Home / Romansa / Adik Ipar Malang / bab 1 Ketahuan Hamil

Share

Adik Ipar Malang
Adik Ipar Malang
Author: Nefertari

bab 1 Ketahuan Hamil

Author: Nefertari
last update Last Updated: 2022-05-13 09:45:19

# Bab 1

POV Lilis

"Jus apel kemasannya sepuluh, dan buah apelnya lima kilogram, ya. Totalnya seratus lima puluh ribu rupiah. Pulsanya sekalian, Kak?" kata kasir di sebuah mini market.

"Tidak usah," jawabku sambil memberikan uang dua lembar berwarna merah dan biru.

"Uangnya pas ya, Kak. Terima kasih. Silahkan datang kemari lagi!"

Aku mengangguk dan mengambil bungkusan belanjaan milikku.

"Sejak kapan kamu suka sama yang berbau apel?" tanya Sindi, sahabatku.

"Entah." Aku menggedikkan bahu. "Apa aku nggak boleh makan apel?" tanyaku dengan muka sedih. Akhir-akhir ini aku agak sensitif kalau disinggung sedikit.

Aku memang tak suka apel. Tapi 'dia' yang suka apel. Makanya aku jadi ingin sekali makan buah apel atau meminum jus apel. Mungkin ini yang disebut ngidam.

Aku langsung keluar dari mini market. Sindi berlari mengikutiku di belakang.

"E-eh. Boleh, kok. Tentu saja boleh," jawab Sindi sambil nyengir. "Tumben aja, gitu. He he."

Aku diam saja, tak menanggapi ucapan Sindi. Kami terus berjalan hingga kami sampai di perempatan. Aku harus belok ke kanan, sedang Sindi harus lurus.

"Kita berpisah di sini, ya." Aku melambaikan tangan pada Sindi.

"Iya, Lis. Kamu harus istirahat begitu sampai di rumah. Kalau kamu sakit, mending besok kamu nggak usah berangkat sekolah. Aku khawatir tau, saat kamu pingsan di kelas tadi pagi." Sindi mengomel sampai bibirnya maju ke depan.

Beruntungnya aku punya sahabat sepertimu, Sin. Ya, tadi pagi aku pingsan di sekolah. Saat akan diperiksa, aku berdalih karena tidak sarapan, makanya pingsan.

"Iya-iya, tenang aja. Aku bakalan langsung istirahat sampai di rumah. Dah." Kutinggal saja Sindi yang masih mengomel kaya ibu tiri. Yang ada aku pingsan lagi.

Namaku Lilis Arum Peony, putri bungsu dari Pak Arifin dan Bu Ratna. Aku masih bersekolah, kelas 1 di salah satu SMA Negeri di Jakarta. Yang tadi sahabatku, Sindi Nurfadillah, sekaligus teman sebangku di kelas.

Aku mempunyai seorang kakak perempuan bernama Laras Fitri Widiani. Dia sudah menikah dan tinggal bersama suaminya, Kak Evan. Mereka membeli rumah tak jauh dari rumah Ayah dan Ibu.

Sesampainya di rumah, aku langsung ke dapur. Membereskan belanjaan buah yang sudah dibeli tadi sepulang sekolah. Buah apel segar diletakkan di dalam kulkas, sedang jus apel kemasan akan aku bawa ke kamarku sendiri. Supaya kalau malam hari aku mual, aku tidak perlu pergi ke dapur. Menghindari kecurigaan orang rumah juga.

Di jam-jam seperti ini untung rumah masih sepi. Ibu harus memantau ketiga mini marketnya. Sedang Ayah pasti masih di pabriknya.

Rasanya sudah tidak tahan untuk mengistirahatkan tubuhku ini. Akhir-akhir ini aku sering sekali mudah lelah. Apa itu karena efek hamil, ya? Entahlah.

Saat pintu kamar terbuka, kulihat Ayah duduk di atas ranjang tidurku. Tumben, jam segini Ayah sudah di rumah.

