LOGIN"Tuan ingin makan malam dengan Lady." Begitu kata Yulia.
Kini aku sudah berada di meja makan dengan beberapa pelayan. Ini ruang makan yang sangat besar! Aku tidak yakin pernah berada di ruang makan seluas ini. Mejanya panjang dengan banyak sekali kursi. Mungkin dua puluh? Ada lampu gantung raksasa di sana.
Kami semua menunggu Lord Korzakov, majikan nomor satu di kastil megah ini.
Jantungku berdebar. Waktu terasa begitu lama kala aku menanti apa yang akan terjadi pada makan malam kami. Tak berapa lama kemudian, pintu ruang makan terbuka. Pria yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
Ketika Lord Korzakov melangkah, semua membungkuk. Sepatunya nyaris tak terdengar hentakan apapun. Aku tidak tahu apa aku juga harus melakukan hal yang sama. Yang jelas tulang belakangku menegak tegang.
Aku melirik dengan takut ke arah pintu.
Astaga .... Andai saja dia tidak memasang wajah bengis nan dingin, aku pasti sudah tergila-gila padanya. Pria itu melangkah hening dengan cepat. Aku tak bisa mendengar langkah kakinya. Tubuhnya tegap dan gagah dibalut jas warna gading dengan kemeja hitam di dalamnya. Rambut pirangnya telah tertata rapi dan bersinar seperti sebuah mahkota emas. Ia terlihat begitu berkilauan.
Apa setiap makan malam dia akan berpenampilan begitu?
Lord Korzakov duduk di dekatku. Saat ia tiba, mata biru jernihnya menyelidik padaku. Aku bisa mencium aroma parfum wangi, mungkin aroma sandal wood? Pepermint? Entahlah.
Yang jelas, bau tubuhnya berhasil membuatku berdebar dan terpikat.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara khas yang begitu dalam.
"A-Aku?"
"Kau seperti kesulitan bernafas," terkanya.
Dengan gugup, aku menggeleng. "Oh ... aku tak apa," dustaku. Buru-buru aku menenangkan jantung dan seluruh tubuh kecilku di atas kursi.
Sedetik kemudian, pelayan berbondong membawakan makanan untuk kami. Daging panggang, sup, anggur merah, roti panggang yang baru matang, dan buah-buahan.
Ya ampun. Bagaimana menghabiskan semua ini? Aku memandang hamparan hidangan lezat dengan berbinar.
"Hm ...."
Aku mendengar suara kecil darinya, seperti tengah mengejekku. Saat aku menoleh, sebuah senyum miring telah terbangun dari bibirnya. Saat tatapan tajamnya berpadu dengan senyuman tipis itu, aku sudah tidak karuan. Rasanya ada genderang kecil dalam dadaku. Wajah pria itu begitu memukau.
Tapi ... itu membuatku ciut hingga tubuhku menyusut. Aku tahu ia mengolok.
Aku meremas rokku dan tertunduk. Apa aku terlihat begitu kampungan? Cuma makanan begini saja aku bereaksi seperti itu.
"Lady, silahkan nikmati makan malamnya," suara ceria dari Elena menenangkanku. Aku melihat wajah berbintiknya sudah ada di sampingku dengan segenap penghiburan.
Kemudian gadis muda itu menuangkan sebuah teko teh pada cangkirku. Tapi ....
"Elena!" pekikku hingga memundurkan tubuh. Aku bisa mendengar kursi makanku berderit karena bergerak tiba-tiba.
Seketika Elena menjadi takut pada kekagetanku. Tangannya mengambang di sana, berhenti pada tuangan teh dari teko.
Tangan itu. Ya ... tangan kanan mungil Elena yang tengah menuang teh.
Jarinya cuma empat!
Kelingkingnya hilang, dan jari manisnya cuma tersisa satu buku jari saja. Aku memandang tangan dan wajahnya bergantian. Elena mulai gemetar memegangi teko. Ketakutan.
"T-Tanganmu ...," lirihku. "Ap ... Apa yang terjadi?"
Di saat itu, aku baru menyadari kekurang-ajaranku sebagai bangsawan. Apa yang sudah kulakukan? Apa mereka akan berpikir bahwa aku sedang mencela orang cacat?
"Apa kau terganggu dengannya?" tanya Lord Korzakov dengan nada dingin.
Tubuhku segera membetulkan posisinya. Kini aku yang sudah tak bisa menatap siapapun di ruangan itu. Kedua tanganku meremas rok kencang-kencang. Udara di sekitarku berubah pekat dan membuat sulit bernapas!
"Kalau kau tidak suka dengan anak itu, aku akan menyingkirkannya."
Mendengar ucapannya yang begitu mengancam, aku mendongak.
Menyingkirkan? Apa yang akan dia lakukan untuk menyingkirkan Elena?
