Home / Zaman Kuno / BAYANGAN PENASEHAT AGUNG / Bab 4 Mengenalkan Cara Baru

Share

Bab 4 Mengenalkan Cara Baru

last update Huling Na-update: 2025-09-04 21:21:57

Tian langsung pucat pasi. Cangkul di tangannya hampir terlepas. Sementara Rael menegakkan badan, menatap pengawal itu tanpa gentar.

“Kami… hanya mencoba agar benih bisa tumbuh lebih baik,” jawab Rael hati-hati, suaranya tenang tapi cukup jelas terdengar.

Pengawal mendengus kasar. “Berani-beraninya kau mengatur caramu sendiri! Siapa suruh melawan perintah?”

Tian semakin panik, tubuhnya gemetar. Dalam hati ia mengutuk kebodohannya sendiri karena mengikuti ide Rael. Sedangkan Rael, meski dalam bahaya, tetap berdiri tegak menahan tatapan tajam sang pengawal.

Seorang anak buangan yang lebih tua darinya menoleh, mendengus. “Kau sok pintar, ya? Sudah cukup susah kita disuruh kerja, jangan tambah banyak bicara. Cepat cangkul saja, kalau tidak—” ia melirik penjaga yang mengawasi.

Rael terdiam. Ia sadar, terlalu banyak bicara hanya akan memperburuk keadaan. Perlahan ia menghentikan tindakannya, menatap Tian yang sudah pucat ketakutan. Dari sudut mata, ia juga melihat beberapa pekerja lain berhenti sejenak, memandang dengan tatapan tidak setuju.

Rael menghela napas berat. Ia menunduk, seolah pasrah. Tenaganya sudah hampir habis, sementara matahari perlahan turun di ufuk barat. Ia memilih diam, meski dalam hati berjanji akan mencoba lagi besok, dengan cara yang lebih hati-hati.

Pengawal tidak memberi kesempatan. Cambuk di tangannya melayang, menghantam punggung Rael dengan suara keras yang membuat pekerja lain merunduk ngeri.

“Ini peringatan! Jangan coba-coba berbuat macam-macam!” hardik sang pengawal.

Rasa perih menjalar cepat di tubuh Rael, membuat lututnya hampir goyah. Tapi ia menggertakkan gigi, menahan teriakan. Meski tubuhnya meringis kesakitan, tatapannya tetap menyimpan api kecil—tekad untuk tidak menyerah begitu saja.

Tian hanya bisa menunduk, tangannya gemetar. Ia tahu, apa yang dilakukan Rael berbahaya. Tapi entah kenapa, di balik rasa takutnya, terselip rasa kagum pada keberanian Rael yang tidak pernah dimilikinya.

Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Rael kembali digiring ke ladang bersama para pekerja lain. Punggungnya masih perih bekas cambukan kemarin, tapi tekadnya tidak padam. Justru rasa sakit itu membuatnya semakin yakin bahwa ia tidak boleh diam saja.

Saat para pekerja mulai mencangkul, Rael mendekat pada Tian. Dengan suara lirih, nyaris hanya berupa bisikan, ia berkata,

“Aku punya rencana. Kali ini akan berhasil.”

Tian langsung menoleh kaget. Wajahnya memucat, seolah bayangan cambuk kemarin masih menempel jelas di kepalanya. “Rael, jangan lagi. Kau sudah lihat akibatnya. Kalau kau nekat, kali ini kau bisa mati.”

Rael tersenyum tipis, meski peluh dingin menetes di pelipisnya. “Justru karena itulah aku tidak boleh berhenti. Kau lihat sendiri, cara mereka menanam tidak akan menghasilkan apa pun. Kalau aku bisa buktikan benihku tumbuh, kita punya harapan. Mungkin kecil, tapi tetap harapan.”

Tian menggeleng cepat, menunduk sambil pura-pura mencangkul agar tak dicurigai. “Kau gila. Apa gunanya harapan kalau cambuk lebih dulu membuatmu tidak bisa berdiri?”

