Home / Zaman Kuno / BAYANGAN PENASEHAT AGUNG / Bab 3 Hilang Ingatan

Share

Bab 3 Hilang Ingatan

last update Last Updated: 2025-09-04 21:18:23

“Aku hanya hilang ingatan seperti yang kau bilang, tak perlu berpikir macam-macam,” sangkal Rael. Ia khawatir Tian menyadari bahwa sebenarnya Raka-lah yang kini berada di tubuh Rael. Ia sendiri sudah cukup banyak masalah dan tidak ingin menambah beban lagi, terlebih nasib Tian dan Rael sama-sama sengsara.

Tian menatap tak percaya. Rael terlihat terlalu asing jika hanya dibilang hilang ingatan, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Satu yang pasti, mereka berdua masih berada di ladang penuh penyiksaan itu.

“Lalu, kau ada rencana apa untuk bisa mengadukan perbuatan Nyonya pada Raja?” tanya Tian yang menganggap serius perkataan Rael tadi. Meski terkesan tidak mungkin, entah kenapa ia ingin mendengar rencana Rael yang terlihat antusias—jarang sekali Rael bersikap seperti itu.

"Apa kau tahu cara untuk kabur?” tanya Rael. Mungkin saja ia bisa pergi setelah berhasil melarikan diri dan menuju istana untuk mengadu. Jika ia terus berada di sana, mana mungkin pihak istana tahu keadaan mereka sekarang. Namun melihat penjagaan yang ketat, ia sendiri tidak yakin bisa keluar karena tak tahu daerah sekitar tempat itu.

“Kalau aku tahu, sudah kulakukan dari dulu. Belum ada cara aman sejauh ini,” jelas Tian yang sangat tidak menyarankan untuk kabur dari sana, karena sejauh ini belum ada satu pun yang berhasil melakukannya.

Melihat gejala yang dialami Rael, Tian merasa mungkin saja ia akan melakukan ide gila itu. Apalagi tadi Rael hampir saja menyerang pengawal yang sedang bertugas—hal berbahaya yang tampaknya sama sekali tidak ia takuti.

“Sulit juga... lalu kalau kita menarik perhatian seperti itu, mereka akan dibawa ke mana?” tanya Rael, melihat keributan yang terjadi antara para pekerja. Seorang pekerja ditarik keluar ladang dengan paksa.

“Ladang batu, aku kan sudah bilang kemarin,” jelas Tian. Ia sudah tidak mengerti lagi harus berkata apa; Rael tetap saja sulit memahami posisi mereka saat ini.

Hilang ingatan bukanlah masalah bagi Tian. Yang jadi masalah adalah jika Rael sampai membuat keributan, mungkin akan ada banyak orang yang ikut dihukum. Melihat sikap Nyonya rumah yang entah sengaja atau tidak, sebenarnya target utama sang Nyonya adalah menyiksa Rael.

“Sulit juga, ya.” Rael diam sejenak, memikirkan cara dan menimbang hal terbaik agar ia tidak dianiaya.

Rael terdiam cukup lama. Kata-kata Tian memang benar—kabur sekarang sama saja bunuh diri. Ia memikirkan kembali ucapannya tadi, mencoba menimbang jalan lain.

“Kalau begitu, kita harus lebih dulu tahu siapa saja orang kepercayaan Nyonya,” gumamnya pelan. “Kalau ada yang bisa kita dekati, mungkin saja ada jalan untuk menyampaikan kabar keluar.”

Tian menghela napas panjang. Ia tahu Rael tidak akan berhenti memikirkan cara. “Kau terlalu gegabah. Orang-orang yang dekat dengan Nyonya justru yang paling berbahaya. Mereka tak akan segan menjual kita demi imbalan.”

“Tapi tetap saja harus ada celah,” Rael menekankan. Matanya mengikuti para pekerja yang digiring ke ladang batu. Wajah mereka penuh ketakutan, sebagian sudah tidak pernah kembali. “Aku tak mau hanya menunggu giliran seperti mereka.”

“Sudahlah, jangan berbuat macam-macam. Kita selesaikan saja pekerjaan ini,” kata Tian sambil mencangkul tanah kering yang penuh retakan. Setelah itu, ia menebarkan benih begitu saja di atas tanah.

Rael menghentikan gerakannya dan menatap bingung. “Apa yang kau lakukan? Itu bukan cara menanam. Tanahnya keras, tidak ada air, dan benih dibiarkan di permukaan begitu saja. Mana mungkin bisa tumbuh?”

Tian berhenti sebentar, lalu menoleh dengan wajah datar. “Aku tidak tahu caranya. Semua orang di sini melakukannya seperti ini. Dari dulu kami hanya diperintah mencangkul dan menebar benih. Tidak pernah ada yang mengajari bagaimana menanam dengan benar.”

Rael melirik ke sekeliling. Pemandangan yang sama terlihat di seluruh ladang—orang-orang bekerja asal-asalan. Ada yang sekadar menusuk tanah dengan cangkul, lalu melempar benih tanpa peduli. Ada juga yang hanya menebar dari jauh, seperti menaburkan pasir.

