Darell mencium aroma masakan yang sampai ke dalam kamarnya. Laki-laki itu mengerang dan mencoba membuka matanya perlahan. Pusing. Kepala Darell terasa pusing dan berat sekali. Dia mencoba mengingat kejadian semalam. Memorinya me-review kejadian di bar, dia mabuk dan … Darell tak ingat dengan kejadian setelah dia naik mobil.
Darell memijit keningnya pelan, berharap rasa pusing di kepalanya itu sedikit reda. Beberapa detik kemudian perutnya berbunyi. Ah, semalam dia hanya menghabiskan waktu dengan minum. Perutnya ini belum di isi makanan sama sekali.
Dengan langkah gontai, Darell berjalan keluar dari kamarnya. Laki-laki itu mendapati seorang gadis yang sedang memasak di dapur apartemennya. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan mengenakan celemek berwarna salem.
“Len,” panggil Darell serak. Kerongkongannya kini terasa kering.
Gadis itu menoleh. “Udah bangun? Minum dulu, udah gue siapin di atas meja,” tutur Elaine. Sepertinya
Memang jika kita sudah bercerita dan mengungkapkan perasaan kita pada seseorang, hati kita akan sedikit ringan. Maksudnya tidak terlalu terbebani dengan masalah yang sedang kita hadapi. Karena ada orang lain yang bisa memberikan saran, masukan, bahkan menguatkan kita.“Kalau lo ada apa-apa, jangan sungkan buat cerita sama gue. Oke?” kata Veni pada Elaine, gadis itu mencoba meyakinkan Elaine bahwa dia tidak sendirian.Elaine menganggukkan kepalanya. Setelah itu gadis berambut pendek itu berpamitan pulang. Karena waktu juga sudah menunjukkan pukul lima sore. Elaine merapikan kamar kosnya, sebelum dia nanti pergi menuju apartemen Darell.Laki-laki itu tadi mengirimkan pesan pada Elaine, menanyakan keberadaannya. Tentu Elaine memberi tahu posisinya di mana. Darell hanya membalas singkat pesannya.Gadis itu menghembuskan napas kencang, sambil berbaring di atas kasur miliknya. Matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba dia penasaran dengan Chels
Mata Elaine melotot menatap layar ponselnya. Di dalam room chat kelas, semua anggota sedang harap-harap cemas menunggu nilai mata kuliah Pak Dzul. Elaine yang sedang bersama Darell terlihat tegang, sedangkan seniornya itu seolah tak peduli.“Biasa aja, nanti juga keluar nilainya,” kata Darell pada Elaine yang sedang harap-harap cemas itu.“Nggak bisa. Kalau jelek, bye!” timpal Elaine tanpa melihat pada Darell.“Asal jangan dapat E aja sih, nanti ngulang kayak gue. Emang target lo dapat apa?” tanya Darell.“A.” jawab Elaine cepat. Elaine memang tergolong salah satu mahasiswa ambis. Rasanya tak puas jika tidak mendapat nilai sempurna. Apalagi hanya mata kuliah Pak Dzul saja yang belum keluar.“Buset. Pak Dzul tuh cuman kasih A sama orang-orang terpilih. Seangkatan paling cuman 5 sampai 10 orang,” ujar Darell, dia membagikan testimoninya pada Elaine.Elaine kini menoleh ke arah Darell.
BRAK.Elsa menggebrak meja makan dan berdiri. Elsa sudah tak tahan dengan ayahnya yang selalu saja membandingkan dirinya dengan adiknya itu. Sontak tiga orang yang sedang makan malam bersamanya terkejut.“Kenapa sih, selalu saja membandingkan aku sama Elaine?” sentak Elsa pada ayahnya. Muak dengan semua omongan ayahnya itu.“Elsa.” Lena memanggil dan mencoba menenangkan anak sulungnya itu. Sebagai ibu Lena tahu betul perasaan Elsa, namun kadang dia tak bisa bertindak jika suaminya sudah mulai ceramah seperti itu.“Pa, aku udah jengah banget dari kecil selalu di bandingkan dengan Elaine. Aku akui Elaine memang pintar, lebih pintar dari aku. Tapi bukan berarti aku nggak bisa apa-apa. Kenapa sih, prestasi itu harus melulu tentang akademik?” berang Elsa.Robby tersulut emosinya. Dia langsung berdiri dan menatap Elsa dengan tatapan melotot. “Ini nih, kamu nggak punya attitude! Berani-beraninya kamu membentak Pap
