Share

PERPISAHAN (1)

BIARKAN AKU PERGI (5)

Mas Bayu pulang sudah larut malam. Mungkin banyak yang harus dia persiapkan di rumah orang tuanya, atau bisa jadi dengan wanita tadi. 

Aku tak ingin banyak bertanya. Aku tak ingin mencecarnya dengan pertanyaan yang mungkin membuatnya tertekan, lalu memilih berbohong. Aku ingin dia bahagia dengan kondisinya saat ini. 

Mas Bayu segera mengambil baju gantinya dan beranjak ke kamar mandi begitu masuk kamar. 

Aku sendiri memilih pura-pura tidur saat dia masuk dan pura-pura tidak terbangun saat dia menyalakan lampu. Padahal, aku sebenarnya sudah bersiap dengan kejutan. 

Malam ini mungkin malam terakhirnya bersamaku. Atau bisa jadi aku masih memiliki satu malam lagi dengannya jika dia tidak punya acara lain. Makanya, tadi sore aku sengaja membersihkan daki-daki dari tubuhku, memanjakan diri dengan lulur yang aromanya wangi dan kelembutan kulitku masih sangat terasa. Bahkan aku sengaja menggunakan baju tidur terbaikku agar aku terlihat istimewa di mata Mas Bayu saat ia berada di dekatku. 

Aku ingin menghadirkan kenangan terbaik untuknya, untuk terakhir kali.

Meskipun Mas Bayu kuketahui ada wanita lain di luar sana, tetapi sikapnya padaku untuk yang satu ini tidak berubah. 

Entah ini pura-pura agar aku tidak mengendus niat besarnya, namun, bagiku itu tak menjadi masalah. Toh, aku sebenarnya masih mencintainya. Yang penting dia tidak melakukan perbuatan yang terlarang. 

Sesuai kalendernya, dia akan cuti mulai Hari Senin besok. 

Dugaanku, dia baru akan jujur mengatakannya setelah dia melewati semuanya hingga aku harus menerimanya. 

Bukan aku mau menolaknya, bukan. Tapi, aku hanya tidak rela. Apakah aku salah? Apakah aku salah jika aku ingin memiliki Mas Bayu utuh tanpa ada yang menganggu hubungan kami? Apakah aku egois? 

Baiklah, aku memang kalah. Aku memang menyerah. Dan aku memilih pergi. 

Kupejamkan mataku. Tak terasa airmatakupun meleleh. Hingga aku tak sadar Mas Bayu sudah berbaring disebelahku.

“Kamu belum tidur, Ra?” ujar Mas Bayu sambil memiringkan badannya menghadapku. 

Segera kuseka airmataku dengan punggung tanganku. Beruntung Mas Bayu tidak menyalakan lampu kamar ini, sehingga aku tak perlu cemas jika mataku terlihat sembab usai menangis. 

“Kamu wangi, Ra,” ujarnya seperti menyadari sesuatu. 

“Hmm. Karena besok kamu mau pergi. Aku bakal kangen sama kamu,” ujarku parau. 

Aku memang sedang galau karena merasa akan segera kehilangannya. Waktu tiga bulan sepertinya berjalan begitu cepat. Persiapan batin yang sebenarnya telah kusiapkan buktinya tak cukup mampu membuatku tegar. 

“Aku juga pasti akan kangen kamu,” bisiknya. Aku hanya bisa menggigit bibirku sambil menahan linangan air mataku yang mulai menggenang. 

Apakah benar dia akan merindukanku? Bukankah dia sudah memutuskan memiliki pilihan lain di samping aku? Apakah lelaki tak cukup mencintai satu wanita saja? Apakah aku egosi jika tak mau berbagi? 

Malam ini aku menyerahkan diriku dengan sepenuhnya ketundukanku. 

Maafin aku ya, Mas dengan keputusanku, bisikku dalam hati. Maafin aku yang akan pergi dari kehidupanmu karena ketidakmampuanku membagi hatimu untuk yang lain. Aku terlalu naif untuk bisa menerimanya mas. Maaf, aku tak berani untuk disandingkan. Aku tak berani untuk menjadi pelengkap orang lain dihatimu. 

--

Aku membantu memasukkan baju-baju Mas Bayu ke kopernya. Kebiasaan yang memang selalu aku lakukan jika dia mau ke luar kota. 

“Mas, boleh ngga aku ke rumah ayah dan ibu saat kamu ke luar kota?” tanyaku saat usai merapikan kopernya. 