"Sa-Saya minta maaf jika sudah menyinggung Lady," suara Elena yang merintih dan terisak nyaris tak terdengar. Anak itu telah menggantung wajah berbintiknya dalam-dalam.
"Justru ... a-aku yang minta maaf. Aku-."
"Apa kau tidak akan menjawab pertanyaan Lady Levitski padamu?" nada Lord Korzakov setengah mengancam. "Ayo katakan padanya. Apa yang telah terjadi padamu." Matanya mendelik dengan kejam.
Aku bisa melihat Elena semakin gemetar. Sementara ... pelayan-pelayan yang lain terlihat menghindari pandangan mereka pada kejadian ini. Mata mereka begitu dingin. Bahkan ... Yulia juga. Seperti mereka semua membiarkan Elena, gadis muda itu dicabik-cabik oleh Lord Korzakov.
Mata biru pria itu semakin tajam memandangnya. Penuh ancaman sungguhan.
"S-Saya ... ini ... ini kecelakaan di dapur, Lady," ucapnya takut-takut.
"Bawa dia keluar! Hukum dia!" suara pria itu memenuhi ruangan.
Dia berhasil membuat tulang-tulangku bergetar merinding. Aku menoleh dengan tak percaya pada pria itu.
"Aku sudah bilang agar kalian melayani calon istriku dengan baik!" Kedua bola matanya menggulir ke semua pelayan di sana.
Igor buru-buru melangkah dan membawa Elena keluar dari ruang makan. Gadis itu akhirnya menangis.
"My lord!" Aku telah bangkit dari kursi. "Ini salah saya. Saya mohon jangan sakiti Elena!" pintaku memelas. "Saya sudah bereaksi berlebihan."
Igor dan Elena menghentikan langkah mereka. Lord Korzakov menyurut. Lalu aku bisa melihatnya mendengkus.
"Saya ... ingin agar Elena tetap melayani saya," kataku.
Lord Korzakov melambaikan tangannya singkat. Memberi instruksi pada Igor untuk melepasnya. Elena terlihat lebih tenang. Aku bisa melihat sebuah kelegaan dari wajah berbintiknya.
Aku pun menghela dan kembali duduk.
Suasana makan malam pertamaku yang mencekam di kediaman Korzakov. Apa ini akan menjadi keseharianku nantinya?
Semua hidangan ini begitu lezat. Tapi aku kesulitan untuk mengunyah dan menelannya. Hingga aku bersyukur ini semua sudah berakhir.
Tanpa basa-basi lagi, Lord Korzakov bangkit dari kursinya. Ia pergi meninggalkan ruang makan tanpa perkataan yang lain lagi.
'Tidak! Tidak boleh seperti ini.'
Dengan nyali setinggi bintang di langit, kakiku melangkah untuk mengejarnya.
"M-My lord ...," panggilku.
Pria itu memutar tubuh besarnya dengan bahu bidang. Dari atas sini, mungkin dia bisa melihat tubuh kecilku menyusut. Tapi ... aku tidak boleh berhenti!
"Ini!"
Kedua tanganku menyodorkan kotak kecil berlapis beludru merah. Kusimpan seharian di kantong gaunku.
Bahkan wajah garangnya itu penasaran.
"Apa ini?"
"Ini ... hadiah pernikahan dari saya," ucapku takut-takut.
Mata biru pria itu memandangi lekat-lekat. Perlahan, tangannya meraih kotak mungil itu. Kupikir dia akan membuka dan melihat isinya. Tapi ia hanya memasukkannya ke dalam saku celana, kemudian pergi meninggalkanku tanpa ada ucapan apapun. Terimakasih saja tidak!
Ah ... apa dia pikir hadiahku begitu tidak berharga sampai-sampai dia tidak mempedulikan isinya?
Aku cuma bisa menghela nafas.
'Padahal aku membeli hadiah itu hingga tidak punya uang lagi.'
xxx
"Karena ini adalah hadiah pernikahan, maka His Grace ingin Lady Levitski untuk mengambil dan memesan apapun," kata Igor si kepala pelayan. Kemudian pria tua itu meninggalkan kamarku. Supaya aku bisa puas memilih dan mencoba gaun-gaun ini katanya.
Sementara itu, Madam Petrov sudah sangat sumringah untuk menunjukkan koleksinya.
"Aah! Lady Levitski! Saya tidak menyangka akhirnya bisa bertemu dengan Anda!" sambut wanita itu dengan menggebu-gebu. Tapi ... aku bisa melihat senyumnya menghilang singkat saat melihatku memakai gaun yang sederhana dan agak belel.
Pasti dia tidak percaya kalau aku ini calon istri seorang Duke kaya.
"Saya juga senang bertemu dengan Anda, Madam Petrov," ucapku sopan.
