Seorang pria muda dengan tinggi 170an, berbadan tegap dengan kulit cerah, tampak keluar dari gerbang penjara. Ini adalah masa paling lama ketika ia berada dalam tahanan, sudah hampir sebulan Ia berada dalam penjara akibat memukuli salah seorang anak anggota dewan.
Masalahnya sederhana, karena pria tersebut menggoda wanitanya. Karakternya yang impulsif membuat sang pemuda langsung menghajar pria tersebut, sampai membuatnya harus kehilangan beberapa gigi dan juga menderita patah beberapa tulang rusuk.
Tidak berhenti sampai disitu, pemuda yang dikeroyoknya ternyata memanggil bantuan teman-temannya. Pertarungan tidak seimbangpun pecah di antara kedua belah pihak, namun si pemuda yang sudah terlatih beladiri sejak kecil, berhasil mengalahkan sepuluh orang pengeroyoknya. Meski dengan begitu, Ia juga menderita beberapa luka setelah pertarungan.
Pria tersebut bernama Adam Eka Widjaja.
Ini bukan kali pertama Ia bertindak impulsif seperti itu. Beberapa bulan sebelumnya, Ia juga mengalami kasus yang hampir sama. Bedanya, Ia berhasil mengalahkan seorang pembalap amatir dalam sebuah pertandingan balap ilegal.
Pria yang dikalahkannya tidak terima dengan kekalahannnya dan menolak untuk memberikan mobilnya sebagai hadiah untuk si pemenang. Lagi-lagi, Adam menunjukkan keberingasannya dengan menghajar pria tersebut tanpa ampun.
Banyak lagi kasus lainnya, baik itu yang berhubungan dengan kekerasan atau wanita.
Tapi sejauh ini, Adam tidak pernah menghuni sel tahanan lebih dari sehari dan bahkan hanya dalam hitungan jam, Ia sudah keluar dari penjara. Itu semua berkat pengaruh orang tuanya yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Negeri ini.
Namun kali ini berbeda.
Adam sudah hampir sebulan berada dalam penjara, orang tuanya sama sekali tidak mengirim pengacara keluarga atau memanfaatkan koneksi mereka sebagai upaya untuk mengeluarkannya.
Adam yang tumbuh dengan egonya, merasa sangat kesal dengan keadaan ini. Ia sangat tidak cocok dengan kehidupan dalam penjara, sebulan berada disana membuatnya sangat bosan dan emosinya menjadi semakin tidak terkendali.
Begitu berada diluar, disana Ia hanya menemukan Pak Ali seorang yang sedang menunggunya. Pak Ali adalah kepala pelayan keluarga Widjaja. Mungkin di antara semua orang yang ada dirumahnya, hanya Pak Ali yang membuat Adam tidak berani bersikap sombong seperti biasanya. Karena disamping sebagai kepala pelayan keluarga, Pak Ali juga adalah guru silat yang melatih kemampuan beladiri Adam, sehingga bisa semahir sekarang.
Setelah menyapa pak Ali, Adam langsung masuk ke dalam mobil dan duduk dibangku penumpang dibagian belakang. Wajahnya terlihat kesal, karena orang tua yang diharapkannya untuk menjemputnya tidak datang hari itu.
Pak Ali hanya bisa geleng-geleng kepala dan menghela nafas dalam melihat sikap majikan mudanya. Tanpa banyak komentar, Pak Ali masuk dan duduk dibalik kemudi.
Namun Ia tidak serta merta menyalakan mobilnya, tujuannya menjemput Adam waktu itu karena Ia ingin bicara dengan pemuda tersebut sebelum membawanya pulang.
"Den, bisa duduk disebelah Bapak?" Tanya Pak Ali tenang namun terdengar begitu berwibawa.
Adam menatap Pak Ali dari balik kaca spion yang ada didepan dan menemukan keseriusan diwajah Pak Ali.
Sebenarnya, Adam bisa saja menolak permintaan Pak Ali. Tapi dia masih memiliki rasa hormat pada Pak Ali, karena itu meski dengan gayanya yang malas-malasan Ia beranjak keluar dan beralih duduk disamping pak Ali.
"Mau bicara apa Pak?" Tanya Adam dengan wajah datar. Seperti biasa, Pak Ali setiap menjemputnya selalu memberi wejangan agar dia dapat memperbaiki dirinya dan tidak terus-terusan bikin susah keluarganya.
Tapi, memang Adamnya yang keras kepala dan kadang suka bersikap impulsif. Meski begitu, Pak Ali tidak pernah bosan menasehatinya. Ia masih berharap tuan mudanya itu dapat berubah kelak dan tidak terus-terusan membuat orang tuanya susah dengan kelakuannya.