Rael mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya semakin pelan. “Aku hanya butuh sedikit bantuanmu. Tutupi aku kalau ada pengawal lewat. Selebihnya, biar aku yang urus.”

“Apa itu? Kenapa kau bikin gambar aneh?”

Rael tersenyum tipis. “Kalau kita menanam dalam barisan seperti ini, lebih mudah menyiram, lebih cepat tumbuh, dan tidak banyak benih terbuang.”

Awalnya hanya dianggap main-main. Tapi beberapa pekerja lain mulai melirik, heran dengan pola yang lebih rapi. Salah satu dari mereka berbisik, “Hmph, sampah bangsawan itu lagi-lagi sok pintar. Nanti kalau gagal, kita semua bisa dihukum.”

Rael mendengar bisikan itu, tapi ia tidak goyah. Tangannya terus bekerja meski tubuhnya bergetar menahan sakit.

Beberapa jam berlalu. Para pekerja mulai kelelahan, keringat bercampur dengan tanah. Sementara itu, jalur yang dibuat Rael terlihat berbeda lurus, rapi, dan benih ditanam dengan jarak teratur.

Penjaga yang sedari tadi hanya duduk di bawah pohon, bangkit dan mendekat. Alisnya mengernyit melihat apa yang dilakukan Rael.

“Apa-apaan ini?” suaranya tajam. Ia menendang cangkul di tangan Rael hingga terlempar. “Siapa yang menyuruhmu membuat pola aneh seperti ini? Kau pikir kau lebih pintar dari para tetua yang sudah mencangkul sejak sebelum kau lahir?”

Rael menunduk, menahan amarah. “Aku hanya mencoba cara agar tanah lebih mudah dialiri air….”

“Diam!” bentak penjaga itu. “Sampah sepertimu hanya boleh menurut. Bukan sok jadi guru!”

Beberapa pekerja lain menunduk, pura-pura tak melihat. Mereka tahu, melawan hanya akan membawa bencana.

Tian yang tadi membantu Rael memberanikan diri bicara. “Tapi, Rael hanya menunjukkan cara yang lebih mudah. Aku ikut mencoba, dan—”

Plak!

Tamparan keras mendarat di wajah Tian. Penjaga mendengus. “Kau juga belajar dari sampah ini? Hati-hati, kalau ladang gagal panen, kalian yang akan dilempar ke jalanan!”

Rael mengepalkan tangan, darah mengalir dari bibir bocah itu. Amarah mendidih di dadanya, tapi ia sadar tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.

Dengan suara serak, ia menatap penjaga itu. “Jika panen kali ini gagal karena cara kami, aku yang akan menanggungnya. Tapi jika berhasil… apakah kau berani melapor pada Nyonya besar bahwa ada metode yang lebih baik?”

Pengawal itu terdiam sejenak, lalu tertawa mengejek. “Hahaha! Dasar tolol. Baiklah, lakukan sesukamu. Tapi kalau satu petak ini tidak menghasilkan lebih banyak dari yang lain, jangan salahkan aku kalau kau dibuang lebih hina dari anjing.”

Rael tetap bekerja di ladang dengan tubuh lemah. Jalur tanam yang ia buat semakin jelas terlihat berbeda dari petak lain. Tian yang membantunya pun mulai semangat, meski harus menerima cemoohan dari pekerja lain.

kabar tentang “cara aneh” Rael akhirnya sampai ke telinga Nyonya besar.

Sore itu, saat para pekerja hendak pulang, kereta sederhana berhenti di tepi ladang. Dari dalam turun seorang wanita paruh baya dengan wajah dingin. Matanya menatap Rael seolah sedang menatap kotoran yang menempel di sepatunya.

“Jadi ini anak buangan yang berani mengubah cara kerja keluarga?” suaranya menusuk, penuh sinis.

