Share

Bab 5

Author: Ana Merwin
"Pak Arman…" Mitra kerja sama di sebelahnya menatap Arman dengan penuh kebingungan.

Arman mengalihkan pandangannya dan terus melangkah maju.

Mitra kerja sama itu tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi juga tidak berani bertanya lebih banyak. Dia lalu melanjutkan memperkenalkan proyeknya kepada Arman.

Setelah mengantar mitra kerja sama itu pergi, saat Arman kembali menoleh ke aula pesta, tetapi sudah tidak ada seorang pun di sana.

Arman mengangkat tangan kanannya, memberi isyarat untuk memanggil seseorang.

Doddy, asisten yang menyertai Arman langsung datang mendekat. "Pak Arman, ada perintah apa?"

"Cari tahu kenapa Rossa bisa datang ke sini," jawab Arman dengan acuh tak acuh.

"Bu Rossa?" Doddy terkejut, lalu melihat sekeliling. "Bu Rossa juga datang ke sini?"

Arman melirik dengan kesal.

Doddy langsung menggigil. Dia tidak berani bertanya lebih lanjut. Doddy pun buru-buru mengiakan dan pergi.

Pada saat ini, di dalam sebuah ruangan.

Rossa merasakan panas yang membakar di seluruh tubuhnya. Kesadarannya mulai kabur.

"Kamu… Beraninya kamu memasukkan obat ke dalam minumanku?"

Rossa merasa kesal dan cemas di dalam hati. Baru saja mereka sempat membahas masalah produk, pengusaha bernama Tony itu mengatakan ingin mencari tempat yang tenang untuk berbicara lebih detail dan Rossa langsung menyetujuinya.

Akan tetapi, begitu tiba di ruangan ini, entah mengapa Rossa mulai merasakan panas membara di sekujur tubuhnya.

Jadi tentu saja Rossa langsung tahu dirinya telah dibius.

Rossa tidak menyangka dirinya akan dijebak seperti ini.

"Sayang, bukankah kamu ingin membicarakan bisnis denganku? Kalau malam ini kamu bisa membuatku puas, kesepakatan apa pun bisa kita bicarakan." Pria yang tadinya sopan itu tiba-tiba memperlihatkan sifat aslinya yang cabul.

Rossa merasa mual sampai hampir muntah.

"Jangan mendekat, pergi sana!" Rossa terus mundur ke belakang.

"Jangan malu-malu begitu. Kamu nggak akan bisa kabur malam ini." Sambil berkata seperti itu, Tony langsung menerjang ke depan.

Rossa sama sekali tidak punya tenaga untuk menghindar dan langsung ditangkap oleh Tony. Dengan tatapan tajam, Rossa bersiap untuk melancarkan pukulan ke titik lemah lawannya ketika…

Pintu tiba-tiba didorong hingga terbuka dengan tendangan dari luar.

Rossa tampak terkejut. Tony berbalik dan bergegas menghampiri, sambil berteriak marah dalam bahasa Negara Irana, "Jangan ikut campur urusan orang!"

Detik berikutnya, Tony langsung dipukul hingga pingsan dan jatuh ke lantai.

Rossa terpaku melihat kejadian di depannya. Arman berjalan mendekat dengan aura dingin yang menyelimuti tubuhnya, seperti iblis yang datang dari neraka.

Rossa terpaku memandangnya. Dia sedikit menyesal karena tadi tidak menendang pria itu.

Tak lama kemudian, gelombang panas memenuhi tubuh Rossa, membuat Rossa mengeluarkan desahan malu-malu.

Menyadari apa yang dilakukannya, Rossa pun menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia tidak mau menunjukkan kelemahan di hadapan pria ini.

Arman mengerutkan kening sambil menatap wanita di depannya. Rossa mengenakan gaun kecil berwarna merah. Wajahnya dihiasi semburat kemerahan, secantik iblis penggoda yang seakan mampu melahap hati seorang pria.

Dengan berdandan seperti ini, Rossa datang ke tempat seperti ini. Apa Rossa tidak takut akan terjadi apa-apa pada dirinya?

Amarah yang tidak jelas asalnya langsung membuncah di dalam diri Arman. Arman ingin sekali membungkus Rossa dari kepala sampai kaki dengan kain.

Sungguh tidak masuk akal.

Rossa sudah benar-benar dalam kondisi setengah sadar dan kehilangan kendali. Di matanya sekarang hanya ada sosok Arman saja.

Pada saat ini, pengaruh obat sudah menguasai diri Rossa. Tindakan Rossa hampir seluruhnya dilakukan hanya berdasarkan insting. Rossa pun tidak kuasa menahan diri untuk tidak meraih dan menarik pakaian pria itu, tetapi pikirannya terus menolak. "Apa kamu... datang ke sini... untuk mentertawakanku?"