"Ayah sudah pulang?" Aku berjalan mendekati Ayah, dan mencium punggung tangannya.

Ayah diam saja, tak menjawab pertanyaanku. Mukanya seperti menampakkan sedih dan kecewa. Tatapannya sangat tajam mengarah ke mataku. Aku belum pernah mendapati Ayah seperti itu kepadaku.

Aku langsung menunduk. Entah mengapa aku merasakan firasat buruk yang akan datang menghampiri.

"Jelaskan pada Ayah tentang benda ini, Lilis!" teriak Ayah sambil berdiri dari atas kasur.

Mataku melebar, sangat terkejut. Selain karena teriakan Ayah, juga karena benda yang diperlihatkan oleh Ayah. Tubuhku gemetar. Rasa lelah yang tadi mendera, menguap seketika.

Ayah mengacungkan benda pipih berwarna putih tepat di depan mukaku. Benda keramat bagi wanita yang sudah menikah, akan membuatnya merasa sangat bahagia. Tapi, tidak untukku yang masih berusia enam belas tahun.

Aku belum ingin hal ini terbongkar untuk sekarang. Tapi, sebagaimana aku menyembunyikannya, bau busuk pasti akan tercium juga.

Ayah akhirnya menemukan testpack itu. Benda yang aku harap bergaris satu, nyatanya bergaris dua.

"Ayo, jawab Lilis! Jangan diam saja!" bentak Ayah sambil mengguncang kedua bahuku.

"Apa Ayah selama ini salah dalam mendidikmu? Ayah tak menyangka kamu bisa melakukan perbuatan zina seperti ini." Ayah menatapku dengan tajam.

Aku langsung bersimpuh di kaki Ayah. Air mata sudah keluar tanpa bisa kucegah. Sungguh, Ayah tidak pernah salah dalam mendidikku. Ayah adalah Ayah terhebat dan cinta pertamaku. Cinta pertama bagi anak perempuannya.

Aku bahkan berharap, besok saat menikah aku ingin mempunyai calon suami yang seperti Ayah. Setia, penyayang, tegas, dan bertanggung jawab. Sangat dingin kepada wanita lain, tapi hangat kepada Ibu dan anak-anaknya.

"Ayah, maafkan aku ...."

Tangisku semakin kencang. Aku masih bersimpuh sambil memeluk kakinya. Aku tau Ayah pasti sangat kecewa padaku. Karena dari dulu, aku paling dekat dengan Ayah. Saat Ibu harus lebih banyak memberikan waktunya untuk Kak Laras yang memang sakit-sakitan sejak bayi, ayahlah yang mengisi kekosongan kasih sayang dari seorang Ibu.

"Jadi ... benar ini milik kamu?" Kulihat mata Ayah terbelalak. Ayah pasti sangat terkejut.

Aku mengangguk sebagai jawaban. Dari dulu aku tak pernah bisa berbohong pada Ayah.

"Astaghfirullah ..." Ayah mengelus dadanya.

"Berapa usianya?" tanya Ayah lagi.

"Sa-satu bulan," cicitku.

Kudengar Ayah menghela nafas panjang, masih sambil mengelus dada.

"Dengan siapa kamu melakukan ini, Lis?"

Pertanyaan ini yang aku takutkan. Sungguh, aku melakukan ini bukan dengan suka rela. Aku diperk*sa.

"Apa kamu sudah memberitahu ayah dari janin itu?" tanya Ayah lagi.

Aku masih diam. Kata-kata yang ingin aku keluarkan seakan tersangkut di tenggorokan.

"Jawab Lilis!" bentak Ayah.

Aku terlonjak karena bentakkan Ayah. "A-aku belum memberitahunya, Ayah. Aku tidak bisa meminta pertanggungjawaban pada ayah bayi ini," jawabku dengan tangisan makin deras.

"Kenapa tidak bisa?"

"Karena dia sudah beristri," cicitku ketakutan.

"Apa?!" Ayah spontan berteriak. Aku semakin menunduk, tak berani mendongak sedikit pun.

