Home / Romansa / Babu Jadi Menantu / 8. Pulang Kampung

Share

8. Pulang Kampung

last update Huling Na-update: 2021-07-09 11:35:56

Tepat pukul tiga shubuh, mereka tiba di kampung halaman Parmi. Terlihat ibu dan kakak Parmi yang bernama Parni, sudah menunggu di pelataran rumah mereka. Rumah jaman dahulu dengan halaman luas, hanya saja masih berlantaikan tanah. 

"Parmi!" ibu Parmi setengah berteriak, menyusul Parmi. Diiringi Parni yang mengekori ibunya. Parmi dan yang lainnya turun dari mobil. Parmi tersenyum sangat senang, menyambut ibu dan kakaknya. Mereka berpelukan cukup lama, maklum saja sudah tiga bulan Parmi tidak pulang, sebelumnya, Parmi tidak pernah kerja jauh dari rumahnya. 

"Tuan, nyonya, bapak, tuan Iqbal. Kenalkan ini ibu dan kakak saya. " ucap Parmi memperkenalkan anggota keluarganya. Ibi dan kakak Parmi mencium punggung tangan Bu Rasti, Pak Andi, bahkan Iqbal dan Anton. 

"Eh, jangan Bu." Anton menepis lembut tangan calon mertuanya.

"Mari masuk Pak, Bu!" Bu Parti mempersilakan tamunya untuk masuk ke dalam rumah sederhana mereka.

Semuanya duduk rapi di kursi bale. Parmi sudah masuk ke dalam rumahnya.

"Pak, Bu. Ayo kita sahur dulu, setelah itu baru istirahat." ucap Parni, kakak Parmi yang mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah.

Mereka makan dalam hening, lebih tepatnya keluarga Parmi cukup sungkan untuk sekedar berbasa-basi. Mungkin karena memang baru bertemu.

"Yang namanya Anton yang mana?" tanya Bu Parti menatap kedua lelaki yang kelihatan tidak terlalu muda, sedang duduk bersila di depannya.

"Saya, Bu." sahut Anton sambil tersenyum.

"Gantengkan, Bu!" celetuk Parmi, sambil mencolek lengan ibunya. Bu Parti tersenyum.

"Beruntung anak saya dapat calon suami seperti nak Anton, semoga Nak Anton tidak merasa buntung ya mendapatkan Parmi." ujar Bu Parti sambil menyeringai.

Semua yang ada disana hanya senyam-senyum saja, Anton dan Pak Andi tidak menyahuti ocehan Bu Parti.

"Justru anak saya pasti beruntung mendapatkan Parmi, Bu," ucap Bu Rasti kemudian.

"Hhmm...saya bersyukur Parmi tidak jadi dengan Agus yang gagap itu, ga bakalan kepikiran saya gagap dan budeg bersamaan dalam rumah tangga,"gumam Bu Parti yang masih terdengar di telinga tamu-tamunya.

"Eh, gak boleh gitu Bu. Mas Agus, kan orangnya baik, ga suka marah-marah pula." Ucap Parmi sambil melirik Anton.

Tak ada sahutan lagi dari ibunya Parmi, semua makan dengan lahap.

"Masakan ibu enak, persis masakan Parmi!" puji Bu Rasti, kepada calon besannya. 

"Alhamdulillah, kalau ibu cocok dengan masakan saya dan Parmi." 

"Kira-kira kapan akan kita nikahkan anak kita ya Bu?" tanya Bu Rasti kemudian.

"Ga buru-buru, kan. Bu. Parmi tidak hamil duluan, kan!" 

Huk..huk..

Anton tersedak mendengar ucapan Bu Parti barusan. Parmi segera menuangkan air ke dalam gelas, lalu memberikannya pada Iqbal, Iqbal menerimanya dengan senang.

"Parmi, itu lho calon suamimu yang tersedak." Bu Parti menginterupsi Parmi. 

Dengan santai Parmi duduk kembali di lesehannya, tanpa mengindahkan ucapan ibunya.

"Parmi!" kali ini Bu Parti memanggilnya dengan suara cukup keras. Parmi menoleh.

"Ibu panggil saya?" 

"Bukan, ibu lagi manggil malaikat maut." sahut Bu Parti sambil memainkan bola mata malasnya.

"Emang ibu kenal di mana sama Malaikat maut? Malaikatkan  tidak terlihat Bu. Aneh ibu Mah!" sahut Parmi kemudian.

"Kapan kenalannya?" 

Yang lain sudah tertawa cekikan mendengar saling sahut antara Parmi dan ibunya.

