แชร์

Aku Tidak Mandul, Mas!

ผู้เขียน: Jannah Zein
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-05-04 11:02:35

Bab 2

"Ya, barang-barangmu! Kamu harus segera mengeluarkan barang-barangmu dari kamar utama, karena Mutia yang akan menempati kamar utama bersama dengan Randy," beritahu wanita paruh baya itu. Pemberitahuan yang bersifat sebuah perintah.

"Mutia? Bukannya selama ini dia menempati kamar tamu?" Sania mengerutkan kening, karena setahunya kamar tamu itulah yang dihias menjadi kamar pengantin, bukan kamar utama. 

Rumah ini cukup luas, dengan 5 buah kamar tidur. Satu kamar tidur utama, satu kamar tidur tamu dan dua kamar tidur yang biasa ditempati oleh ibu mertuanya dan Raka, anak paling bungsu di keluarga ini. Satunya lagi adalah kamar pembantu yang ukurannya lebih kecil dan terletak di belakang dekat dapur.

"Iya, memang. Tapi mulai besok, Mutia yang akan menempati kamar utama," sahut wanita paruh baya itu.

"Dan aku yang menempati kamar tamu, begitu, Ma? Jadi aku bertukar kamar tidur?" Sepasang mata beningnya menatap sang ibu mertua dengan dadanya yang terus berdebar.

Sania berpikir kamar tamu pun tidak jelek, karena ukuran dan fasilitasnya hampir sama dengan kamar tidur utama yang biasa ia tempati bersama dengan Randy. Ada juga kamar mandi di dalam serta walk in closed. Tak masalah. Dia bisa tinggal di kamar itu, apalagi kamar tamu dan kamar utama letaknya bersebelahan. Mungkin ini memang sengaja Randy lakukan untuk memudahkan menggilir istri-istrinya.

Sejauh ini Sania tetap berpikiran positif.

"Baiklah, Ma." Sania mengangguk lalu segera membersihkan tangannya yang sebelumnya penuh dengan busa sabun. 

"Aku akan membereskan barang-barangku dan memindahkannya ke kamar tamu, tetapi apakah Mutia sudah mengeluarkan barang-barangnya? Aku hanya tidak enak jika harus mengemasi barang-barang milik orang lain...."

"Siapa bilang kamu akan menempati kamar tamu?!" tuding ibu mertuanya saat Sania berjalan mendekat dan bermaksud akan melewatinya.

"Maksud Mama?" Sania menghentikan langkahnya. Dia tak mengerti. "Bukankah aku dan Mutia akan bertukar kamar?"

"Sania!" Mata ibu mertuanya melotot. Wajah wanita setengah tua itu seketika memerah. "Makanya dengar dulu penjelasan Mama. Jangan langsung main pergi aja. Kamar tamu itu akan segera ditempati oleh Nuri, jika kebetulan ia berkunjung ke rumah ini. Jadi, tempat kamu itu di kamar belakang...."

"Apa?! Aku harus menempati kamar belakang?!"

Sania sangat terkejut, dan saking terkejutnya, tubuhnya tiba-tiba saja lemas. Dia berpegangan pada salah satu tiang yang berada di dekatnya untuk menopang tubuhnya agar tidak luruh ke lantai.

"Itu kamar pembantu, Ma. Terakhir ditempati oleh Bik Nah sebelum beliau pamit pulang kampung lantaran diminta oleh anaknya untuk berhenti bekerja di rumah ini," protes Sania. Pegangannya pada tiang kian bertambah erat karena ia merasakan pandangannya mulai sedikit berkunang-kunang.

"Karena kamu memang pantas menempati kamar itu! Apalagi yang diharapkan dari seorang wanita mandul kayak kamu?! Seharusnya kamu sadar posisimu di mana! Kamu itu hanya berguna untuk mengurus rumah ini!"

Hati Sania seketika kembali tersayat. Seperti itukah sekarang ibu mertua memandang dirinya? Hanya karena ia belum bisa memberikan keturunan untuk suaminya, apakah lantas keluarga suaminya boleh memperlakukannya seperti pembantu?

"Tempatmu adalah di kamar belakang, di kamar pembantu, karena kamu hanya diperlukan untuk mengurus rumah ini. Sebagai istri, kamu sama sekali nggak berguna!" Perempuan bernama Asih itu mengibaskan tangan, lalu segera berbalik dan meninggalkan Sania sendiri yang tubuhnya akhirnya harus luruh ke lantai karena tangannya pun terasa lemas sehingga tidak bisa lagi mencengkeram tiang penyangga rumah ini.