“Tidak heran hasilnya selalu gagal,” gumam Rael, rasa kesalnya makin memuncak. “Bukan hanya karena tanahnya kering, tapi juga karena kalian semua dipaksa tanpa tahu apa yang kalian lakukan.”

Tian terdiam, menunduk pada tanah di depannya. “Kami tidak punya pilihan. Yang penting kami terlihat bekerja. Kalau berhenti atau terlalu lama, cambuk menunggu. Kami tidak tahu cara lain, Rael. Itu saja kenyataannya.”

Rael menghela napas berat. Ia merasa kasihan pada orang-orang di sana; mereka tidak mendapatkan keadilan dan hanya menerima pukulan bertubi-tubi yang jelas terlihat sangat menyakitkan. Ia tidak tahu apakah dirinya bisa membantu, tetapi ia sadar keberadaannya di sana pasti memiliki tujuan. Tak mungkin ia merasuki tubuh remaja lemah itu hanya untuk disiksa.

“Aku harus melakukan sesuatu,” kata Rael yang tidak bisa diam saja melihat hal sia-sia yang dilakukan orang-orang di sana. Mereka sudah terbiasa dengan hukuman, dan hal itu jelas membuat Rael geram.

Rael mendekat, mencoba memberi saran pelan. “Kalau kita gali parit kecil di antara petak, air bisa mengalir lebih rata. Tanah di ujung sana tidak akan kering.”

“Apa yang kau bicarakan? Kita akan kena hukuman,” kata Tian, tidak setuju dengan ide Rael. Hal itu jelas akan menarik perhatian para pengawal, dan mereka pasti akan dicambuk jika melakukan kesalahan.

“Tenang saja, hasil panen dari ideku ini pasti bagus. Kau tak akan membuang tenaga sia-sia,” kata Rael percaya diri, membuat Tian akhirnya mengikutinya. Ia sendiri merasa penasaran dengan hasil yang akan mereka dapatkan—benarkah akan bagus seperti yang dikatakan Rael, atau malah semakin parah.

“Apa yang kalian lakukan?!” bentak seorang pengawal yang berdiri tak jauh dari mereka. Tatapannya tajam, cambuk di tangannya berayun pelan, seolah siap dilecutkan kapan saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   72. konsekuensi jangka panjang

    Malam itu, setelah istana kembali sunyi dan para bangsawan pulang dengan pikiran masing-masing, Rael belum tidur.Ia duduk sendirian di ruang arsip kecil yang jarang dipakai—ruangan tanpa lambang keluarga, tanpa penjaga tetap. Tempat yang aman justru karena dianggap tidak penting.Di hadapannya hanya ada satu berkas tipis.Bukan laporan.Bukan bukti.Melainkan rangkuman keputusan hari ini—siapa dipindah, siapa dibiarkan, siapa *tidak disentuh*.Rael mengetukkan ujung jarinya ke meja.“Yang paling berbahaya,” gumamnya pelan, “selalu yang lolos tanpa luka.”Pintu terbuka perlahan. Halim masuk tanpa suara.“Kau belum selesai,” katanya, lebih sebagai pernyataan daripada pertanyaan.Rael tidak menoleh. “Belum. Hari ini kita menyingkirkan orang yang terlalu berani.”“Dan besok?” tanya Halim.Rael menutup berkas itu. “Besok… orang-orang yang terlalu sabar akan mulai bergerak.”Halim menyandarkan punggung ke dinding. “Aku sudah perintahkan pasukan tetap netral. Tidak ikut permainan politik.”

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   71. pengejaran senyap

    Perintah Raja dijalankan tanpa teriakan, tanpa derap berlebihan. Inilah cara istana bekerja ketika situasi genting—sunyi, cepat, dan mematikan bagi siapa pun yang lengah.Gerbang utama ditutup perlahan, seolah hanya pergantian jaga biasa. Di pelabuhan, kapal-kapal dagang ditahan dengan alasan inspeksi malam. Jalan-jalan keluar kota dijaga, bukan oleh pasukan bersenjata lengkap, melainkan oleh petugas administratif yang membawa daftar nama dan surat izin. Cara yang tidak mencolok, namun efektif.Rael berdiri di balkon dalam aula, mengamati pergerakan dari kejauhan.“Dia tidak akan kabur secara kasar,” katanya pelan pada Halim. “Menteri itu terlalu rapi untuk berlari.”Halim mengangguk. “Orang seperti dia pasti mencari perlindungan hukum, bukan pedang.”“Benar,” sahut Rael. “Dan itu berarti satu tempat.”Halim menoleh. “Kediaman Dewan Lama.”Rael tersenyum tipis. “Satu-satunya tempat di mana keputusan bisa ditunda atas nama prosedur.”Raja mendekat, suaranya rendah namun tajam. “Kalau d