Pak Ali juga sudah menanggap Adam sebagai anaknya sendiri, karena Ia menghabiskan banyak waktunya bersama Adam untuk melatih pemuda tersebut ilmu silat.
Pak Ali tersenyum teduh, Ia dengan sikap penuh kebapakan berkata dengan tenang pada Adam, "Ingat kamu pernah bertanya pada Bapak, kenapa orang tuamu tidak pernah mau datang untuk menjemputmu ke Penjara?"
Adam yang saat itu sedang menyandarkan kepalanya dengan malas diatas jok kursi, melirik Pak Ali sekilas. Ia berkata dengan cuek, "Mereka malu kali punya anak kayak saya, Pak."
"Kalau mereka malu, seharusnya mereka akan membiarkanmu tetap berada dalam penjara selamanya. Mereka seharusnya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar pengacara dan juga memanfaatkan pengaruh mereka untuk mengeluarkanmu." Balas Pak Ali membalikan ucapan Adam.
Adam tidak senang dengan topik itu dan sebisa mungkin menghindar untuk membahasnya, karena itu Ia dengan asal-asalan berkata, "Bisa saja karena mereka malu melihat anaknya berada dalam penjara, Pak."
Pak Ali tertawa mendengar kalimat Adam, "Kalau mereka malu, seharusnya mereka akan membiarkanmu berada didalam sana lebih lama, Nak. Dengan begitu, mereka tidak perlu repot-repot memikirkan anaknya yang akan membuat keributan lagi dimasa depan."
Jleb.
Ucapan Pak Ali tepat mengenai ulu hati Adam, namun karakternya yang keras kepala masih menolak untuk menerima penjelasan seperti itu. Dengan ekspresi tidak terima Adam berkata, "Buktinya sekarang saya dibiarkan sebulan berada dalam penjara."
Pak Ali tertawa kecil, Ia tidak kesal dengan Adam yang menunjukkan sikap seperti itu. Ia paling kenal dengan karakter Adam, "Selama sebulan ini, apa itu yang kamu simpulkan?"
Adam jelas kesal, dia tidak menjawab pertanyaan pak Ali dan hanya diam sebagai bentuk jawabannya.
Pak Ali menasehati Adam dengan sabar, "Nak, orang tuamu menaruh harapan besar terhadapmu. Kamu adalah pewaris mereka yang diharapkan dapat menggantikan mereka dimasa depan. Lihat dirimu yang sekarang!"
Adam sadar kemana arah pembicaraan ini. Jika saja Ia bisa meloncat keluar saat ini, Ia akan melakukannya. Atau jika yang bicara adalah ayahnya, Ia akan langsung membentaknya dan meminta diturunkan saat itu juga.
Namun, ini adalah pak Ali. Guru silatnya dan satu-satunya orang yang mendapat hormat darinya, Adam terpaksa diam dan memalingkan wajahnya keluar.
"Naik, jika saat ini ayahmu tiada dan kamu menjadi kepala keluarga Widjaja. Apa yang dapat kamu lakukan untuk keluargamu?"
Pertanyaan pak Ali tenang, namun menyimpan maksud yang dalam. Bahkan Adam pun sampai kembali memalingkan wajahnya dan melihat pak Ali, seolah sedang mempelajari maksud tersembunyi dibalik pertanyaan yang diajukan oleh Pak Ali.
Seolah tidak peduli dengan dengan ekspresi Adam, Pak Ali melanjutkan pertanyaan yang lain yang lebih jujur dari sebelumnya, "Dengan karakter dan kemampuanmu, apa kamu dapat membuat keluarga ini bertahan atau malah menghancurkannya?"
Untuk pertama kalinya, dada Adam serasa ditusuk oleh sembilu. Pertanyaan itu sangat sederhana namun mengenai dasar harga diri Adam.