Untung saja dia tidak langsung jatuh pingsan mendengar perkataan sepahit ini, sebab jikalau ia sampai jatuh pingsan, tidak akan ada orang yang akan menolongnya.

Tak ada yang peduli pada kondisi tubuhnya, apalagi dengan perasaannya.

Sakit.

Perih. 

Selama 5 tahun ia menikah dan mengabdi kepada keluarga ini, tidak pernah ia merasakan sesakit ini. 

Selama 5 tahun terakhir, dialah yang mengurus rumah ini, sementara pembantu yang biasa mengurus rumah ini berhenti bekerja, sebulan setelah pernikahan Sania dan Randy. Dan setelah itu, tidak ada pembantu baru yang direkrut oleh ibu mertuanya untuk membantu mengurus rumah sebesar ini.

Sania sama sekali tidak keberatan mengurus rumah ini, melayani mertua, suami dan kakak iparnya. Namun kenyataannya, semua pengabdiannya masih belum cukup. Dia pun masih dimintai persetujuan untuk dimadu dan sekarang tinggal bersama adik madu.

Apalagi hal yang lebih menyakitkan selain ini?

Sania tergugu sendirian meratapi nasibnya. Air matanya mengalir deras. Namun sudut di hatinya seolah berteriak bahwa ia harus bangkit. Bukankah tujuan ia tetap bertahan di rumah ini karena ingin membuktikan bahwa dia tidak mandul?

Sania tidak mandul, dan itu dibuktikan oleh pemeriksaan dari beberapa orang dokter spesialis kandungan di kotanya. Semua dokter yang ia temui menyatakan jika ia subur.

"Aku harus kuat! Aku harus bertahan!  Walaupun suamiku memiliki istri lagi, setidaknya aku tetap akan mendapatkan jatah malam untuk melayani suamiku. Di situlah aku harus membuktikan, jika aku tidak mandul. Aku tidak mandul, Mas!" gumam Sania seraya mengepalkan tangan.

Akhirnya Sania pun bangkit, dan dengan langkah terseok-seok dia berjalan menuju kamarnya. Sempat berdiri sejenak di depan pintu kamar tamu lantaran mendengar suara-suara desahan erotis yang membuat Sania seketika mengusap-usap dadanya yang terasa kian sesak. Namun Sania akhirnya melanjutkan langkah menuju kamar utama.

Begitu memasuki kamar ini, Sania memindai sekelilingnya. Ruangan yang selalu terlihat bersih dan rapi karena ia merawatnya sepenuh hati. Peraduannya yang dilapisi oleh sprei berwarna biru muda, warna kesukaan Randy. Peraduan tempat mereka seringkali bercinta, meskipun sampai sekarang belum juga dikaruniai seorang momongan.

Sejatinya Randy adalah pria yang romantis, terkecuali akhir-akhir ini setelah Mutia tinggal di rumah ini.

Salahnya juga yang bersedia membawa Mutia tinggal di rumah ini, walaupun itu atas permintaan tante Wina, ibunya Mutia. Tante Wina yang meminta kepadanya agar Mutia tinggal di rumah ini, lantaran tempat kerjanya yang tidak jauh, apalagi Randy dan Mutia bekerja dalam satu perusahaan.

Sania yang polos tidak pernah berpikiran buruk, apalagi sampai menganggap jika tantenya itu punya rencana untuk menghancurkan rumah tangganya.

Dia hanya tidak menyangka jika ia sudah memasukkan ular berkepala manusia ke rumahnya.

Sania menjadi curiga. Entah sejak kapan Randy dan Mutia berhubungan. Apakah sejak hubungan mereka menjadi hambar setelah kehadiran Mutia di rumah ini?

Wanita itu mengusap-usap dadanya, lalu duduk di tepi ranjang.

"Kenapa aku tidak peka dengan perubahan yang terjadi pada Mas Randy? Padahal dulu sebelum kehadiran Mutia di rumah ini, gairah bercintanya kepadaku begitu besar. Aku pikir waktu itu Mas Randy hanya kecapean kerja, sehingga tidak lagi berminat bercinta denganku....."