"Maaf ya Pak, Bu. Ibu saya suka aneh gitu, mana mungkin ya kan, ibu bisa manggil malaikat maut, emangnya malaikat punya WA."

Lagi-lagi ocehan Parmi membuat semuanya tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. Acara makan sahur selesai, dilanjutkan dengan sholat shubuh berjamaah. Kali ini Iqbal yang menjadi imamnya. Selesai sholat, Bu Rasti, Pak Andi dan Iqbal, berpamitan. Mereka berencana untuk istirahat di penginapan yang tidak jauh dari desa Parmi.

"Nak Anton di sini saja!" 

"Eh, iya Bu," sahut Anton sedikit kikuk.

"Nanti siang kami kembali, membicarakan perihal pernikahan Anton dan Parmi ya bu. Kami sekarang istirahat dulu!" kali ini Pak Andi yang bersuara.

"Iya, Pak. Mohon maaf, rumah saya kecil, kamarnya cuma satu, jadi tidak bisa untuk bapak dan ibu istirahat." 

"Iya, Bu. Ga papa. Asal calon mantu ibu, boleh istirahat disini." 

Bu Parti tersenyum, lalu menganggukkan kepala, mengantarkan tamunya sampai hilang dari pandangan.

"Mari Tuan, masuk!" ajak Parmi. Cuaca di desa sangat dingin, mentari mulai malu-malu menampakkan wujudnya.

"Temani saya jalan-jalan dulu yuk! saya ingin melihat kampung kamu." 

Parmi mengangguk patuh, berpamitan kepada ibunya, lalu berjalan menyusuri kampung bersama dengan Anton. Satu dua tetangga yang mengenal Parmi, ikut menyapa, bahkan mereka terpesona dengan seorang pria tampan yang berjalan dengan Parmi. Langkah Parmi semakin berat, saat akan melewati rumah mantannya, Agus.

"Kenapa?" tanya Anton melihat Parmi dengan gelagat aneh.

"Itu rumah mantan pacar saya, Tuan." 

"Oh." Anton mengangguk paham, matanya nampak mengerucut, memikirkan sesuatu.

Tampak seorang lelaki muda, keluar dari rumah tersebut. Memakai kaos oblong hitam dan celana pendek, di belakangnya ada seorang wanita berwajah ayu, mengantarnya sampai di depan teras.

"Parmi!" teriak wanita tersebut, yang tak lain adalah sepupu Parmi.

"Mi, kamu dipanggil," bisik Anton.

"Pura-pura gak denger aja, tuan. Dia tahu kok saya budeg." sahut Parmi, kini mempercepat langkahnya.

"Parmi." wanita itu mendekat, menghampiri Parmi dan Anton, sedangkan sang pria disana sedang menatap Parmi, dengan tatapan sulit diartikan.

"Kapan balik kamu?"

"Tadi pas sahur."

"Ini siapa?" 

"Saya, Anton. Calon suami, Parmi." Anton menjulurkan tangannya pada Siti, sepupu Parmi. Hendak berjabat tangan.

"Wah, hebat kamu." puji Siti sambil tersenyum. Sedangkan Parmi terlihat sangat malas menanggapinya.

"Pasti dong, calonku S2, SMA sama sarjana," sahut Parmi, dengan maksud pamer.

"Wah, beruntung kamu ya." 

"Mas, Agus. Sini!" panggil Siti pada suaminya yang masih terbengong. Lelaki itu dengan langkah malas menghampiri Siti.

"Kenalin, Mas. Ini calon suami Parmi." 

"Anton." 

"Agus." 

Keduanya berjabat tangan.

"Eh iya, selamat atas pernikahan kalian ya. Maaf saya tidak datang." Parmi tampak memaksakan senyum.

"Punya nomor rekening, Mas. Saya akan transfer kado dari saya dan Parmi," ucap Anton tiba-tiba, membuat Parmi menoleh, ada apa dengan Anton? Pikirnya.

"Eh, ndak punya Mas. Mentahnya aja!" celetuk Siti, sambil tersenyum senang.

"Ya sudah nanti saya titipkan pada Parmi ya. Permisi kami mau jalan-jalan pagi lagi," pamit Anton kemudian, tangannya menggandeng Parmi.

"Ayo, sayang. Kita jalan lagi. Kamu belum cape, kan?" Anton berakting sangat profesional.

Siti cemberut, merasa iri dengan keberuntungan Parmi. Lalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Agus yang masih terdiam, menatap kepergian Parmi dengan calon suaminya. Tampak mesra, karena Parmi menggandeng tangan Anton.