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   70. rapat darurat

    Malam turun sepenuhnya ketika lonceng istana dibunyikan tiga kali—tanda rapat darurat tingkat tinggi. Aula pertemuan utama diterangi puluhan lampu minyak, cukup terang untuk menampakkan wajah-wajah yang biasanya tersenyum sopan, kini tegang dan penuh perhitungan.Rael berdiri di sisi ruangan, tidak di pusat perhatian, namun justru dari sanalah ia bisa melihat semuanya.Satu per satu para pejabat tinggi dan bangsawan masuk.Keluarga Varin dengan langkah angkuh.Utusan Norvad dengan wajah datar.Perwakilan Lorian yang terlalu banyak berbicara, seolah menutupi kegelisahan.Dan akhirnya—Arven.Bendahara muda itu berjalan dengan sikap tenang yang dibuat-buat. Namun Rael menangkap detail kecil yang tak luput dari perhatiannya: napas Arven lebih pendek dari biasa, dan tangannya mengepal sesaat sebelum ia duduk.Tak lama kemudian, Raja memasuki aula. Semua berdiri.Raja mengangkat tangan. “Duduk.”Suara kursi bergeser serempak. Keheningan jatuh seperti selimut berat.“Kita berkumpul malam ini

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   69. langkah balasan rael

    Arven berjalan cepat melewati lorong pelayan, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. Namun langkahnya terlalu tergesa untuk disebut wajar. Beberapa pelayan menoleh, tapi Arven tidak peduli. Kepalanya penuh dengan satu pikiran: **Eldran**.Ia harus memastikan pria tua itu tidak bertindak ceroboh.Di sudut lain istana, Rael, Halim, dan Dagan mengikuti dari jarak aman. Mereka bergerak terpisah, memanfaatkan lorong-lorong kecil yang jarang dilalui. Tidak ada isyarat berlebihan, tidak ada perintah lisan—semuanya sudah disepakati sejak awal.Arven berhenti di depan pintu rumah kecil Eldran. Ia mengetuk cepat, tanpa sandi kali ini.Pintu terbuka sedikit. Wajah Eldran muncul, keriputnya makin dalam saat melihat siapa yang datang.“Kau lagi?” bisiknya tajam. “Kau ingin diperhatikan?”“Kita sudah diperhatikan,” balas Arven sambil mendorong masuk. “Mereka sudah hampir menemukan semuanya.”Pintu ditutup. Dari balik jendela kecil rumah itu, bayangan dua orang terlihat bergerak gelisah.“Kau bilan

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   68. arven tiba digudang

    Arven tiba di depan gudang kebun timur. Area itu gelap, hanya diterangi satu lampu minyak yang hampir padam. Ia memeriksa sekeliling—tidak ada siapa pun.Atau setidaknya, tidak terlihat.Dengan gugup tersamar, ia membuka kunci gudang menggunakan kunci kecil yang disembunyikannya selama ini. Suara logam berdecit pelan.Begitu pintu terbuka, aroma tanah dan pupuk menyergap hidung.Arven masuk dan menyalakan lampu gantung kecil. Gudang itu tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk menyimpan alat-alat kebun, karung pupuk, dan beberapa peti peralatan lama.Ia langsung menuju sudut belakang.Tempat di mana *Samer*—orang yang menyamar sebagai pekerja kebun—menyembunyikan sesuatu tiga hari lalu.Arven berlutut, menggeser peti kayu perlahan. Tangannya gemetar saat ia mengangkat papan lantai yang bisa dibuka.Kosong.Tidak ada apa-apa.Arven menegang. “Tidak mungkin… Tidak mungkin!”Ia merogoh lagi, memeriksa pinggiran, celah-celah, bahkan karung di sekitarnya. Tidak ada.“Siapa yang mengambilnya

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   67. Menyelasaikan masalah

    Halim menatap Rael lama, seolah menimbang apakah rencana berani itu lahir dari kejernihan pikiran atau dari keberanian berlebih. Namun kilat keyakinan di mata Rael membuatnya mengangguk perlahan.“Apa langkah pertamanya?” tanya Halim.Rael berjalan menuju jendela, menatap halaman dalam istana yang mulai gelap. Lampu-lampu obor bergoyang diterpa angin, dan beberapa penjaga malam mengganti posisi mereka.“Kita buat seolah-olah kita menemukan lebih banyak bukti daripada yang sebenarnya,” jawab Rael. “Seseorang yang sedang bersembunyi pasti panik jika merasa penyamarannya mulai terungkap.”Halim menyilangkan tangan. “Panik berarti bergerak. Dan kalau dia bergerak…”“Kita menangkapnya,” sambung Rael.Halim menghembus napas perlahan. “Tapi kalau dia cukup pintar, dia juga bisa memotong semua jejak sebelum kita mendapat apa pun.”Rael menoleh. “Paman, kita sedang melawan orang yang memahami sistem istana. Ia tidak mungkin duduk diam. Sekalipun ia berusaha menghilangkan jejak, itu justru akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status