Para pekerja buru-buru menunduk, tak ada yang berani menjawab. Rael berdiri kaku, ia melihat dengan sinis Nyonya rumah, tangannya mengepal. Tian cepat-cepat menarik Rael untuk segera menunduk, sudah banyak cambuk yang Rael terima. Tian tidak mau melihat Rael disiksa lagi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   72. konsekuensi jangka panjang

    Malam itu, setelah istana kembali sunyi dan para bangsawan pulang dengan pikiran masing-masing, Rael belum tidur.Ia duduk sendirian di ruang arsip kecil yang jarang dipakai—ruangan tanpa lambang keluarga, tanpa penjaga tetap. Tempat yang aman justru karena dianggap tidak penting.Di hadapannya hanya ada satu berkas tipis.Bukan laporan.Bukan bukti.Melainkan rangkuman keputusan hari ini—siapa dipindah, siapa dibiarkan, siapa *tidak disentuh*.Rael mengetukkan ujung jarinya ke meja.“Yang paling berbahaya,” gumamnya pelan, “selalu yang lolos tanpa luka.”Pintu terbuka perlahan. Halim masuk tanpa suara.“Kau belum selesai,” katanya, lebih sebagai pernyataan daripada pertanyaan.Rael tidak menoleh. “Belum. Hari ini kita menyingkirkan orang yang terlalu berani.”“Dan besok?” tanya Halim.Rael menutup berkas itu. “Besok… orang-orang yang terlalu sabar akan mulai bergerak.”Halim menyandarkan punggung ke dinding. “Aku sudah perintahkan pasukan tetap netral. Tidak ikut permainan politik.”

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   71. pengejaran senyap

    Perintah Raja dijalankan tanpa teriakan, tanpa derap berlebihan. Inilah cara istana bekerja ketika situasi genting—sunyi, cepat, dan mematikan bagi siapa pun yang lengah.Gerbang utama ditutup perlahan, seolah hanya pergantian jaga biasa. Di pelabuhan, kapal-kapal dagang ditahan dengan alasan inspeksi malam. Jalan-jalan keluar kota dijaga, bukan oleh pasukan bersenjata lengkap, melainkan oleh petugas administratif yang membawa daftar nama dan surat izin. Cara yang tidak mencolok, namun efektif.Rael berdiri di balkon dalam aula, mengamati pergerakan dari kejauhan.“Dia tidak akan kabur secara kasar,” katanya pelan pada Halim. “Menteri itu terlalu rapi untuk berlari.”Halim mengangguk. “Orang seperti dia pasti mencari perlindungan hukum, bukan pedang.”“Benar,” sahut Rael. “Dan itu berarti satu tempat.”Halim menoleh. “Kediaman Dewan Lama.”Rael tersenyum tipis. “Satu-satunya tempat di mana keputusan bisa ditunda atas nama prosedur.”Raja mendekat, suaranya rendah namun tajam. “Kalau d

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   70. rapat darurat

    Malam turun sepenuhnya ketika lonceng istana dibunyikan tiga kali—tanda rapat darurat tingkat tinggi. Aula pertemuan utama diterangi puluhan lampu minyak, cukup terang untuk menampakkan wajah-wajah yang biasanya tersenyum sopan, kini tegang dan penuh perhitungan.Rael berdiri di sisi ruangan, tidak di pusat perhatian, namun justru dari sanalah ia bisa melihat semuanya.Satu per satu para pejabat tinggi dan bangsawan masuk.Keluarga Varin dengan langkah angkuh.Utusan Norvad dengan wajah datar.Perwakilan Lorian yang terlalu banyak berbicara, seolah menutupi kegelisahan.Dan akhirnya—Arven.Bendahara muda itu berjalan dengan sikap tenang yang dibuat-buat. Namun Rael menangkap detail kecil yang tak luput dari perhatiannya: napas Arven lebih pendek dari biasa, dan tangannya mengepal sesaat sebelum ia duduk.Tak lama kemudian, Raja memasuki aula. Semua berdiri.Raja mengangkat tangan. “Duduk.”Suara kursi bergeser serempak. Keheningan jatuh seperti selimut berat.“Kita berkumpul malam ini