Mobil jazz merah dikemudikan oleh seorang wanita berumur awal empat puluhan. Dia adalah Risa, ibu dari Tirta. Sambil memerhatikan jalan, otaknya berpikir. Wanita itu memikirkan perkataan seorang gadis yang tadi mengunjungi rumahnya.“Sudah dua tahun berpacaran?” gumamnya.Sepengetahuan Risa, sejak SMA anaknya itu dekat dengan Elaine. Tak pernah sekali pun membicarakan perempuan lain selain Elaine. Alisnya hampir bertautan. Apa gadis tadi berbohong?Tiba-tiba ponsel Risa berdering, wanita itu hampir terlonjak. Tapi dia segera mengangkat panggilan tersebut. Risa memijit tombol yang ada pada earphone bluetooth yang sedang dia kenakan.“Halo,” panggilnya tanpa tahu siapa yang menelponnya.“Mah, aku balik, ya,” sahut seorang pemuda dari seberang telepon. Risa tahu suara ini adalah suara anak sulungnya.Risa tersenyum. “Acara himpunannya udah selesai?” tanya Risa pada Tirta.“Udah, mau l
“Itu anak belum pulang jam segini? Dia ke mana?” raung Robby. Pasalnya sudah pukul sembilan malam Elsa belum kunjung pulang. Nomornya pun sulit untuk dihubungi.Elaine dan Lena sudah cemas. Beberapa kali Lena mencoba menenangkan sang suami. Tapi Robby kadung kesal dengan anak sulungnya itu. Dia tak bisa menahan emosinya.“Elaine, kamu yang bilang sama Papa, gih. Papa biasanya dengerin apa kata kamu,” pinta Lena pada anak bungsunya itu. Robby memang paling luluh pada Elaine, jadi Lena meminta anak bungsunya untuk meminta Robby tidak emosi.“Tapi kalau Papa semakin marah gimana, Ma?” tanya Elaine cemas. Dia juga sebenarnya takut pada sosok ayahnya. Selama ini dia memang selalu patuh pada ayahnya, karena kebetulan minatnya sesuai dengan yang ayahnya inginkan.Lena mengelus pundak Elaine. “Kamu ingat saat kamu minta untuk kos? Papa ngizinin, kan? Padahal Papa paling nggak mau anak gadisnya jauh-jauh dari dia. Tapi kar
Sudah hampir satu minggu Elaine menikmati liburannya di rumah. Hubungan dia dengan Elsa masih saja dingin. Mereka hanya berbicara seperlunya saja, Elaine masih belum berani untuk menghampiri kakaknya.Kemarin Elaine bertemu dengan kedua sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Grace dan Shani. Mereka mengobrol tentang pengalaman UAS sebagai mahasiswa. Ternyata ada kabar gembira juga. Pasalnya hubungan Grace dan Valen kini mulai ada kemajuan. Setelah sering di desak oleh Elaine dan Shani, akhirnya Grace mulai sedikit terbuka pada Valen.Saat membicarakan Valen, tiba-tiba Elaine jadi melow sendiri. Bagaimana tidak? Selama satu minggu ini dia tidak bertemu dengan Darell. Mereka hanya berbalas pesan sesekali, mengingat Darell yang sedang sibuk. Tahun ini Darell berniat untuk lulus. Jadi sambil magang, laki-laki itu juga mengerjakan skripsinya.“Kalau kangen kayak gini, ya?” gumam Elaine sambil memeluk boneka miliknya. Kini dalam benaknya penuh dengan Darell. D
“Tapi kalau suatu saat kita balikan lagi. Lo mau?” tanya Tirta sambil menatap serius lawan bicaranya itu.Seketika mata Elaine membulat ketika mendengar pertanyaan dari Tirta. “Gila! Nggak, lah. Ngapain juga balikan sama lo,” sergah Elaine cepat. Tentu saja dia akan menentang jika hal itu terjadi. Elaine tak ingin jatuh lagi ke dalam lubang yang sama.Tirta mendengus ketika mendapatkan jawaban spontan dan tegas dari Elaine. “Awas aja sampai lo mau balik lagi sama gue,” desis Tirta.“Awas apa, hah?” tantang Elaine.“Nggak akan gue lepasin!”“Cih! Gue nggak akan mau juga balikan sama lo. Kita cuman boleh sebatas teman, gak lebih. Kalau lebih ya nggak cocok!”“Ya, ya, ya. Terserah deh sekarang lo mau ngomong apa,” kata Tirta membuang muka.Elaine mendesah, hatinya masih tidak tenang. “Yakin nggak akan ada masalah?” tanya Elaine pada Tirta, men
Pagi harinya Darell sama sekali tak menghubungi Elaine lagi. Kini perasaannya benar-benar tak karuhan sama sekali. Pikirannya juga terbagi; antara memikirkan Tante Risa, Elsa dan Darell. Sebelum berangkat menuju rumah Tirta, Elaine mencoba meyakinkan dirinya lagi. Tiba-tiba saja Tante Risa menelepon Elaine.“Halo, Tante,” sapa Elaine pelan. Dia khawatir ada yang menguping dari luar kamar.“Halo, sayang. Jadinya kamu ke sini? Nggak Tante jemput?” tanya Risa pada Elaine dari seberang telepon.“Iya, Tante aku otw, ya.”“Oke. Tante tunggu, ya,” tandas Risa yang kemudian menutup panggilannya.Sudah terlambat! Tidak ada waktu untuk bimbang lagi. Tak usah memikirkan Darell, mana mungkin dia marah. Elaine bukan lah wanita spesial untuknya. Lupakan sedikit tentang Elsa, selagi dia tidak tahu semua aman. Tirta juga tidak akan memberi tahu bahwa Elaine ikut bersamanya. Selain itu ibunya –Lena- bisa untuk m