Share

Bab 5. Menabrak seseorang.

Minggu ini, Amala masih menikmati masa santai. Dia mengajak Glen pergi keluar jalan-jalan untuk mengenalkan kota ini. 

"Glen, apa kamu suka tinggal disini?" tanya Amala mengajak Glen duduk di taman. Glen tidak menjawab tetapi dia menggeleng.

"Kamu tidak suka ya?" Amala cemberut sambil menatap putranya.

Glen meraih pipi Amala. "Jangan cemberut Mama. Itu akan membuatmu cepat tua dan tidak cantik lagi." Glen mengusap wajah Amala. Menunjukkan jika seolah dia adalah pria dewasa. Padahal dia masih anak-anak. 

"Meskipun aku tidak suka berada disini, aku akan tetap bersamamu. Jangan khawatir, aku sudah berjanji."

"Benar?" Amala bertanya lagi, sekedar untuk meyakinkan.

Glen mengangguk kemudian memeluk Mamanya dengan erat.

Sebenarnya, Glen memang kurang suka keramaian. Jika dibanding Rumah sederhana Nenek Lusi yang berada di pinggiran kota, dia lebih suka tinggal di sana. Tetapi, karena Glen ini sangat mencintai Amala,  dia akan patuh dan berjanji akan selalu bersamanya, apapun yang terjadi.

"Besok, Mama akan mulai mencari pekerjaan. Kamu bisa memilih untuk ikut atau tinggal bersama Nona Wang sementara."

"Aku tidak mau kesepian, jadi tinggal bersama Nona Wang saja." jawab Glen tanpa ragu.

"Baik. Tapi kamu harus patuh dan jangan nakal."

"Glen janji, Mama." anak itu memasang wajah lucunya.

Amala sungguh merasa bersyukur memiliki Glen. Selain sangat tampan dan pengertian, pikirannya seperti orang dewasa.

Dia bahkan tidak memikirkan lagi, siapa ayah dari putranya itu. Dia sudah tidak peduli hal itu.

Sore setelah mengajak Glen pulang dari Taman,  Amala duduk termenung di pinggir tempat tidur.

Tadi Paman Yue menelpon, mengatakan jika belum mendapatkan pekerjaan untuk dirinya. Sepertinya, kali ini Amala harus berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan pekerjaan.

Ketika Amala sedang termenung, Glen masuk bersama Killa Wang. Killa Wang berpamitan untuk pulang karena dia tadi datang untuk mengunjungi Glen, dan saat ini temannya menghubunginya berkali kali, memintanya untuk menjemput di sebuah Bar.

"Amala, aku pulang ya? Aku harus pergi untuk menjemput temanku. Sepertinya dia sedang ada masalah."

"Ah, iya. Baiklah. Hati-hati."

Baru saja Amala berkata demikian dan Killa Wang ingin melangkah, Killa Wang tiba-tiba berlari ke kamar mandi milik kamar Amala.

"Ah, perutku melilit. Aku pinjam kamar mandi sebentar,"

Amala hanya menggelengkan kepala, sementara Glen tertawa. Tadi rupanya, Glen dan Killa Wang baru saja memakan Steak lumayan pedas.

Setelah sekian lama berada di dalam kamar mandi, Killa Wang keluar. Wajahnya terlihat pucat.

Tapi baru saja keluar, dia kembali masuk lagi.

Amala mulai khawatir melihat kondisi Killa Wang.

"Apa perutmu baik-baik saja?" dia bertanya ketika Killa Wang sudah keluar lagi dari kamar mandi.

"Aduh, maaf Amala. Sepertinya ini gara-gara steak pedas tadi. Perutku jadi mulas." 

"Baiklah. Istirahat dulu. Aku akan mencari obat untuk mulas." 

Killa Wang menurut, lalu Amala pergi untuk memeriksa kotak obat. Dia menemukan obat untuk diare dan segera memberikan pada Killa Wang.

Saat ini, ponsel Killa Wang berbunyi lagi.

"Astaga! Temanku butuh bantuan. Bagaimana ini?" dia nampak kebingungan. Dia harus pergi menyusul temannya, tapi perutnya sedang tidak bisa diajak kompromi.

Melihat Killa Wang kebingungan, tentu Amala tidak tega, kemudian dia berkata, "Beristirahatlah, aku bisa menjemput temanmu."

Killa Wang mendongak, "Eh, jangan. Dia di Bar. Dan mungkin sedang ada masalah."