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   69. langkah balasan rael

    Arven berjalan cepat melewati lorong pelayan, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. Namun langkahnya terlalu tergesa untuk disebut wajar. Beberapa pelayan menoleh, tapi Arven tidak peduli. Kepalanya penuh dengan satu pikiran: **Eldran**.Ia harus memastikan pria tua itu tidak bertindak ceroboh.Di sudut lain istana, Rael, Halim, dan Dagan mengikuti dari jarak aman. Mereka bergerak terpisah, memanfaatkan lorong-lorong kecil yang jarang dilalui. Tidak ada isyarat berlebihan, tidak ada perintah lisan—semuanya sudah disepakati sejak awal.Arven berhenti di depan pintu rumah kecil Eldran. Ia mengetuk cepat, tanpa sandi kali ini.Pintu terbuka sedikit. Wajah Eldran muncul, keriputnya makin dalam saat melihat siapa yang datang.“Kau lagi?” bisiknya tajam. “Kau ingin diperhatikan?”“Kita sudah diperhatikan,” balas Arven sambil mendorong masuk. “Mereka sudah hampir menemukan semuanya.”Pintu ditutup. Dari balik jendela kecil rumah itu, bayangan dua orang terlihat bergerak gelisah.“Kau bilan

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   68. arven tiba digudang

    Arven tiba di depan gudang kebun timur. Area itu gelap, hanya diterangi satu lampu minyak yang hampir padam. Ia memeriksa sekeliling—tidak ada siapa pun.Atau setidaknya, tidak terlihat.Dengan gugup tersamar, ia membuka kunci gudang menggunakan kunci kecil yang disembunyikannya selama ini. Suara logam berdecit pelan.Begitu pintu terbuka, aroma tanah dan pupuk menyergap hidung.Arven masuk dan menyalakan lampu gantung kecil. Gudang itu tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk menyimpan alat-alat kebun, karung pupuk, dan beberapa peti peralatan lama.Ia langsung menuju sudut belakang.Tempat di mana *Samer*—orang yang menyamar sebagai pekerja kebun—menyembunyikan sesuatu tiga hari lalu.Arven berlutut, menggeser peti kayu perlahan. Tangannya gemetar saat ia mengangkat papan lantai yang bisa dibuka.Kosong.Tidak ada apa-apa.Arven menegang. “Tidak mungkin… Tidak mungkin!”Ia merogoh lagi, memeriksa pinggiran, celah-celah, bahkan karung di sekitarnya. Tidak ada.“Siapa yang mengambilnya

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   67. Menyelasaikan masalah

    Halim menatap Rael lama, seolah menimbang apakah rencana berani itu lahir dari kejernihan pikiran atau dari keberanian berlebih. Namun kilat keyakinan di mata Rael membuatnya mengangguk perlahan.“Apa langkah pertamanya?” tanya Halim.Rael berjalan menuju jendela, menatap halaman dalam istana yang mulai gelap. Lampu-lampu obor bergoyang diterpa angin, dan beberapa penjaga malam mengganti posisi mereka.“Kita buat seolah-olah kita menemukan lebih banyak bukti daripada yang sebenarnya,” jawab Rael. “Seseorang yang sedang bersembunyi pasti panik jika merasa penyamarannya mulai terungkap.”Halim menyilangkan tangan. “Panik berarti bergerak. Dan kalau dia bergerak…”“Kita menangkapnya,” sambung Rael.Halim menghembus napas perlahan. “Tapi kalau dia cukup pintar, dia juga bisa memotong semua jejak sebelum kita mendapat apa pun.”Rael menoleh. “Paman, kita sedang melawan orang yang memahami sistem istana. Ia tidak mungkin duduk diam. Sekalipun ia berusaha menghilangkan jejak, itu justru akan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status