Adam tidak dekat dengan orang tuanya selama ini. Kesibukan mereka membuat hubungan mereka bertiga berjarak jauh. Namun, ketika mendengar ayahnya sedang sekarat, Adam merasakan perasaan tidak nyaman yang sulit untuk diungkapkannya. Saat Adam dan Pak Ali tiba dirumah kediaman Widjaja, disana sudah terparkir beberapa mobil mewah. Adam bisa mengenali beberapa mobil yang ada disana, tak lain adalah mobil kerabat jauh keluarga ayahnya. Namun kedatangan mereka serasa tidak lazim, karena hari itu bukan hari spesial dimana keluarga besar harusnya berkumpul. "Kenapa banyak orang disini, Pak?" Tanya Adam mengungkapkan rasa penasarannya. "Kamu lupa? Bukankah Bapak sudah mengatakan padamu kalau ayahmu sedang sekarat. Semua orang disini untuk menunjukkan dukungannya pada ayahmu, dan seharusnya kamu juga begitu." Jawab Pak Ali, lalu keluar dari mobil. Adam lagi-lagi hanya bisa terdiam. Kondisi seperti ini membuatnya merasa tidak nyaman, Ia tidak dekat dengan ayah atau ibunya. Baginya, kedua ora
"Adam, sampai kapan kamu akan seperti ini?" Eka Salim Widjaja bertanya dengan ekspresi serius. Sudah terlalu lama ada kerenggangan antara hubungannya dengan sang anak, tapi hari itu Ia harus membuat keputusan sebelum semuanya terlambat. Ia sudah membicarakan hal itu dengan istrinya, mereka tidak dapat membiarkan Adam terus-terusan berbuat semaunya. Adam seperti sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan sang ayah, namun egonya terlalu tinggi untuk bisa berdamai dengan ayahnya. Dia hanya diam dan memasang ekspresi wajah datar. Eka Salim Widjaja menghela nafas dalam, "Papa dan Mama telah mengambil keputusan. Mulai hari ini, semua fasilitas dan juga tabungan yang kamu miliki akan kami putus." Duar Adam tersentak dan membelalakkan matanya melihat sang ayah, Ia jelas saja tidak bisa menerima keputusan ini. Ia sudah terbiasa dengan semua fasilitas mewah yang dimilikinya selama ini, mulai dari deretan mobil mewah, tabungan yang berjumlah puluhan miliyar dalam rekeningnya, belum lagi kar
Adam beranjak menuju kamar tidurnya dan mengumpulkan beberapa pakaian yang bisa dibawanya, kepalanya masih panas dan dipenuhi oleh emosi. Ia masih tidak terima, orang tuanya mencabut semua fasilitas dan tabungannya. Bahkan sampai mengusirnya, dalam hati Ia bertekad akan pergi selamanya dari sana. 'Lihat saja, kalian akan menyesalinya.' Saat Adam sedang berkemas, Pak Ali masuk ke dalam kamarnya. Pak Ali hanya diam dan melihat Adam yang sedang kesal memasukan pakaiannya kedalam tas ransel. Pak Ali paling tahu bagaimana karakter Adam, jadi dia sengaja menonton semua yang dilakukan Adam tanpa mengomentarinya sedikitpun. "Kenapa? Apa Bapak mau menahanku disini?" Tanya Adam gusar karena Pak Ali sama sekali tidak bicara. Dia tidak keberatan seandainya Pak Ali marah atau akan memberinya nasehat seperti biasanya. Namun tidak, Pak Ali hanya diam. Situasi tersebut jauh membuatnya lebih canggung. "Tidak, kamu dapat melakukan apapun yang kamu inginkan." Jawab Pak Ali dengan senyum tenangnya.
Adam duduk disebuah Halte setelah lelah berjalan sekian lama, Ia pergi hanya membawa satu ransel pakaian dan sama sekali tidak membawa kendaraannya. Ia terlanjur emosi dan membenci orang tuanya, sehingga apapun yang diterima dari orang tuanya, ditinggalkan begitu saja. Sekarang, Adam baru merutuki keputusannya. Karena tidak ada kendaraan, Ia tidak bisa bebas pergi kemanapun yang diinginkannya. Kondisinya semakin payah, begitu Adam memeriksa dompetnya. Uangnya hanya tersisa tiga juta rupiah saja saat ini. Bagi Adam yang sudah terbiasa dengan gaya hidup mewah, melihat uang segitu seperti bencana baginya. Kartu kredit dan debit yang ada didalam dompetnya, jangan ditanya! Pasti semuanya sudah diblokir oleh orang tuanya saat ini. Sebelumnya, uang belanja Adam tidak kurang dari tigapuluh juta setiap harinya. Itu batas minimal uang jajannya dalam sehari, sekarang dengan hanya ada uang tiga juta dalam dompetnya, Adam merasa seperti orang paling sengsara di dunia. Adam coba menghubungi beb
