? Mbak baik-baik saja, ‘kan?” Pria mirip dengan Vincent itu menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Stela.“Eh? Ya,” jawabnya singkat.Pria itu mengamati pakaian Stela, kemudian beralih ke wajahnya yang tampak pucat.&ldq
Sudah dua jam Vincent duduk menyandar di headboard tempat tidur. Sejak tadi malam dia tidak bisa tidur, karena wajah Stela selalu menari di pelupuk mata. Keningnya berkerut memikirkan, kenapa wanita yang baru ditemuinya kemarin siang selalu menghiasi pikiran?“Aku Stela, istri kamu.”Kalimat itu kembali terngiang di telinga bagaikan kaset kusut yang diputar berulang-ulang.“Apa dia wanita yang sama? Ah, saya nggak ingat persis gimana wajah wanita yang pertama kali saya lihat waktu pertama kali sadar,” gumam Vincent.Pria itu memejamkan mata beberapa saat sambil mengucapkan nama Stela berkali-kali. Dia seperti pernah mendengar nama tersebut jauh dari sebelum sadar. Tapi di mana?Vincent memutuskan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya dia mengenakan kemeja non formal dipadu dengan celana katun yang biasa dikenakan untuk bepergian selain ke kantor.Pria itu terdiam mematut dirinya di cermin. Kening