Di bawah pengaruh obat, suara Rossa terdengar manis dan merdu, cukup untuk membuat hati berdebar-debar.

Wajah Arman makin terlihat muram.

Jika dia tidak bergegas, Rossa pasti sudah berbicara dengan pria lain, dengan nada seperti itu.

"Ar, man…" Rossa menggertakkan giginya, menekankan tiap suku kata nama Arman. Meski tidak rela menjadi bahan tertawaan, Rossa sekarang hanya bisa mengandalkan Arman. "Antarkan aku ke rumah sakit."

Tatapan Arman langsung menjadi dalam. Ekspresinya sedikit melembut saat dia menjawab dengan dingin, "Jadi kamu masih kenal siapa aku?"

Pada saat ini, Doddy melangkah maju dan bertanya, "Pak Arman, apa yang harus kita lakukan pada orang ini?"

"Lumpuhkan dia!"

Setelah berkata seperti itu, detik berikutnya, Arman langsung membopong Rossa, lalu berbalik dan buru-buru melangkah meninggalkan tempat itu.

Doddy menatap punggung Arman dan memiringkan kepalanya dengan bingung.

Bukankah Pak Arman tidak menyukai istrinya, tetapi lebih menyukai Bu Fera? Namun, mengapa sikap Pak Arman barusan terasa agak aneh?

Arman melemparkan wanita yang terus menggesek-gesek tubuhnya itu ke atas tempat tidur.

Untuk sesaat, napasnya menjadi agak memburu.

Rossa sudah kehilangan kesadaran. Terkadang dia sadar dan terkadang tidak sadar. Rossa benar-benar bertindak berdasarkan nalurinya saja.

Saat terjatuh di atas tempat tidur itu, kepala Rossa sedikit berputar. Namun, entah mengapa jadi sedikit lebih sadar.

"Ini… ini di mana?" Rossa mengamati sekeliling lingkungan yang asing baginya.

"Hotel," kata Arman dengan dingin.

Hotel?

Di kehidupan sebelumnya, selain malam ketika Arman dijebak oleh Rossa, Arman tidak pernah kembali tinggal di vila lagi. Arman selalu tinggal di sebuah hotel milik perusahaannya, di mana terdapat suite eksklusif khusus untuknya.

Namun, Rossa tidak pernah diizinkan masuk ke sana.

Apakah ini tempat Arman?

Saat berpikir sejenak, gelombang panas kembali menyapu tubuh Rossa. Rossa tidak bisa menahan diri untuk tidak mendesah pelan.

"Aku... panas."

Rossa terus menggeliat kesakitan sambil merobek pakaiannya sendiri.

Sementara itu, Arman dari awal sampai akhir hanya berdiri dingin di tepi tempat tidur, sama sekali tidak berniat untuk membantu.

Rossa menggigit bibirnya kuat-kuat sampai hampir berdarah. Dia menggunakan rasa sakit itu untuk memaksa dirinya tetap sadar.

"Maaf merepotkan… Tolong antar aku ke rumah sakit."

Hanya dengan begitu, racun di dalam tubuhnya bisa dinetralkan

"Kamu ingin membuat Keluarga Damara dan Keluarga Naratama tahu kalau kamu dibius dan aku sebagai suamimu malah mengantarmu ke rumah sakit?" kata Arman dengan dingin. "Aku nggak bisa menanggung malu seperti itu."

Benar.

Situasi Keluarga Damara sangat rumit. Setiap gerak-gerik Arman selalu diawasi oleh Keluarga Damara. Jika pergi ke rumah sakit, pasti akan ketahuan dan nanti malah akan menimbulkan masalah lebih rumit.

Akan tetapi, bagaimana dengan dirinya?

Arman sama sekali tidak akan menyentuhnya. Rossa juga tidak mengizinkan dirinya kembali disentuh oleh Arman.

Tidak ada cara lain.

"Kalau begitu, carikan aku… pria." Setelah berkata seperti itu, Rossa menambahkan. "Yang tampan."

"Kamu bilang apa? Coba ulangi sekali lagi."

Pada titik ini, wajah Arman tampak dingin dan menakutkan. Meski Arman tidak menyukai Rossa, mereka masih belum bercerai. Namun, wanita ini sudah mencoba untuk menyelingkuhinya.

Rossa melirik Arman sebentar dan tidak mengatakan apa-apa. Kemudian, Rossa perlahan bangkit dari tempat tidur. Baru mengambil satu langkah, tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangan Rossa.