"Kamu tidur dengan laki-laki yang sudah beristri? Apa sudah tidak ada laki-laki lajang di luar sana sehingga kamu menjalin hubungan dengan laki-laki beristri?"

Ayah mundur beberapa langkah ke belakang. Melepaskan diri dari pelukanku di kakinya. Kemudian mendudukkan dirinya dengan keras di atas tempat tidur. Mengusap wajahnya dengan kasar.

Aku berjalan dengan lututku mengikuti Ayah. Memeluk kakinya lagi.

"Ayah kecewa ... Ayah sangat kecewa kepadamu, Lis." Suara Ayah bergetar. Mungkin Ayah menahan tangis. Aku tidak tahu, karena aku masih menunduk. "Kenapa kamu sampai melakukan itu, Lis? Apa kamu masih kurang dengan materi dan fasilitas yang dikasih Ayah dan ibumu, sehingga melayani laki-laki yang sudah beristri untuk mendapat materi yang lebih?"

Aku langsung mendongak menatap Ayah. Menggelengkan kepalaku berkali-kali. Sungguh aku tidak seperti yang Ayah pikirkan. Aku benar-benar tidak seperti itu.

Aku ingin mengatakan sejujurnya pada Ayah. Tapi, aku tak ingin membuat gempar penghuni rumah ini. Apa lagi, ini akan menyangkut dua keluarga besar.

Orang yang sudah memperk*saku ialah orang yang sangat Ayah banggakan di depan orang-orang sana.

Allah ... aku harus bagaimana? Aku hanya anak berusia tujuh belas tahun yang masih bersekolah kelas 1 SMA. Bahkan untuk makan dan uang jajan saja masih ditanggung orang tua.

"Ayah, aku berani bersumpah, aku bukan orang yang seperti Ayah pikirkan!" Aku harus membela diriku. Bagaimanapun aku tidak salah di sini. Dia yang salah.

"Lalu bagaimana kamu bisa hamil?" Suara Ayah sedikit turun, tak sekeras tadi.

"Apa Ayah percaya kalau aku diperk*sa?" Aku bertanya dengan hati-hati.

Kulihat mata Ayah melebar. Pasti Ayah terkejut. Anak bungsu yang dijaganya dari semenjak bayi, dilecehkan oleh orang tidak bertanggung jawab.

Aku lebih takut kalau Ayah tidak percaya dengan kata-kataku. Kalau Ayah saja tidak percaya, lalu aku harus berlindung kepada siapa?

"Apa benar kamu diperk*sa? Apa kamu tidak berbohong?"

"Apa aku pernah berhasil membohongi Ayah?" tanyaku sarkas.

Dari kecil aku tidak pernah bisa membohongi Ayah. Aku menatap tepat pada mata Ayah. Kubiarkan Ayah mencari kejujuran di mataku.

"Lalu, siapa yang sudah memperk*samu sampai kamu hamil seperti ini?" tanya Ayah frustrasi.

"Di-dia ... dia ...."

Pandanganku tiba-tiba menggelap. Aku tidak ingat apa pun lagi. Yang aku ingat hanya tubuhku rasanya melayang, seperti ada yang mengangkat tubuhku ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar Malang   bab 91 Senyum Bahagia (TAMAT)

    Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber

  • Adik Ipar Malang   bab 90 Elan di Rumah Sakit

    Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu

  • Adik Ipar Malang   bab 89 Tukar Kebebasan Siska

    Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F

  • Adik Ipar Malang   bab 88 Yang Sebenarnya

    Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men

  • Adik Ipar Malang   bab 87 Kamu Punya Sesuatu

    Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,

  • Adik Ipar Malang   bab 86 Menghubungi Devan

    Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"

  • Adik Ipar Malang   bab 85 Memata-matai

    Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m

  • Adik Ipar Malang   bab 84 Dua Perempuan

    Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku

  • Adik Ipar Malang   bab 83 Penyekapan Elan

    Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status