Share

6

Keringat dingin membasahi tubuh. Roney tidak bisa tidur, perasaannya cemas tidak menentu. Rasanya Roney ingin menyayati tangannya kemudian menghisap darah hasil sayatannya tersebut.

Roney sudah tidak kuat. Jantungnya berdetak semakin cepat. Mengamuk bukanlah cara yang tepat.

Roney butuh seseorang. Seseorang bisa menyemangatinya, bahwa Roney pantas untuk hidup.

Pisau sudah berada di tangan kanannya. Roney menggenggam gagang pisau tersebut menahan semua nafsu dalam dirinya.

Roney yang berada dibalik pintu tertutup hanya menelungkup frustasi.

"Gue pengen sembuh!" geram Roney.

Roney mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ditengah sakau seperti itu, Roney mencoba mengetikkan sebuah pesan untuk seseorang.

May?

Gue butuh elo

Gue butuh elo

Roney menyelonjorkan kakinya dengan kedua mata terpejam. Nafasnya tidak teratur.

🙎 Elo dimana?

🙎 Send loc. buruan

🤵 gmana caranya?

🙎 bego!

🤵 gw di jl merpati

no 24

🤵elo masuk aja

g dikunci

Roney kemudian mematikan ponselnya setelah membalas pesan.

Roney bangkit berjalan menuju ranjang. Tapi, setelah ditepi ranjang, Roney kembali lagi menuju pintu.

Roney membuka pintu dan membiarkannya terbuka.

"Biar gak susah nyariin gue"

Kemudian Roney berbaring tapi tidak untuk tidur. Entah kenapa Roney yakin, Maya pasti akan datang untuk menemuinya.

***

Maya sudah berjalan cukup lama. Namun, alamat yang ditujukan Roney belum juga ditemukan.

Niat hati, Maya ingin memanjakan matanya ke alam mimpi setelah pulang dari club. Tapi, apa daya dengan terpaksa Maya harus mengurungkan niatnya itu.

Maya tidak jadi pulang ke kontrakannya. Ditengah perjalanan, Roney mengirim pesan pada Maya, meminta Maya untuk menemuinya.

Malam dingin yang menusuk hingga tulang tidak Maya rasakan. Rambut yang sebelumnya dikuncir, Maya lepas ikatannya agar semilir angin tidak menerpa lehernya secara langsung.

Suasana Perumahan tersebut sangat sepi. Hanya satpam yang Maya temui didepan gapura tadi. Selebihnya, tidak ada manusia lain yang Maya temui.

Sorot lampu mobil menerangi jalan didepan Maya. Maya terus berjalan dengan secuil harapan mobil itu mau berhenti dan membantunya.

Harapan Maya terkabulkan. Mobil itu berhenti tepat didepan Maya. Langkah Maya terhenti dan mengamati mobil tersebut.

Pria berhoodie keluar dari mobil hitam sport itu. Sayang sekali kepalanya nya tertutup kupluk. Membuat Maya tidak bisa melihat wajahnya.

Maya diam tidak bergerak. Membiarkan pria itu menghampirinya.

"Ngapain lo disini malem-malem??" tanya pria itu dari kejauhan.

Maya belum terlalu jelas melihat wajah pria itu. Maya minus.

"Lo bisu?"

Maya menyipitkan matanya.

"Ngapain lo disini?" tanya Maya setelah tahu siapa pria berkaca mata didepannya itu.

"Nah, Elo juga ngapain?"

"Gue..." Maya memutuskan untuk meminta bantuan Elang lagi.

"Anterin gue nyari alamat Lang, please. Gue minta bantuan lo lagi. Ini antara hidup sama gak hidup" ucap Maya memohon.

Elang mengernyitkan dahinya.

"Ngapain elo nyari alamat malem-malem gini?"

"Ck.. pertanyaannya udah gue masukkin saku. Nanti gue jawab. Anterin gue buruan"

Elang tampak berfikir.

"Please.." ucap Maya melas sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Kemana?"