"Parmi, kamu pake deodoran ga sih?" Anton mengendus pundak Parmi.

"Gak, saya ga punya teman namanya ,deodoran." 

"Doedoran bukan nama orang, Parmi. Tapi obat ketiak, biar gak bau," terang Anton, sambil memutar bola mata malasnya.

"Tapi ketiak Tuan ga bau!" kali ini Parmi yang terang-terangan mengendus ketiak Anton. Membuat Anton mundur beberapa jarak.

"Bukan ketiak saya, tapi ketiak kamu!" 

"Masa sih?" Parmi mengangkat tangannya sampai atas, lalu mengendus ketiaknya. Lalu menyeringai menatap Anton.

"Ya, Kan. Bau." 

"Dikit ini mah," sahut Parmi cuek.

"Cukur dong bulunya!"

"Buku!" 

"Bukan buku, tapi bulu." Anton menarik nafas panjang.

"Ih, mesum. Lagi puasa juga," sahut Parmi sambil tersenyum malu-malu.

"Bulu ketiak kamu yang dicukur, Parmi. Bukan bulu yang di bawah, di mana mesumnya?" Anton memijat pelipisnya.

"Oh, itu mah, jangan dicukur Tuan, nanti kekuatan saya hilang!" 

"Emangnya kamu samson betawi!" 

Parmi tertawa cekikikan melihat kekesalan Anton.

" Makasih ya Tuan udah bantu saya tadi!".

Cup...

Parmi mengecup cepat pipi Anton. Lalu berjalan mendahului Anton, wajahnya sudah sangat memerah.

"Parmi!" Anton menyusul Parmi setengah berlari, wajah Anton pun berseri.

****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Babu Jadi Menantu   62. Happy Ending

    Empat bulan berlalu semenjak kejadian tragis itu. Berdasarkan pasal 340 KUHP, barang siapa yang sengaja dengan rencana terlebih dahulu, yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, maka pertanggung jawabannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama dua puluh tahun. Hakim memutuskan, Safira akhirnya dihukum dua puluh tahun penjara, sedangkan bik Isah dihukum selama lima belas tahun.Parmi yang masih merasa sangat khawatir, memilih mengajak ibu dan tetehnya untuk tinggal bersama. Suatu keharuan tersendiri bagi Parmi. Saat suaminya memberikan kunci rumah baru untuk Parmi. Rumah yang sudah ia beli dengan kerja kerasnya. Kini ia berikan atas nama Parmi, istrinya.Anton juga mendatangkan seorang lagi saudara Parmi yang bisa membantu untuk menjaga si kembar."Apa?teteh pacaran dengan mas Iqbal!" pekik Parmi tidak percaya, saat Parni membisikkan sesuatu di telinga Parmi."Huuusstt....jangan denger Anton, teteh malu." Parni menu

  • Babu Jadi Menantu   61. Siapa yang Meracun

    Parmi menangis sejadi-jadinya di depan ruang NICU, ketiga bayi kembarnya tidak sadarkan diri, setelah keracunan obat yang mengandung obat tidur. Bahkan Parmi pingsan hingga dua kali. Betapa hancur hatinya melihat di tubuh ketiga puterinya, dipasang alat. Untuk membantu mereka tetap bernafas dan membantu mereka mengeluarkan racun dari dalam tubuh.Bu Rasti yang baru saja tiba, ikut menangis hingga terduduk di lantai tepat di depan ruang NICU. Ia sangat kaget, saat ditelepon oleh bibik, kalau si Kembar mengeluarkan busa dari dalam mulutnya. Bu Rasti yang saat itu sedang ada rapat dengan Kementrian Agama, meninggalkan ruang rapat begitu saja. Kakinya serasa tidak menapak, pikiran buruk berkecamuk di kepalanya. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan cucu kembar tiganya."Mamah, anak saya, Mah," lirih Parmi dengan lemah menghampiri ibu mertuanya. Mereka berpelukan erat."Kenapa bisa seperti ini, Mi?""Ada yang sengaja memasukkan obat tidur ke dalam badan