Seminggu sudah Adam menginap di losmen, keuangannya sudah sangat menipis. Biaya menginap di losmen sederhana seperti itu saja, sudah menelan uangnya 300 ribu rupiah per-malamnya. Saat ini, dalam dompet Adam hanya tersisa 50 ribu. Jelas malam ini, Ia tidak dapat lagi menginap di losmen tersebut. Adam coba memutar otaknya untuk bisa menghasilkan uang. Semua daftar temannya telah dihubunginya, namun tidak ada satupun dari mereka yang bersedia membantunya dan bahkan banyak dari mereka yang telah memblokir nomornya. Tidak hanya mereka, bahkan para wanita yang pernah singgah di masa lalunya juga menolak membantu Adam dan menghindar dengan berbagai alasan. Lebih parahnya, saat ini semua orang seakan berusaha menghindari Adam. Hal itu membuat Adam hampir frustasi. Kenyataan ini membuatnya sadar satu hal, semua orang yang dikenalnya 'baik' dimasa lalu, hanya karena kekayaan dan status yang dimilikinya saat itu. Saat Ia menjadi orang terbuang seperti sekarang, Adam dapat melihat seperti apa
Adam baru saja selesai memindahkan 50 karung beras ke dalam kiosnya Ncang Ari, salah satu juragan beras di pasar tempat dia bekerja sebagai buruh lepas. Tiga minggu bekerja sebagai buruh lepas, Adam mulai menyadari betapa beratnya bekerja sebagai seorang buruh dan menghasilkan uang 50 hingga 70 ribu sehari. Itupun dengan harus menggunakan tenaga kasar dan sering seluruh tubuhnya terasa sakit dan sangat penat begitu selesai bekerja. Sering bekerja di bawah terik matahari membuat Adam tidak lagi terlihat bersih seperti sebelumnya. Kulitnya mulai menggelap, rambutnya juga sudah mulai memanjang dan jambang yang tumbuh diwajahnya. Sore itu, setelah memberikan upah pada para pekerja, Ncang Ari sengaja memanggil Adam. Meski baru beberapa hari bekerja, ternyata Ncang Ari sudah memperhatikan Adam layaknya pekerjanya yang lain. Dari sana Ia bisa menyimpulkan, jika Adam terlihat berbeda dari seluruh buruh yang bekerja padanya. Ncang Ari melihat Adam memiliki potensi yang tinggi, sangat aying
Ali sedang berada di ruang kerja Eka Salim Widjaja saat Adam menghubunginya. Saat itu, Eka Salim Widjaja baru saja selesai kontrol kesehatan dengan dokter pribadinya. Kondisinya sudah jauh lebih baik, tapi Ia harus rutin memeriksakan kondisi kesehatannya dan menghindari beban pikiran secara berlebihan. Karena itu, Eka Widjaja harus berusaha untuk membuat pikirannya bisa tetap rileks. Terakhir, kondisinya sampai drop kembali karena masalah dengan Adam, putranya. Satu-satunya yang mampu memberikan tekanan berat dalam pikirannya adalah anaknya. Eka menyayangi Adam dan ingin anaknya dapat berubah menjadi lebih baik. Sehingga, jika Ia tiada kelak, Adam akan dapat diandalkan untuk menggantikan dirinya. Beruntung bagi Eka Widjaja, dia memiliki Ali Tanjung sebagai tangan kanannya. Ali bukan hanya kepala pengawalnya, tapi juga sudah dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Ali telah mengirimkan orang-orang kepercayaannya untuk selalu memantau perkembangan Adam, tanpa sepengetahuan Adam te
Saat melihat dirinya didalam cermin, Adam tersenyum getir. Ia melihat pantulan dirinya yang sedang mengenakan seragam OB berwarna biru. "Huft..." Adam menghela nafas dalam. Namun bukan saatnya Ia harus mengeluh. Bagaimanapun dia lah yang telah meminta pekerjaan kepada Pak Ali. Adam coba berpikiran positif, setidaknya pekerjaan itu jauh lebih baik dibanding menjadi buruh lepas. Ia bekerja ditempat yang jauh lebih teduh, kulitnya tidak perlu lagi terbakar dibawah terik panas matahari. Selain itu, pekerjaan ini juga jauh lebih ringan jika dibanding dengan Ia harus mengangkat karung-karung beras yang beratnya 50 kiloan lebih. "Adam, You can do it." Ucap Adam menyemangati dirinya sendiri. Hari itu, Adam resmi bekerja menjadi office boy di Widjaja Corporation. Sebenarnya, Adam bisa masuk keesokan harinya, sesuai dengan kontrak kerjanya. Tapi, Adam sendiri yang menginginkan untuk langsung masuk kerja hari itu, karena Ia juga tidak memiliki kegiatan lain yang harus dikerjakannya. Secara