Seperti perkataan Igor, keesokan harinya Madam Dasha Petrov mengunjungi istana Korzakov. Yulia dan Elena mendampingiku. Gadis itu terlihat lebih baik dari kemarin. Sementara, Madam Petrov yang agak gemuk dengan topi lebar ditambah hiasan bulu merak ditemani para asistennya. Gaun Madam Petrov warna-warni tumpang tindih. Sudah mirip kue bolu yang kebanyakan hiasan gula.
Mereka semua membawa gaun-gaun mewah yang cantik.
Mereka mendorong sebuah gawang dengan gaun-gaun menggantung. Itu terlihat berat, tapi wanita-wanita ini seperti sudah sangat ahli. Tak butuh waktu lama bagi gaun-gaun itu masuk ke kamarku yang luas ini.
Mataku terpana menatap puluhan gaun yang telah disiapkan untukku.
"Lady Levitski, ini adalah koleksi yang saya bawa hanya untuk Anda. Gaun-gaun ini punya kualitas nomor satu di seluruh kekaisaran!" katanya menyombong. "Kalau lady ingin rancangan gaun yang lain, saya sudah menyiapkan beberapa di album ini. Kami juga membawa beberapa sampel bahan, siapa tahu Anda ingin rancangan dengan bahan tertentu."
Aku mengangguk saja. Kemudian ia mempersilahkanku melihat-lihat.
Aku tidak bohong. Ini semua terlihat sangat mahal. Lalu ... aku menunjuk pada salah satunya, yang sepertinya aku suka.
"Kalau yang ini ...?" Jariku menunjuk ke gaun biru dengan renda putih dan aksen emas. Terlihat sangat mahal dan mewah
"Ah! Selera Anda sangat bagus, my lady. Apa Anda mau mencobanya? Sepertinya akan cocok dengan rambut hitam Anda."
"Ta-Tapi ... ini sepertinya mahal ya?" gumamku.
Apa tidak apa-apa?
Senyum Madam Petrov agak surut. Kemudian Yulia menyahut dengan kalem.
"Lady, tidak perlu memikirkan itu. Tuan tidak suka diragukan kalau cuma soal uang. Pilihlah yang lady suka."
Aku kembali menoleh pada gaun yang indah dan luar biasa ini.
"Aku mau coba yang ini," kataku memberanikan diri.
Kemudian mereka semua menyiapkan gaun itu. Elena dan Yulia membantuku berganti pakaian. Saat tubuhku selesai dengan gaun biru mewah itu, aku hanya bisa terpana menatap cermin.
'Aku ... seperti seorang putri," batinku. Jadi begini ya rasanya jatuh cinta pada diri sendiri.
"Wah! Cocok sekali!" seru Madam Petrov.
Aku memutar-mutar tubuhku di depan cermin supaya bisa melihat bagian belakangnya saat kupakai. Lalu semua orang sibuk menata calon baju berikutnya, aksesoris, dan sepatu-sepatu yang bisa kucoba.
"Anda wanita yang sangat menawan, my lady," puji Madam Petrov. "Mengapa Anda harus bersama Tuan Duke?" tanyanya lirih.
Rencana liburan si kembar kuperpendek. Mereka kusuruh pulang lebih awal karena kejadian ini.Untung saja waktu itu Ibu tidur lelap di bawah pengaruh obat. Ia jadi tidak mendengar perseteruan kami. Luka di punggungku kini dibebat dengan perban. Aku terduduk di ranjang kamar. Kedua bocah ini sudah rapi hendak berpergian lagi melewati kota-kota untuk sampai ke wilayah Grand Dukedom Durnovko."Paman ... kapan paman sembuh?" tanya Mikhail begitu polos. Aku tersenyum mengelus kepalanya yang dipenuhi helaian rambut emas khas darah keluarga kami."Secepatnya. Paman sudah sering bertarung. Jadi kalian tidak perlu cemas. Nanti kalau sudah pulang, jangan ceritakan kepada ayah dan ibu kalian ya," pesanku."Kenapa?""Paman tidak ingin orang tua kalian khawatir. Kalau sampai mereka tahu, bisa-bisa Mikhail dan Maria tidak boleh lagi berkunjung ke kastil ini.""Tidak mau!" Maria merengek. "Maria ingin bertemu Paman lagi. Tapi ... Maria takut sama Bibi Jahat
Stepan harus ke luar negeri bersama dengan Vera. Ada urusan diplomatik katanya. Sedangkan Vera menitipkan anak-anak mereka yang berumur empat tahun setengah di kastilku. Tentu karena Ibu mendesak ingin menghabiskan waktu dengan cucunya.Aku mengiyakan saja. Mungkin beberapa minggu lagi Stepan dan Vera akan pulang. Barulah kami bisa mengantar si kembar untuk pulang ke rumah mereka. Jujur ... aku yang biasanya tidak suka dengan anak kecil, malah aku senang akan keduanya. Maria agak pendiam, tapi ia sebetulnya paham dengan apa yang kukatakan. Sedangkan Mikhail, dia tidak bisa diam. Selalu kesana kemari.Sempat kami semua kebingungan dan khawatir karena mereka tiba-tiba raib. Dari pagi hingga petang. Tapi mereka sekonyong-konyong muncul di ruang tamu. Dan setelah kuiming-imingi kudapan manis, barulah mereka bicara soal lorong-lor
