Dan aku hampir tak percaya serta berteriak kaget saat tak disangka, Intan justru membenarkan jika sisa gaji yang dibayarkan ke rekeningku hanyalah sebesar satu juta lebih dua puluh lima ribu rupiah.
Sebuah nominal yang sangat jauh dari perkiraanku selama ini. Kupikir sisa gajiku minimal masih empat juta rupiah sehingga masih bisa untuk hidup enak dengan satu anak, Via. Tapi ternyata tidak.Ternyata sisa gajiku hanya tinggal satu juta lagi Kalau demikian, dari mana Ana mendapatkan tambahan uang untuk biaya hidup kami selama ini? Apalagi katanya, ibu dan Mira juga masih minta uang untuk kebutuhan hidup mereka. Lalu dari mana Ana mendapatkan uang?"Memangnya gajiku berapa sih semuanya, Tan? Kok cuma sisa satu juta?" tanyaku lagi. Penasaran."Gaji kamu itu totalnya tiga juta lima ratus ribu rupiah, Ya. Dipotong angsuran pinjaman dua juta lima ratus ribu, sisanya tinggal satu juta. Kamu sih gak pernah mau neken daftar gaji jadi gak tauPOV ANA"Gimana keadaan Via, Nu? Kemarin panasnya sudah turun kok sekarang naik lagi ya?" tanyaku sambil menempelkan telapak tangan di kepala putriku yang tampak gelisah dalam tidurnya.Ibu, bapak dan Andre saat ini sedang pulang, mengantar pakaian kotor kami dan menggantinya dengan yang bersih hingga saat ini aku hanya sendirian saja di kamar rawat inap ini, ditemani Wisnu yang barusan menyempatkan diri mengecek kondisi putriku itu saat kuberi tahu jika Via kembali naik suhu tubuhnya. Waktu visit dokter memang sudah lewat, akan tetapi Wisnu kembali datang saat kuhubungi karena mendadak suhu tubuh Via menghangat lagi. "Tenang aja, An. Putrimu baru saja melewati masa kritisnya. Justru bagus kalau dia kembali demam, itu berarti sistem kekebalan tubuhnya sedang berusaha melawan bibit penyakit yang menyerang tubuhnya. Rajin-rajin saja memberi makan supaya tubuhnya bisa membentuk antibodi yang berguna untuk melawan penyaki
Saat ini jujur, aku sedang mengajukan gugatan perceraian terhadapnya, itu kulakukan bukan karena kebetulan aku ketemu lagi sama kamu dan kamu masih sendiri, Nu, tapi karena aku tak mungkin lagi meneruskan rumah tangga bersama Arya. Di hatiku hanya ada kebencian dan rasa sakit hati yang begitu besar, tak mungkin lagi bisa menjalankan rumah tangga jika hati sudah terluka dan disakiti seperti ini. Aku menyerah, Nu," keluhku lagi, panjang.Lelaki tampan dan berkharisma di depanku itu tersenyum menenangkan lalu membuka mulutnya."Ya, sudah. Lakukan saja yang terbaik menurut kamu karena kamu juga yang akan menjalani rumah tangga, An. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik. Semoga yang terbaik adalah apa yang sedang kamu upayakan saat ini, perceraian.Untuk itu jangan pernah lupa minta petunjuk Allah ya, supaya semuanya lancar dan dipermudah segala urusannya dan jangan lupa minta juga pada Allah supaya nantinya bisa dipertemukan dengan jodoh baru
POV ARYA"Maaf, Bu, Pak ... tapi saya hari ini mau buru-buru ke kantor, ada tugas yang harus segera saya selesaikan. Jadi gak bisa nganterin Arif nyari info kampus yang bagus di sini," elakku pura-pura hendak buru-buru ke kantor, padahal hanya alasan saja karena sejujurnya aku tak punya uang untuk mengantar Arif keliling kota guna mencari kampus terbaik apalagi membiaya kuliah adik iparku itu kelak.Jangankan biaya kuliah, biaya beli formulir pendaftaran saja sepertinya aku tak mampu membelikannya."Ya sudah, Nak. Kalau kamu buru-buru, kasih ongkos buat Arif aja ya biar dia nyari sendiri. Kan bisa pake taksi online buat keliling kota Pekanbaru ini," ujar ibu mertua lagi sambil tersenyum menatapku.Ya, Tuhan, kapan derita ini akan berakhir? Sudah capek cari alasan supaya tak dikejar soal uang, masih saja terjebak situasi begini. Huff! "Hmm, iya Mas. Kasih aja ongkos buat Arif naik taksi online. Kasih dua ratus ribu aja, cukup itu untuk
Sekarang pokoknya aku gak mau tahu. Mas di sini sebagai kepala keluarga, harus bisa mengatasi masalah kebutuhan ekonomi keluarga kita dengan baik. Di rumah ini ada ibu, bapak dan adik-adikku yang butuh makan dan butuh keperluan lainnya. Aku gak mau mereka kecewa setelah tahu ternyata Mas itu gak punya uang ya, jadi mulai sekarang Mas harus bisa cari uang gimana pun caranya. Titik!" sergah Maya dengan nada keras."Maksud kamu? Gimana caranya mas bisa cari uang selain gaji? Waktu mas kan habis di kantor. Dan di kantor itu gak ada apa-apanya lagi, May. Jangan pikir mas bisa korupsi. Gak ada lagi dana yang bisa mas korupsi! Apalagi pengawasan keuangan sekarang sudah semakin ketat dan berlapis-lapis, sulit buat ditembus. Kalau pun ada yang bisa dimainkan, mas gak berani. Sudah cukup teman-teman Mas yang dipecat gara-gara coba-coba memainkan anggaran kegiatan, akhirnya masuk penjara dan sengsara. Nggak! Mas gak mau lagi!" sahutku sembari menekuk muka."Kalau gitu, Mas carila