"Rossa, meski hari ini kamu menderita sampai mati di sini, aku nggak akan membiarkanmu pergi." Arman begitu marah hingga hampir ingin mencekik wanita di depannya itu.

Penglihatan Rossa sudah mulai berbayang. Tekadnya juga terus-menerus diguncang. Apalagi, di hadapannya justru berdiri orang yang bisa jadi "penawar", yang membuatnya tidak mungkin bertahan lama. Dengan menahan diri sekuat tenaga, Rossa pun menggertakkan giginya dan berkata, "Aku mau pergi menyiram diri dengan air dingin. Cepat lepaskan aku, kalau nggak…"

Detik berikutnya, pikiran Rossa diliputi hawa panas. Dia menghambur ke pelukan pria itu. Bibirnya menjelajahi wajah pria itu dengan liar.

Arman tidak menyangka hal seperti itu akan terjadi. Dia bahkan sampai terdorong jatuh ke atas tempat tidur.

Aroma harum tubuh wanita itu terus menyeruak ke hidung Arman. Bibir Rossa yang lembut seperti permen kapas yang terasa manis, yang mengingatkan Arman pada malam pertama pernikahan mereka, yang dipenuhi hasrat akibat obat.

Arman memang memiliki kendali diri yang kuat. Malam itu, meskipun terkena obat, Arman tidak kehilangan kesadaran sepenuhnya. Dia masih merasakan apa yang terjadi.

Meski marah, tetapi itu pertama kalinya Arman merasakan kenikmatan yang begitu tinggi.

Kini, inisiatif Rossa membangkitkan kembali kenangan itu. Melihat wanita ini begitu tidak tahu malu, Arman yang awalnya pasif, langsung berubah menjadi agresif.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 100

    Rossa memang sangat marah. Namun, dalam sekejap dia kembali tenang.Arman adalah suaminya yang akan segera bercerai dengannya. Setelah bercerai, Arman bisa melakukan apa pun yang dia inginkan. Rossa tidak akan terkejut jika Arman segera menikahi Fera, apalagi hanya mengatur agar Fera bergabung dengan Grup Damara."Bu Fera." Rossa menyilangkan tangan di dada. Dia tersenyum dingin dan berkata, "Kamu tahu nggak, ada kata di internet yang memang khusus untuk menggambarkan orang seperti kamu.""Kata apa?" Fera menengadah dengan penuh rasa ingin tahu."Wanita yang tampak tenang dan baik hati, tapi sebenarnya kejam dan manipulatif," kata Rossa dengan acuh tak acuh.Ekspresi Fera sempat tampak sedikit berubah. Namun, Fera dengan cepat menunduk dan mulai meneteskan air mata. "Bu Fera, aku tahu kamu pasti salah paham tentang Kak Arman, makanya kamu sampai menghina aku seperti ini. Tapi, aku nggak akan menyalahkanmu."Arman hanya diam saja."Kalau saat kamu mengatakan semua ini cuma salah paham,

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 99

    Setelah melihat-lihat, Rossa bersiap untuk pergi. Namun, tepat saat hendak keluar dari toko, Rossa melihat Fera masuk sambil menggandeng tangan Arman."Kak Arman, aku sudah punya banyak baju. Kamu nggak perlu beliin aku lagi."Fera masuk dengan sikap malu-malu. Namun begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada Rossa. Dengan ekspresi pura-pura terkejut, Fera berkata, "Bu Rossa, kenapa kamu ada di sini? Jangan-jangan kamu tahu aku dan Kak Arman mau ke sini."Maksudnya adalah, Rossa sudah mengikuti mereka.Bahkan diam-diam, dari sudut yang tidak terlihat oleh Arman, Fera sempat melemparkan tatapan menantang ke arah Rossa.Telapak tangan Rossa mengepal erat. Meskipun dia sudah tidak mencintai Arman lagi, melihat pria itu dengan terang-terangan bermesraan dengan Fera di depan umum, sementara dirinya sendiri bahkan tidak diizinkan dekat dengan pria lain, Rossa merasa semuanya begitu ironis.Hati Rossa sudah mati rasa. Dia menatap mata Arman yang dalam dan gelap itu.Rossa tersenyum dan