Tak ingin tenggelam dalam lamunannya dan membuang-buang waktu sehingga membuat ibu mertuanya kembali marah, akhirnya Sania bangkit dan mulai membuka pintu lemari. Dia mengeluarkan seluruh pakaiannya yang sebenarnya memang tidak seberapa. Selama menikah dengan Randy, Sania memang hampir tidak pernah membeli pakaian. Uang belanja dapur diatur oleh ibu mertuanya, sementara Randy sendiri jarang memberinya uang jajan. 

***

Meski di hatinya terbersit rasa ragu, tetapi Sania tetap membuka pintu kamar belakang. Bau tidak enak langsung menyeruak saat pintu terbuka. Maklumlah, kamar belakang ini sudah difungsikan sebagai gudang tempat untuk menaruh barang-barang yang tidak terpakai.

Sania terbatuk-batuk dan langsung menutup hidung dan mulutnya saat masuk ke dalam ruangan ini. Dia membuka jendela dan membiarkan udara dari luar masuk.

"Aku harus segera membersihkan tempat ini sebelum malam tiba. Jika tidak, aku mau tidur di mana?" Sania segera berbalik setelah memastikan kondisi kamar. Dia mengambil sapu dari dapur dan mulai membersihkan ruangan ini.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ipar Adalah Maut!

    Bab 53Setelah Mutia dan ibunya berhasil ia usir, Sania kembali masuk ke dalam rumah bibinya. Dia tersenyum getir manakala mendapati ibunya yang berbaring di lantai tanpa alas kain, hanya dengan sebuah bantal sebagai penyangga kepala."Mama...." Perempuan itu berjalan menghampiri. "Maafkan Sania, Ma.""Apa benar apa yang dikatakan oleh Wina dan Mutia itu, Nak?" tanya bibi Salma."Katakan jika mereka berbohong...."Namun Sania justru menggeleng. Sudah terlanjur, lebih baik ia jujur. Apa gunanya menyimpan kebusukan, toh akhirnya tercium juga oleh ibunya. Tadi selintas dia sudah memikirkan. Sania jadi mengerti, kedatangan tante Wina dan Mutia hanya salah satu jalan yang ditunjukkan Tuhan agar ibunya mengetahui semua hal buruk yang sudah ia lakukan bersama dengan Raka.Dia memang salah, jadi lebih baik mengaku saja."Aku mengaku khilaf. Raka sangat baik dan perhatian padaku. Di rumah itu, hanya Raka yang mau peduli, sementara Mas Randy lebih mengutamakan Mutia. Jadi bagaimana mungkin aku

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ambil Saja Suamiku!

    Bab 52"Apa kamu bilang...?" Hilda terbata-bata. Tubuhnya seketika lemas, yang untung saja segera diraih oleh Salma. Dipeluknya sang kakak, lalu diusapnya punggungnya penuh kelembutan. Dibandingkan saudara mereka yang lain, Salma lah yang paling baik pemahamannya pada Hilda. Salma pula yang setia merawat dan menemani Hilda, karena rumah mereka memang bersebelahan."Nggak usah ngada-ngada kamu, Wina. Jangan bikin fitnah di sini. Mana mungkin Sania melakukan hal seperti itu? Mungkin dia hanya berteman dengan Raka. Dia dekat, tapi bukan berarti mereka pacaran. Lagian, Raka itu anak baik kok. Dia nggak pernah aneh-aneh, apalagi sama kakak ipar sendiri." Tentu saja Salma langsung membantah. Pasalnya setiap kali kemari, Raka selalu berperilaku baik dan sopan."Kalian yang terlalu polos. Tante pikir aja sendiri! Emangnya keuntungan rumah catering itu berapa? Walaupun laris, tapi bahan-bahan baku mahal, belum lagi harus bayar karyawan." Mutia menerangkan. Dari raut wajahnya terlihat jelas, i

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Pencapaian Macam Apa Ini?