Rasa cinta berubah menjadi rasa benci.Masa lalu yang melukaiku seinci demi seinci telah melahirkan sebuah kebencian di dalam diri.Dua tahun telah berlalu semenjak kematian Tsar Alexandr. Tsar yang baru telah dinobatkan, Tsar Nikolai Romanov adalah Tsar baru kami semua di tanah ini. Tentulah agak mengejutkan kami semua, bahwa ternyata Tsar Nikolai cukup cakap dalam memerintah. Kedamaian ini harus membuatku hengkang dari wilayah timur yang kujaga beberapa tahun belakangan.Aku harus kembali ke Ibukota. Sofia masihlah istriku.Kereta kuda menggulirkan rodanya begitu riuh saat tiba di pelataran wastu Sofia. Seperti biasa kulihat para pelayan dan tukang kebun sibuk kesana kemari. Memikul cucian kotor, memotong dedaunan
Setelah segala kejadian yang membuatku sakit hati, kini rasanya semuanya kebas. Aku seperti tak lagi merasakan cinta, merasakan kepedihan, merasa takut atau cemas. Semuanya terasa biasa saja. Mungkin kejadian waktu itu telah membunuhku dari dalam. Aku dan Sergei kini kembali ke wilayah timur. Kami mengamankan pembangunan sebagian di wilayah ini. Sekarang semua orang bisa mulai mendapat air. Minum dan mandi tak susah lagi. Ladang-ladang mulai berkecambah.Entah sudah berapa lama aku menutup rapat-rapat perasaanku yang konyol kepada Sofia. Sofia Korzakov cuma sekedar nama buatku. Tak lebih. Ia cuma istriku karena status. Sofia cuma seorang wanita yang kunikahi karena kepentingan bangsawan. Aku sudah tak peduli lagi dia mau bercumbu dengan siapa, bercinta dengan siapa. Aku masa bodoh.Kelak jika aku melihatnya lagi dengan lelaki lain, aku hanya akan mengerjapkan mata sekali untuk memastikan bahwa itu nyata, kemudian berlalu. Seakan tak ada yang terjadi. Biar. Biarkan saja
Dua tahun berlalu.Aku betul-betul menjadi seorang paman. Vera melahirkan anak kembar bernama Maria dan Mikhail. Laki-laki dan perempuan. Itu berita yang betul-betul menyejukkanku di tengah kemelut politik yang kuhadapi. Sofia di sisi lain selalu meminta uang kepadaku jika ia kehabisan. Yah. Setidaknya yang kuberikan lebih hemat jikalau dibandingkan dahulu saat dia suka sekali berpesta pora di rumah kami. Melihat kehidupan Vera dan Stepan yang membuatku iri, sangat iri. Mungkin ... aku juga harus memulai dengan Sofia.Aku tahu pernikahan kami tak sempurna. Tapi mungkin jika kami memiliki seorang anak yang lucu sepertiku dan dirinya, dia bisa jadi berubah. Kami bisa jadi lebih mesra, bisa jadi keluarga betulan.Pemberontakan di wilayah timur saat ini tidak begitu me
Begitu berat aku meninggalkan Ibu sendiri di kastil. Aku harus pergi lagi. Tetapi ... sepertinya sekarang Ibu jauh lebih tegar. Ia mencium keningku sebelum aku berangkat ke wilayah timur. Aku juga telah mengirim sebuah surat kepada Sofia akan kepergianku. Aku tak berharap ia akan membalas.Berikutnya kami mendirikan kemah-kemah di wilayah timur. Ini tak lagi membuatku grogi. Aku telah mengecap kematian dan seperti sumpahku sebelumnya, aku akan membinasakan semua yang memberontak kepada Tsar.Para pemberontak ini tak lagi mendirikan kemah di antah berantah, tetapi mereka telah berani bersembunyi di pemukiman warga. Mau tidak mau, kami pun bergerilya. Sebuah operasi senyap dengan berbaur bersama warga kota atau desa-desa kecil. Mencari informasi dimana perkumpulan mereka berdiri.Suatu ketika mata-mataku berhasil mendapatkan informasi berharga. Malam-malam sekali, kami pun berangkat. Berbekal pedang dan belati, kami memasuki desa. Ada sebuah rumah terbengkalai di