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 98

    Rossa mengamati perusahaan pakaian tersebut dan menemukan bahwa perusahaan itu dikelola dengan buruk. Bukan hanya tidak menghasilkan keuntungan, malah justru harus disubsidi oleh grup.Setelah menghabiskan pagi harinya untuk memeriksa laporan keuangan, sore harinya Rossa mengadakan rapat dengan semua departemen untuk mencari akar permasalahan.Namun, di luar dugaan, semua orang saling lempar tanggung jawab. Akhirnya, rapat pun berakhir tanpa hasil.Begitu waktu pulang tiba, Rossa langsung pulang tepat waktu.Begitu Rossa pergi, seluruh kantor mulai bergosip ramai-ramai."Nggak tahu apa-apa, tapi langsung jadi Manajer Umum. Sebenarnya dia punya koneksi apa sih?""Dia dibawa langsung oleh Pak Doddy. Katanya pagi tadi datang naik mobil Pak Arman. Jangan-jangan dia kerabat Keluarga Damara?""Mungkin juga pacar gelapnya Pak Arman.""Bukankah pacar gelapnya Pak Arman itu Bu Fera?""Katanya Pak Arman sudah menikah, berarti yang lain itu cuma selingkuhan."Gosip di kantor pun perlahan mulai me

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 97

    Arman mengejek dengan dingin, "Ini diatur langsung oleh Tuan Besar Dipa untukmu. Kalau kamu nggak pergi, aku hanya bisa membiarkan Tuan Besar Dipa yang mengurusmu."Rossa langsung terdiam.Sejujurnya, di Keluarga Damara, selain Arman, orang yang paling ditakuti Rossa adalah Tuan Besar Dipa.Dia terlihat ramah. Namun entah mengapa, selalu ada perasaan bahwa tidak ada hal yang bisa disembunyikan dari Tuan Besar Dipa. Matanya yang sudah melewati banyak pengalaman, seolah bisa menembus isi hati seseorang.Arman saja sudah mengetahui kondisi Keluarga Naratama, mustahil menyembunyikannya dari Tuan Besar Dipa.Sekarang, Rossa mulai merasa ragu. Jika memang demikian, kenapa dahulu Tuan Besar Dipa setuju menikah dengan Keluarga Naratama? Di kehidupan sebelumnya, Rossa tidak tahu kondisi keluarganya sendiri. Jadi, Rossa selalu menganggap pernikahan itu wajar.Namun, di kehidupan ini, banyak hal terasa berbeda dari yang dibayangkan Rossa."Aku mengerti." Setelah berpikir sejenak, Rossa memutuskan

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 96

    Rossa memandang wajah pria yang begitu tampan di depannya. Arman sama sekali tidak menunjukkan kesabaran padanya. Namun, terhadap Fera, kesabaran Arman seolah tak terbatas. Apa pun yang dilakukan Fera dianggap tidak salah dan dapat dimaafkan.Sementara dirinya, hanya mengucapkan beberapa kata jujur saja tidak diperbolehkan."Aku mengerti," ucap Rossa datar.Jawaban ini jelas jawaban yang diinginkan Arman. Namun, mendengar jawaban patuh dari Rossa membuat Arman merasa gelisah. Sebaliknya, Arman mendapati dirinya merindukan wanita yang pernah berdebat dan bertengkar dengannya. Wanita yang terasa nyata dan penuh semangat.Setelah berkata seperti itu, Rossa menundukkan kepalanya sedikit, menyelinap keluar dari bawah lengan Arman, lalu langsung pergi."Kamu mau ke mana?" Arman tiba-tiba berbalik.Rossa menghentikan langkahnya, menoleh dan menjawab, "Makan."Akhir-akhir ini, Rossa memang sering mengantuk dan cepat lapar. Rossa tahu, ini karena kehamilannya. Untungnya, Rossa tidak mengalami m

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 95

    Arman terhuyung-huyung akibat dorongan itu. Tubuhnya sedikit mundur ke belakang. Dia juga sama marahnya.'Dia bilang apa tadi? Lumpur busuk?''Rossa, kamu benar-benar hebat.'Arman mengejar Rossa dengan marah. Namun, setelah memasuki rumah utama, Arman tidak dapat menemukannya."Mana dia?" geram Arman.Kepala pelayan menjawab, "Bu Rossa baru saja naik ke lantai atas. Pak Arman, apa Anda ingin memanggil Bu Rossa turun?"Memanggilnya turun, lalu lanjutkan pertengkaran?"Nggak perlu." Langkah Arman terhenti sejenak. Kemudian, Arman berbalik dan menuju ke ruang kerjanya. Meskipun satu tangannya terluka, tetap saja tidak bisa membiarkan segala sesuatunya terbengkalai.…Rossa mengunci dirinya di dalam kamar. Lantaran terlalu marah, perutnya sedikit terasa sakit.Rossa terkejut dalam hati, apakah anaknya ada masalah?Rossa memaksa dirinya untuk tenang. Kemudian, Rossa mengambil ponselnya dan berkonsultasi dengan dokter secara daring. Barulah Rossa tahu bahwa emosi yang terlalu kuat bisa meme

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status