    Bab 51"Daripada Mama berbicara dengan Raka, yang ujung-ujungnya hanya malu-maluin aku, lebih baik Mama berbicara dengan tante Hilda. Lebih baik kita ceritakan soal perselingkuhan Sania dengan Raka. Pasti Tante Hilda shock. Kalau perlu kita bikin penyakitnya kambuh. Jadi otomatis Sania pasti akan sedih dan tidak jadi deh itu renovasi rumah....""Ah.... Kamu memang pintar, Sayang." Perempuan itu meletakkan ponsel di pangkuannya, lalu menepuk jidat. "Kenapa Mama nggak kepikiran tadi ya?""Itu karena yang ada di otak Mama cuma uang, tetapi tidak mau berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak!" geram Mutia. Tentu saja ia kesal. Ibunya memang tidak bekerja. Dia hidup dengan mengandalkan uang pensiunan papanya, dan juga uang pemberian darinya. Namun wanita paruh baya itu selalu bergaya hidup mewah.Buah itu biasanya akan jatuh tidak jauh dari pohonnya.Mutia menjelma sebagai gambaran ketika Wina masih muda dulu.Akhirnya di sinilah mereka berada. Rumah ini juga sederhana, rumah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ide Mutia

    Bab 50"Istri bukan, pacar juga bukan. Aku itu cuma kakak ipar. Memangnya Raka mau kasih aku uang?" sinis Mutia. Miris sekali dengan tingkat konektivitas ibunya. Mutia sampai menggaruk kepala saking gemesnya."Buktinya kalau sama Sania, Raka itu royal, padahal toh dia kakak iparnya juga, kan?" Tuh, kan? Tante Wina masih juga tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, padahal Mutia sudah menjelaskan panjang lebar."Ya, nggak sama. Mereka itu kan sudah jadi pasangan. Aku nggak tahu dan nggak pernah melihat, tapi aku yakin pasti mereka sudah tidur bareng." "Ya udah. Kamu tidur bareng aja sama Raka. Yang penting kan nggak ketahuan sama Randy. Ya udah, kakak adik kamu ambil sekalian, jadi nggak kalah kan sama Sania. Mama juga heran, Sania itu di poligami sama kakaknya, terus malah pacaran sama adiknya. Kamu tiru aja dia, biar kamu dapat uang lebih kayak Sania." Perempuan itu terus mengompori Mutia.Masa lalu tante Wina juga tidak baik. Dia pun juga hamil diluar nikah saat menikah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Uh... Sial Sial!

    Bab 49"Ya iyalah. Pasti Mama bantuin kok. Cuma masalahnya, Mama bisa bantu apa? Kamu kan tahu gimana keadaan keuangan kita sekarang?" balas ibunda Mutia ini."Duit aja yang Mama pikirin! Otak ini kudu diajak mikir, Ma," keluh Mutia. Dia mengusap perutnya yang membuncit. Ya, benar sekali dugaan Raka dan Sania. Itu memang bukan milik Randy, tapi seseorang yang ia sendiri tidak tahu siapa. "Bagaimana bisa mikir, kalau kamu akhir-akhir ini nggak pernah kasih Mama uang? Dulu aja sebelum kamu punya suami, kamu sering ngasih uang sama Mama. Tapi sekarang mah boro-boro! Kamu itu punya suami apa enggak sih?" Tante Wina malah mengomel. Perempuan paruh baya dengan dandanan menor ini memang dari awal mata duitan. Kelakuan yang sudah mendarah daging sejak ia masih muda."Kalau aku nggak punya suami, bagaimana aku bisa melahirkan anak ini, Ma. Ngomong sih enak," dengus Mutia. Dia baru saja pulang kerja dan langsung pergi ke rumah ibunya, maksud hati ingin melampiaskan kekesalannya yang menggumpal

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Salah Pilih Suami (2)

    Bab 48"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Semoga hari kamu menyenangkan."Raka memeluk kekasihnya, lalu mencium kening itu dengan lembut."Hati-hati di jalan ya. Maaf belum bisa mengantar keluar. Aku belum bisa keluar kamar, takut Lia dan Aya curiga dengan cara berjalanku." Perempuan itu tersipu malu karena sadar dengan aktivitas mereka tadi malam membuat cara jalannya akan berubah. Dia pasti akan menjadi bahan ledekan Aya dan Lia jika berani keluar dari kamar."Pastinya. Kamu nggak perlu keluar kamar. Cukup di sini saja, tunggu aku pulang. Aku usahakan pulang cepat. Nanti berkas-berkas ini akan langsung aku serahkan sama Mbak Windy. Oke." Raka mengacungkan sebuah map.Berkas-berkas yang diperlukan untuk keperluan perceraiannya dengan Randy sudah disatukan Sania ke dalam satu map saja, sehingga gampang untuk dibawa.Sania mengangguk. Dia membiarkan Raka berlalu dari kamarnya. Sementara itu, dia kembali berjalan menuju pembaringan. Sudah tak sabar ingin segera kembali beristirahat.Aktivi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status