  • Babu Jadi Menantu   60. Obat Tidur

    Hari ini, Parmi dan Bu Rasti membawa Angkasa, juga si kembar pergi bermain ke Taman Margasatwa Ragunan. Bik Isah dan bibik tentu saja diajak. Sedangkan Anton tidak bisa meninggalkan kelas, karena sedang mengawas mahasiswa yang sedang ujian.Angkasa nampak antusias, melihat aneka hewan disana. Bahkan seolah tiada lelah, ia berlarian kesana-kemari agar cepat sampai dari satu kandang ke kandang lainnya. Angkasa sangat senang, saat berada di depan kandang gajah. Ada empat ekor gajah besar disana. Dan satu ekor gajah berukuran lebih kecil. Angkasa mengambil foto hewan-hewan tersebut dengan ponselnya. Ia juga memotret Parmi, nenek dan ketiga adiknya.Foto-foto keseruan disana, Angkasa kirimkan kepada mommy dan juga papanya. Eh iya, kepada daddy Xander, ayah sambungnya juga ia kirimkan fotonya."Bibik, kenapa?" tanya Angkasa saat tanpa sengaja melihat bik Isah memegang hidung Andrea.Bik Isah yang memang kebagian menggendong Andrea, karena Andrea tidak mau

  • Babu Jadi Menantu   59. Berkeringat

    Hujan rintik-rintik membasahi tanah pedesaan. Air mulai menggenang di selokan tanah yang berlubang. Harumnya begitu memesona, karena bercampur aroma daun segar yang ikut tersapu air hujan. Parni masih fokus dengan kegiatan merajutnya. Sesekali ia tersenyum malu-malu, sambil melirik ponselnya. Sepertinya ia sedang menunggu pesan dari seseorang.Ting! ting!Parni kaget, bahkan benang rajutnya yang bewarna merah itu, terlempar ke lantai rumah. Bunyi pesan masuk berbunyi, wajah Parni tampak gembira. Dengan cekatan, ia membuka pesan yang masuk.["De Parni sedang apa?ganggu ga kalau saya telpon."]Parni mesem-mesem, wajahnya pun merona bahagia. Apakah ia jatuh cinta?Ragu Parni mengetik balasan pesan dari seseorang itu. Ponsel masih ia genggam dengan tangan sedikit berkeringat. Jujur setelah luka lama yang menganga bertahun-tahun lalu, baru kali ini ia coba membuka hati."Udah sana masuk kamar, kalau mau teleponan!" Bu Parti tersenyum menggoda Parni

  • Babu Jadi Menantu   58. Menjemput Angkasa

    Parmi dan Anton sudah berada di bandara. Menunggu kedatangan penerbangan dari Belanda. Anton dan Parmi sudah tidak sabar melihat Angkasa. Sedari turun dari mobil, Parmi dan Anton selalu bergandengan tangan. Persis pasangan yang sedang dimabuk asmara. Anton juga tidak jengah sesekali mencium kepala Parmi."Jangan dicium terus rambutnya, Mas!" rengek Parmi, merasa cukup jengah dengan tingkah alay suaminya."Kenapa sih, Sayang? Wangi kok rambutnya," sahut Anton, sambil memegang rambut panjang Parmi."Ntar kutunya nempel di bibir, baru tahu rasa!" Anton menelan salivanya, cepat ia meraba bibirnya. Merasa kurang puas, ia mengambil ponselnya lalu membuka menu kamera depan. Ia bercermin dari layar ponselnya, memeriksa kembali bibirnya. Apakah ada kutu rambut yang menempel di sana? Tapi sepertinya tidak, bibirnya masih terlihat segar dan sedikit bengkak, efek digigit oleh Parmi.Anton bergidik ngeri bila nengingat semalam, betapa ganas istrinya. Kopi yang i

  • Babu Jadi Menantu   57. Malam Panas Part 2

    Parmi keluar dari kamar, sayup-sayup ia mendengar suara ibu mertuanya seperti sedang berbicara di teras. Ia berjalan menghampiri dan melihat ada siapa disana."Eh, Parmi sini, Nak." Bu Rasti menepuk kursi kosong di sampingnya, bermaksud agar Parmi ikut duduk. Parmi menurut, duduk di samping ibu mertuanya.Wanita paruh baya yang sedang duduk di lantai. Memerhatikan gerak gerik Parmi dengan seksama, sambil menyunggingkan senyum tipis."Ini, Mi. Kenalkan ibu Isah namanya, dia sedang mencari pekerjaan. Jadi mama menawarkan untuk menjaga si kembar. Bagaimana kamu mau?" bu Rasti memperkenalkan ibu yang sedang duduk di lantai pada Parmi."Emang Ibu rumahnya di mana?" tanya Parmi dengan ramah."Keluar komplek ini gang sebelah kanan, Non.""Oh deket ya, jadi ilIbu nginep apa pulang pergi kerjanya?""Saya datang pagi, lalu pulang malam. Sehabis magrib.""Bagaimana Parmi, boleh ibu ini membantu?kasian dia sedang butuh pekerjaan." Bu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status