"Jalan Merpati No.24"

"Coba ulang"

"Jalan Merpati No.24" Maya sedikit mengeraskan suaranya.

"Gak salah tuh?"

"Nggak. Ayo, buruan. Keburu malaikat izroil datang" ajak Maya tidak sabar.

Mau ngapain ni cewek ke rumah gue?

"Yaudah,. ayo" ajak Elang sambil berjalan. Maya berjalan mengekori Elang.

"Kok gak pake mobil?" tanya Maya pada Elang setelah Elang melewati mobilnya begitu saja.

Elang berhenti dan membalikkan badannya. Maya terkejut. Maya tidak tahu jikalau Elang berhenti mendadak. Untung saja tidak terjadi tabrakan yang beruntun ke jantung.

Jarak mereka begitu dekat. Hingga membuat Maya mundur selangkah. jaga jarak, untuk menghindari terpaan nafas Elang yang membuatnya bergidik geli.

"Itu rumahnya" ucap Elang sambil menunjukan rumah yang dimaksud dengan dagunya.

Maya melihat rumah yang ditunjukkan Elang. Rumah tingkat dua. Berwarna abu-abu terang yang dilapisi marmer mewah.

Tinggal nyebrang doang ternyata

Tanpa basa-basi Maya langsung menuju rumah bertingat dua tersebut. Maya meninggalkan Elang sendirian. Bahkan Maya lupa, tidak mengucapkan terima kasih.

"Matre. Gak tau diri lagi" desis Elang sambil berjalan menuju rumahnya.

***

Maya mengelilingi rumah yang ditempati Roney. Mencari Roney lebih tepatnya.

Gede banget si rumahnya

Maya hendak ke lantai dua. Kakinya sudah menaiki tangga ke tiga. Namun, matanya melihat pintu yang terbuka. Maya turun lagi menuju kamar tersebut.

Ternyata benar. Maya melihat Roney bersandar di ranjang. Maya mengahampiri Roney dengan setengah berlari.

"Ron, elo gak papakan?" tanya Maya khawatir. Raut cemas begitu kentara di wajah Maya.

Maya menempelkan telapak tangannya di kening Roney. Kulit Roney basah. Begitu juga rambutnya.

"Gue pengen sembuh May. Tapi, sakit" ucap Roney lirih.

Maya mengusap pelan bahu Roney.

"Tenang. Ada gue disini. Gue udah janji sama elo buat upgrade diri lo" ucap Maya lembut.

Maya tersenyum untuk menguatkan Roney.

Roney tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merekam senyum Maya yang begitu menenangkan dihatinya.

Kaya Mama

"Peluk gue May"

Mata Maya membulat sempurna. Kaget dengan kalimat Roney yang begitu santainya menerjang kinerja jantungnya.

Roney tersenyum melihat diamnya Maya.

"Kalo gak bisa gapapa. Datengnya elo udah bikin gue tenang kok..."

Maya menghembuskan nafasnya lega. Tapi, juga tidak enak hati menolak permintaan Roney yang sedang tidak baik-baik saja.

"Tapi, jadi utang ya" lanjut Roney disertai senyum jahilnya.

Pluk!

Maya melempar bantal yang ada didekatnya ke wajah Roney.

"Sialan!"

"Haha.." Roney tertawa lepas.

Maya terharu sekaligus bahagia melihat Roney tertawa karena dirinya. Akhirnya, Maya un tanpa disuruh berhambur memeluk Roney dengan tulus.

Tawa Roney terhenti dan membalas pelukan Maya. Roney tersenyum sambil menghirup aroma rambut Maya yang menggelitik hidungnya.

Menenangkan.

"Elo bisa sembuh Ron. Gue akan berusaha selalu ada buat elo" ucap Maya sepenuh hati.

Roney semakin kuat memeluk Maya. Seakan tidak mau lepas walau se inchi pun. Kekuatannya terasa terisi kembali.

Tetapi, mereka terlalu larut dalam kenyamanan. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengamati mereka dari balik pintu tanpa ekspresi sama sekali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status