Tapi Amala menyakinkan, apalagi kota ini dia juga sudah paham. Bar yang dimaksud oleh Killa, Amala juga tahu tempatnya.

Setelah berunding, akhirnya Amala yang pergi untuk menjemput teman Killa setelah Killa menunjukan foto temannya yang bernama Ema itu.

Seperti yang dikatakan Killa Wang, saat berada di Bar itu, dia melihat Ema sedang dipegang beberapa teman Pria dan Wanitanya, gadis itu sedang dipaksa minum alkohol oleh mereka.

Sebenarnya saat ini Amala takut untuk mendekat, tetapi dia merasa kasihan dengan gadis itu. 

"Tolong lepaskan dia. Dia adikku, dan aku datang untuk menyusulnya." Amala mencoba berbicara baik-baik pada beberapa orang yang terlibat disana.

Mereka menoleh pada Amala, kemudian berkata dengan sinis, "Dia kalah taruhan, tapi tidak mau minum seperti perjanjian kita. Mana bisa kami lepaskan?"

Amala mengangkat alisnya, "Taruhan?" dia sambil melirik ke arah Ema. Ema langsung mengedipkan mata pada Amala, dia tahu jika Amala datang untuk menyusulnya karena Killa Wang telah mengatakan padanya.

"Kak. Aku tadi hanya bercanda. Tolong aku. Aku tidak bisa minum alkohol." Ema merengek padanya.

"Kalian, tolong lepaskan adikku. Dia tidak biasa minum. Jika terjadi apa-apa bagaimana?" Amala kembali mencoba berbicara pada mereka.

"Oh, tidak masalah jika dia tidak bisa, kamu bisa mewakilinya, minum ini dan kalian bisa pergi." satu orang dari mereka berkata demikian sambil menyodorkan satu gelas alkohol ke hadapan Amala.

Amala membulatkan matanya, selama ini dia juga tidak pernah meminum alkohol. Bagaimana mungkin kali ini dia ingin menolong Ema?

Tapi, mungkin karena Amala tidak ingin berdebat lebih lama dengan mereka, atau karena dia hanya melihat satu gelas alkohol saja di hadapannya, dia segera mengulurkan tangannya.

"Kak, jangan!" Ema ingin mencegah, tapi Amala sudah meneguk minuman itu.

Mereka tertawa, lalu melepaskan Ema.

Gadis itu segera meraih tangan Amala dan buru-buru membawa Amala keluar dari bar.

Beberapa langkah keluar dari sana, Amala merasa tubuhnya seperti terbakar. 

'Apa ini?'

Kalau hanya segelas alkohol, kenapa bisa seperti ini?

Amala mulai khawatir, dia menatap Ema yang juga terlihat khawatir.

"Kak, kamu baik-baik saja? Ayo cepat!" Ema tahu ada yang tidak beres dengan minuman yang ditengguk Amala tadi, dia ingin mereka segera pergi dari sana. Tapi baru saja hendak meninggalkan halaman Bar, kakak pria Ema datang dan menariknya.

"Dasar Nakal! Kamu selalu bikin orang tua khawatir!" dia menarik Ema.

Ema tidak bisa membantah, hanya meminta Kakaknya untuk membawa serta Amala. Tapi sang kakak justru marah, menoleh pada Amala dan memakinya.

"Lain kali, jangan ajak adikku ke Bar lagi!" lalu pergi meninggalkan Amala seorang diri disana.

Amala membeku, dia mengerti jika pria itu salah paham. Mengira jika dia yang telah mengajak Ema ke sini. Padahal tidak seperti itu.

Sesaat, Amala menjadi panik sendiri. Rasa panas di dalam tubuhnya mulai menyebar. Tubuhnya jadi seperti tak bertenaga dan kepalanya sangat berat.

'Jangan-jangan," Amala semakin panik saat menyadari sesuatu yang salah. Rasa ini, sama persis seperti rasa enam tahun yang lalu saat dia minum kopi bersama Nathalie di sebuah kafe.

Mengingat hal itu, Amala menjadi ketakutan. Dia menoleh ke belakang, di dalam sana sekelompok teman Ema tadi masih terdengar tertawa, lalu melihat dua orang dari mereka tadi berjalan keluar.

Amala ketakutan dan cepat lari dari sana.

Brak!

Amala hilang kendali dan menabrak seseorang di parkiran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status