Mas Bayu menoleh ke arahku lalu menatapku lekat. 

“Kamu sabar ya, Ra. Habis aku dari luar kota, aku janji nganter kamu ke ayah dan ibu,” ujarnya sambil mendekat ke arahku. Lalu menggenggam jemariku. 

Tanpa sadar, airmataku sudah meleleh. Entah haru karena perhatiannya, entah aku benar-benar merasa kehilangan. 

Apakah ini benar hari terakhirku bersamanya? Apakah aku jahat meninggalkannya? Apakah aku berdosa pergi tanpa ijinnya? Tapi aku tak bisa menahan diriku yang remuk bersandiwara menunjukkan kebahagiaan dengan hatiku yang terluka. 

“Hei, kenapa kamu nangis?” tanya Mas Bayu sambil mengusap air mataku. 

“Aku kangen ayah, Mas. Boleh ya aku kesana? Nanti aku bilang ke Ayah kalau kamu sedang sibuk,” rajukku. 

Aku hanya ingin mendapatkan ijinnya yang terakhir kali. Sebagaimana aku selalu ijin kemanapun aku pergi. Setelah itu, biarkan aku menentukan jalanku. 

“Baiklah. Nanti kamu kabari aku ya kapan kamu berangkat. Biar aku telpon Ayah untuk minta ijin kalau aku tidak bisa mengantarmu. Sudah kamu tidak usah sedih,” ujarnya sambil mengacak kepalaku. Aku selalu merasa senang jika dia melakukan ini padaku. Aku merasa menjadi anak kecil dan dia pelindungku. Tapi itu dulu.

Sekarang? Apakah Mas Bayu akan tetap menjadi pelindungku setelah ini? Apakah dia bisa melindungiku setelah membagi hatinya? 

Aku mengangguk sambil menyunggingkan senyum. 

Tanpa sadar aku langsung menghambur ke pelukannya. Aku tak peduli lagi dengan perasaannya padaku. Aku harus memeluknya. Bisa jadi ini pelukan terakhirku. 

“Mas, aku minta maaf ya, jika aku banyak salah,” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Aku benar-benar merasa ini adalah hari terakhirku bersamanya. 

“Kamu ini. Kayak aku ngga pernah keluar kota saja,” ujarnya sambil melepaskan pelukanku. 

“Kamu mau makan malam di luar nanti?” tanya Mas Bayu.

Mataku seketika membulat. Ini benar-benar tawaran yang tidak aku duga. Mas Bayu jarang mengajakku keluar makan atau jalan-jalan. Aku lebih banyak menghidangkan masakanku kepadanya dibanding makan di luar. 

Kini aku baru sadar, apakah Mas Bayu merasa tak nyaman jalan bersamaku? Sehingga dia memilih menghabiskan waktu di rumah di banding jalan di luar sebagaimana pasangan muda yang berpacaran? 

--

Malam itu aku dan Mas Bayu sudah duduk di sebuah restoran Jepang. Mas Bayu tampak sudah terbiasa makan di sini. Tapi aku justru merasa tersanjung karena Mas Bayu beberapa kali melayaniku dan menawariku ini itu. Sedangkan aku, memilih duduk manis sambil melihatnya yang berlaku manis padaku. 

Aku menikmati makanan sambil ngobrol dengan Mas Bayu. Obrolan ringan. Mas Bayu sebenarnya orangnya asyik diajak ngobrol. Hanya saja memang dua tahun pertama kami masih banyak penyesuaian. 

Tiba-tiba raut muka Mas Bayu sedikit berubah. Aku pura-pura tidak tahu dengan perubahan roman mukanya sambil terus berusaha berbicara. Tapi, di menit berikutnya seseorang datang menghampiri kami.

Belum sempat laki-laki yang mendekat diikuti seorang wanita itu bicara, Mas Bayu sudah memberiku kode untuk segera beranjak. 

Tetapi sebelum meninggalkannya, aku sekilas melihat pria itu mengamatiku. Aku sedikit bingung. Namun, aku memilih mengikuti Mas Bayu saja. 

Memang aku bodoh. Tapi aku memang tak menyukai konflik. Aku tak mau membuat masalah. 

BERSAMBUNG

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
ooooooooohhhhh dia pengen ngantarnya saat dia udah balik dari acaranya supaya; sekalian baca TALAK di depan orangtuamu Fahira
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status