POV ARYA"May, mas mau keluar dulu ya. Mau cari job sampingan. Mungkin pulangnya agak malam. Doakan aja mas pulang bawa rezeki ya, bisa buat belanja besok pagi," pamitku pada Maya yang sedang menonton televisi di kamar.Setelah lama berpikir, akhirnya aku memang terpaksa memutuskan menerima tawaran pekerjaan dari Heru, jadi juru parkir liar di pasar. Mau gimana lagi, cuma itu pekerjaan yang sepertinya bisa kulakukan saat ini. Pekerjaan tanpa modal, memanfaatkan sisa waktu luang yang ada sepulang kantor.Sepertinya saat ini aku juga harus mulai bisa menurunkan ego. Aku sadar tak punya uang untuk membangun usaha kecuali hanya punya mobil yang sampai saat ini masih sayang untuk dijual karena hanya itu harta satu-satunya yang masih kumiliki.Aku tak mau membuat ibu sedih karena keadaanku yang jatuh miskin. Mungkin mulai hari ini aku harus banyak-banyak sabar dan evaluasi diri kenapa bisa mengalami nasib buruk seoperti ini."Memangnya Mas mau ke m
"Aku yang nyesel hidup sama, Mas! Sanalah kejar lagi Mbak Ana kalau mas yakin dia masih mau sama Mas! Pede sekali Mas merasa dia masih mau diajak balikan! Kalau aku, kalau Mas memutuskan pergi dari rumah ini dan menceraikan aku, aku pastikan akan dapat orang yang lebih kaya dari Mas. Kaya beneran, bukan kaya bohongan kayak Mas! Aku gak mau ortuku sedih karena hidupku sengsara dan gak bisa nolong mereka gara-gara nikah sama Mas! Sekarang, silahkan Mas pergi dari rumah ini, aku gak sudi punya suami yang gak bisa nafkahin istri!"Oke, kalau gitu mas pergi sekarang juga! Biarlah Mas hidup sendiri daripada punya istri kayak kamu!"Setelah berucap demikian, segera kukemasi pakaian dan keluar dari kamar dengan tas pakaian terjinjing di tangan.Di ruang tamu kulihat ibu, bapak dan adik-adik Maya duduk diam tanpa kata.Bukannya membela dan mendamaikan kami yang sedang bertengkar malah dari tatapan mereka seakan setuju dengan sikap Maya yang keras kep
"Ya, mana mobil kamu? Kok ke sini pake motor? Bawa tas baju lagi. Ngapain? Tumben?" tanya ibu dengan kening mengernyit saat menyambut kedatanganku ke rumah beliau malam ini juga.Aku hanya tersenyum masam lalu ngeloyor masuk ke dalam rumah begitu saja.Hatiku masih merasa sangat kesal dan tak percaya pada perbuatan Maya yang sudah berani-beraninya menggadaikan mobilku ke rentenir. Lancang sekali!Awas saja dia kalau sampai mobil itu tidak kembali lagi, aku tak akan segan-segan membuat perhitungan dengannya! Belum tahu dia siapa Arya sebenarnya! Tunggu saja pembalasan dariku nanti! Geramku berkali-kali dalam hati."Ya, ditanya kok malah diam aja? Mobil kamu mana? Oh ya gimana keadaan Ana, kapan dia pulang kembali ke rumah? Kamu sih pake nikah lagi diam-diam, sudah punya istri baik begitu masih gak puas. Masih selingkuh dan kawin lagi sama perempuan gak jelas seperti Maya. Pantas saja lah Ana kabur balik ke rumah orang tuanya. Apa ibu bilang, na
Mana lagi untuk beli beras, minyak makan dan kebutuhan lain? Berapa sebenarnya yang harus dikeluarkan untuk biaya makan selama satu bulan?Malangnya selama ini aku hanya terima beres saja karena semua sudah diselesaikan oleh Ana sendirian. Sisa gajiku yang hanya tinggal satu juta rupiah mungkin hanya bertahan satu minggu saja dengan harga kebutuhan pokok yang semuanya serba mahal seperti saat ini.Lalu berapa lagi yang harus Ana keluarkan untuk mencukupi kebutuhan selama sebulan dan kebutuhan ibu serta Mira yang tampaknya hidup tenang saat aku masih hidup bersama perempuan itu?Ah, baru kusadari sekarang betapa berharga dan berartinya perempuan itu sebenarnya bagi keluarga kami."Ya, mahal dong Mas. Mas baru tahu? Selama ini kemana aja? Apa Mbak Ana gak pernah cerita kalau sekarang semua kebutuhan pokok melonjak dratis? Apa dia gak minta tambahan uang belanja? Hmm, tapi aku bingung deh, kata Mbak Ana, ATM gaji Mas kan sudah dikembalikan, kok bukanny